Seminggu sudah berlalu semenjak Vincenzo kembali sadar. Pemuda itu perlahan memulihkan tubuhnya dengan sering berolahraga pada pagi dan sore hari, meski olahraga yang ia lakukan hanya olahraga ringan saja. Wajar kalau ia tak langsung melakukan olahraga yang berat, sebab itu akan membebani tubuhnya, bukan malah menyembuhkan atau memulihkannya.
Saat ini, ketika matahari sebentar lagi terbenam, Vincenzo dan teman-temannya sedang berada di bawah pohon, menikmati indahnya sinar jingga yang ditampilkan oleh sang mentari. Pada awalnya mereka hanya diam saja, tidak mengobrol dan tampak sangat menikmati setiap detik yang mereka habiskan untuk memandangi pemandangan indah di sore hari ini.
Hingga, beberapa saat kemudian, Vincenzo memulai sebuah topik pembicaraan di antara mereka dengan berkata, “Kurasa, besok kita harus melakukan perjalanan kembali. Selain itu, desa ini tampaknya juga aman, sebab selama kita ada di sini, tidak ada satu Makhluk Buas pun yang muncul dan menyerang desa seperti sebelumnya.” Ia menjeda kalimatnya. “Bagaimana menurut kalian?”
Di sebelah Vincenzo, Carina tampak memasang ekspresi wajah khawatir, lalu menjawab, “Tapi, apakah tubuhmu benar-benar sudah pulih, Vincenzo? Kupikir, dengan mempertimbangkan hal itu, kita jauh lebih baik masih berada di sini selama beberapa hari lagi ….” Ucapan Carina ini tenu sudah ditebak oleh Vincenzo, Keith dan bahkan Angel, sehingga tidak mengherankan.
Sebelum Vincenzo dapat menjawab, Keith terlebih dahulu berkata, “Kita bisa berangkat besok, asalkan kau berjanji untuk tidak banyak melakukan pertarungan ketika kita diserang oleh Makhluk Buas.” Keith tidak ingin banyak berbasa-basi, langsung mengatakan apa yang ingin dia katakana, tanpa mau berbelit-belit dengan berbagai macam kata.
“Aku setuju dengan apa yang dikatakan Keith,” Angel menyatakan persetujuannya, tanpa perlu diminta. “Aku ingin kau berjanji sekarang, dan tak mengingkari janji itu di kemudian hari! Atau aku akan mengurungmu hingga tak bisa pergi ke mana pun lagi, dan semua yang dulu kita impikan, cukup berhenti di sana juga, saat kau melanggar janjimu!”
Meski sulit untuk mengatakan ‘iya’ sekarang, Vincenzo mengerti dengan sangat jelas mengapa teman-temannya bertindak begitu protektif padanya sekarang. Bila Vincenzo berada di posisi mereka, tentunya Vincenzo juga akan mengatakan hal yang sama. Inilah yang membuat Vincenzo harus berpikir cukup lama untuk setuju atau menolak persyaratan dari Keith tadi.
Ada konsekuensi tersendiri bagi Vincenzo jika memilih satu dari dua pilihan tadi. Pertama, kalau ia menolak untuk berjanji, maka perjalanan mereka kemungkinan besar tidak akan berlanjut lagi, dengan kata lain, semuanya sudah berakhir. Namun, jika Vincenzo setuju, maka sama saja artinya dengan Vincenzo takkan bergerak bebas lagi seperti dulu, di saat tubuhnya masih normal.
Vincenzo kemudian mengembuskan napas panjang, bersiap untuk memberikan jawabannya. Ia tahu tidak ada gunanya menghindari apa yang akan terulang di kemudian hari. Jadi, setelah memirkirkan semuanya dengan matang, Vincenzo pun memutuskan, “Baiklah … aku berjanji akan melakukan seperti yang kalian katakana!” Walau Vincenzo sudah berjanji, bukan berarti ia akan diam saja ketika semisal di kemudian hari teman-temannya tengah dalam bahaya besar.
Di sisi lain, Keith tahu kalau Vincenzo tidak akan dengan semudah ini memegang janjinya. Jadi, sekalipun Vincenzo melanggar, dia harus menyiapkan apa yang perlu disiapkan saat situasi itu sungguh terjadi. Meski jauh lebih baik kalau itu tak terjadi.
