Prolog
Hay, Assalammualaikum. perkenalkan namaku Ayu Rayisa, aku lebih suka di panggil Rayisa. usiaku sekarang delapan belas tahun aku murid kelas dua belas SMK.
Tahu kah kamu jika menjadi berbeda itu kurang menyenangkan, maski pun perbedaan yang kualami bukan hal yang buruk.
Sejak masih anak-anak teman-temanku sering meledek karena aku berbeda, sementara ibu selalu menyemangatiku agar tidak mengambil hati ucapan mereka.
Dengan tubuh tinggi langsing, berkulit putih, hidung mancung dan mata belo kata orang-orang aku mirip gadis dari timur tengah padahal kenyataannya aku berasal dari jawa tengah, kota Pekalongan tepatnya. Entah dari mana aku bisa memiliki garis wajah seperti ini padahal ibu dan bapakku biasa berwajah khas jawa, ketika ku tanya pada ibu, beliau bilang ini anugrah dari Yang Maha Kuasa, aku hanya bisa bilang Alhamdulillah ... Tapi jangan dikira wajah arabku ini selalu membawa anugrah pada diriku ya, karena justru sejak kecil aku kerap di buli. di kata-katain, 'arab nyasar, arab nyasar. kata teman-temanku'.
barulah setelah beranjak remaja ceritanya mulai berubah di saat anak baru gede mulai mengenal cinta monyet. mulai ada satu dua anak lelaki yang mendekatiku karena kecantikanku tapi itu juga membawa kesialan bagiku karena banyak anak gadis lain merasa cemburu dan aku mulai menerima buli'an lagi dan kali ini lebih parah, kadang aku di kerjai habis-habisan mulai dari melempar serangga ke tubuhku, di kunci di kamar mandi sekolah, sampai di lempar telur sepulang sekolah pun pernah aku alami.
Padahal niatku datang ke sekolah hanya untuk menuntut ilmu tanpa ingin menggoda cowok-cowok gebetan geng anak orang kaya seperti mereka.
Hal itulah yang membuatku takut di dekati lelaki, takut ada perempuan lain yang salah paham.
Bagiku bisa bersekolah saja sudah sangat beruntung, maka dari itu aku selalu fokus pada pelajaran. Tidak perkara lain salah satunya pacaran. Melihat ibu yang mati-matian mencari uang untuk biaya sekolah membuatku membulatkan tekad, aku harus sekolah yang benar, agar bisa menjadi orang sukses dan bisa membahagiakan Ibu, itulah cita-citaku terlebih aku adalah anak tunggal dan satu-satunya pula yang Ibu miliki karena bapak sudah lama meninggal, sejak aku kelas satu SMP.
Untuk biaya sekolah dan hidup kami sehari-hari Ibu bekerja menjadi pembantu rumah tangga, pergi pagi dan pulang menjelang malam, sedangkan aku tidak mau berdiam diri sebisa mungkin aku membantu Ibu mencari uang.
Untuk sedikit meringankan beban beratnya sepulang sekolah aku mengambil berbagai kue dan jajanan pasar pada Bu Ita tetanggaku untuk aku jual di alun-alun kota, walaupun hasilnya tidak seberapa, tapi setidaknya aku tidak perlu meminta uang kepada Ibu untuk ongkos sekolah dan keperluan membeli alat tulis lainnya.
Aku tidak malu, walau kadang bertemu teman sekolahku dan ada pula beberapa dari mereka yang mengejekku, yang terpenting bagiku aku tidak melakukan hal yang buruk, aku tidak mencuri dan aku juga tidak menjual kehormatanku, tetapi ada pula teman-teman yang berkata salut akan kegigihanku.
Aku bukannya tidak pernah merasakan jatuh cinta atau apalah itu namanya karena aku sendiri tidak yakin bagaimana rasanya jatuh cinta. saat masih di sekolah menengah pertama dulu, sempatlah beberapa kali merasa kagum pada teman lelaki, tapi perasaan itu hilang dan menguap seiring berjalannya waktu terlebih kalau sudah ada teman perempuan yang marah-marah melihat gebetannya melirik-lirik kearahku. hhmm ... dasar abege labil yang lagi jadi b***k cinta monyet!
Mengingat kejadian-kejadian itu membuatku senyum-senyum sendiri di sudut taman, jangan sampai ada yang mengiraku gila.
Sepertinya sekarang sudah malam, keranjang kue yang ada di sebelahku juga sudah kosong, sekarang adalah waktu yang tepat untuk pulang, memberikan uang hasil jualan pada Bu Ita lalu pulang ke rumah, makan, belajar lalu tidur.
Bersiap memulai hari esok, semoga hari esok akan selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya karena bagiku ini baru permulaan.