Akhirnya, diskusi mereka pun selesai, kemudian mereka kembali ke rumah Rexa di mana mereka menginap selama ini. Tentunya mereka harus mengatakan atau berpamitan pada Rexa kalau mereka akan segera memulai perjalanan lagi. Sebab tak mungkin bagi mereka bila pergi begitu saja tanpa mengatakan sesuatu.
***
Malam hari, di ruang makan, Vincenzo bersama teman-temannya dan Rexa bersama anak-anaknya tengah makan malam bersama. Mereka tampak begitu menikmati makanan mereka, hingga akhirnya mereka semua selesai makan. Setelah selesai makan itu, Rexa sebenarnya ingin langsung membereskan meja, tetapi Vincenzo menahan wanita itu untuk melakukannya selama beberapa saat, karena ia ingin berbicara.
“Nyonya Rexa, biarkan kami mengucapkan terima kasih karena telah membiarkan kami menginap di sini,” kata Vincenzo. “Secara khusus, aku ingin jauh lebih berterima kasih lagi sebab sudah membiarkan aku memulihkan diri di sini selama hampir dua minggu ini.” Vincenzo dengan tulus menundukkan kepalanya untuk menunjukkan ketulusan hatinya.
Rexa malah menggelengkan kepala beberapa kali, menjawab, “Jangan seperti itu, angkatlah kepalamu ….” Rexa merasa kalau dirinya tak pantas diperlakukan seperti orang besar oleh Vincenzo. “Selain itu, aku senang kalian ada di desa ini. Bukan hanya aku, bahkan para penduduk desa lainnya pun juga merasa seperti ini. Dengan adanya kalian yang terus berpatroli, semua orang merasa tenang.”
Mengerti kalau melanjutkan topik ini tidak akan membawa mereka ke mana-mana, maka Vincenzo segera mengangkat kepalanya kembali, memulai sebuah topik baru, yang menjadi alasannya ingin berbicara dengan Rexa.
Sejenak, Vincenzo menghela napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. “Sebenarnya ada hal lain yang ingin kami katakan padamu, Nyonya Rexa.” Vincenzo memulai topik lain dengan tenang.
“Hm?” Rexa sedikit bereaksi, ingin tahu apa yang sebenarnya ingin Vincenzo katakana. Namun, sedikit banyak Rexa sebenarnya sudah dapat menebak tentang ke mana arah percakapan ini akan pergi.
Sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh Rexa, Vincenzo mulai masuk ke inti percakapannya, “Besok pagi, kami akan segera meninggalkan desa ini—”
“Eh?” Secara tidak sengaja, Rexa memotong ucapan Vincenzo. Memang benar Rexa mengira kalau Vincenzo akan membahas tentang mereka yang akan segera pergi meninggalkan desa ini. Namun, wanita ini tidak menyangka sedikit pun kalau mereka akan segera berangkat, tepat besok pagi.
“Apa ada yang salah, Nyonya Rexa?” Vincenzo menjadi sedikit heran melihat ekspresi Rexa. Ia lantas melirik teman-temannya satu per satu, dan semua temannya memasang wajah heran juga. Tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Tidak … itu ….” Rexa berbicara dengan terbata-bata. “Kalian benar-benar akan pergi besok pagi? Apakah tidak bisa menundanya menjadi dua hari lagi atau lebih?” Rexa tentu menawarkan hal itu dengan tulus, tanpa ada niat terselubung.
Vincenzo menggelengkan kepala beberapa kali. “Maaf, Nyonya Rexa. Kami sudah terlalu lama berada di sini. Memang sudah saatnya bagi kami untuk memulai kembali perjalanan kami ….” Vincenzo sudah tak mau lagi mengubah keputusannya tentang kapan mereka akan pergi.
“Tapi … bagaimana dengan tubuhmu?” Rexa masih mencoba untuk mengubah keputusan yang sudah Vincenzo ambil. “Bukankah dengan melakukan perjalan secara terburu-buru akan membuat luka yang kau terima semakin parah, bukannya pulih dengan cepat.” Ini adalah sebuah kekhawatiran yang berdasar, yang tidak bisa dibantah oleh Vincenzo. Namun, tidak cukup untuk menahan pemuda itu.
Vincenzo lantas melirik tangan kanannya, kemudian menjawab dengan tenang, “Tak perlu untuk khawatir, Nyonya Rexa.” Ia tersenyum tipis. “Walau seperti ini, aku dulunya adalah salah satu dari Prajurit Biasa dan setengah tubuhku terbuat dari baja. Setidaknya, keadaanku jauh lebih baik daripada orang biasa.”
Mengerti kalau sudah tak ada lagi yang bisa mencegah Vincenzo pergi sesegar mungkin, Keith mengembuskan napas panjang, masuk dalam percakapan. “Nyonya Rexa, kami sangat menghargaimu. Menghargai semua yang sudah kau lakukan untuk kami, tetapi ….” Keith melirik Vincenzo sejenak, lalu kembali memandang ke arah Rexa. “Dia kalau sudah membuat keputusan, sulit untuk diubah, jadi lebih baik ikuti saja.”
“Nyonya tidak perlu khawatir,” kata Angel. “Kami akan melindunginya dengan sepenuh jiwa dan raga kami! Tidak akan kami biarkan dia bertindak sembarangan dan membuat dirinya dalam bahaya lagi!”
Di sisi lain, Carina hanya terus diam, tidak dapat mengatakan apa pun. Ia juga mengerti dengan jelas kalau Vincenzo takkan lagi mengubah keputusannya, dan bahkan sudah berjanji. Namun, itu semua itu tetap tidak bisa membuat kekhawatiran di dalam hati Carina reda. Itulah mengapa ia hanya bisa diam, tidak mengatakan atau melakukan apa pun lagi.
Vincenzo sendiri sebenarnya tahu dengan apa yang dipikirkan dan dikhawatirkan oleh Carina, tetapi Vincenzo masih tetap tak mau mengubah keputusannya. Ia sudah terlalu muak dengan dunia ini, di mana tidak ada hari yang benar-benar damai dan tenang, selalu saja dihantui oleh rasa curiga kalau para Makhluk Buas akan menyerang mereka secara mendadak.
Fakta ini yang membuat Vincenzo sangat ingin dengan segera melenyapkan semua Makhluk Buas, mengembalikan dunia pada jalur yang sebenarnya. Dan tentu saja, ada alasan lainnya bagi Vincenzo, yakni ia tidak bisa menerima kalau teman-temannya banyak yang tewas oleh Makhluk Buas. Kebencian di dalam hati pemuda ini terhadap Makhluk Buas, sudah tak bisa terbendung lagi.
Akhirnya, setelah percakapan yang cukup panjang, Rexa mengembuskan napas panjang, berdiri dan mulai membereskan semua yang ada di atas meja, dibantu oleh Angel. Sebelum pergi ke dapur untuk membersihkan semua piring kotor, Rexa berkata dengan sedikit terpaksa, “Kalau kalian memang akan berangkat besok pagi, maka sudah tak ada yang bisa aku lakukan lagi.” Dia terdiam sejenak. “Hanya saja, kalian harus lebih berhati-hati. Kalian seharusnya mengerti, kan, kalau kehilangan teman itu sangat menyakitkan.”
“Ya, kami mengerti,” jawab Keith, singkat. Pemuda itu kemudian menguap, lalu berdiri, bersiap untuk pergi. Kalau begitu, aku akan istirahat sekarang. Pastikan kau tidur cukup malam ini, Vincenzo.” Dia pun pergi.
“Ya,” Vincenzo menyahut singkat kala Keith berjalan pergi.
Kini, yang tersisa di ruang makan hanyalah Vincenzo dan Carina saja. Di saat seperti ini, Vincenzo tidak akan pergi begitu saja meninggalkan Carina, sehingga ia pun berkata pada gadis itu, “Maaf, Carina. Aku terlalu keras kepala, tetapi aku sudah sangat muak dan tak tahan lagi dengan dunia ini. Tolong maafkan aku ….”
Carina yang mendengar itu, lantas mengembuskan napas panjang, tidak bisa marah dan malah memeluk erat teman masa kecilnya itu. “Aku mengerti … sangat mengerti, tetapi kau tidak bisa melarangku untuk tetap khawatir, kan, Vincenzo?”
Perlahan, Vincenzo mengelus lembut rambut Carina, sembari menjawab, “Ya, aku tidak bisa melarangnya. Namun, aku akan berusaha agar kau tenang sesegera mungkin. Semuanya pasti akan baik-baik saja, karena kita sudah berjanji kalau kita akan terus bersama selamanya, kan?”
“Um ….”