Setelah aku bisa menenangkan diriku aku memutuskan untuk keluar dari toilet. Tenang Giselle, tidak akan apa-apa kamu gak akan terjebak dengan si playboy itu. Aku nasihati sekaligus mengingatkan diriku untuk tidak terlibat dengan laki-laki bernama Christian.
Aku berjalan dengan berani menuju ruang kelasku. Dia pasti gak ikut kelas ini, lagian dia masih murid baru. Namun dugaanku salah, begitu aku masuk kelas dia ada disana. Duduk di baris tengah sedang tersenyum kearahku. Seolah dia sedang menungguku dari tadi. Kuedarkan pandangan untuk mencari tempat duduk, sialnya tempat yang tersisa cuma disebelah Chris. Mungkin aku bisa bertukar tempat dengan orang lain.
“kenapa kamu tidak segera duduk? Kelas akan segera dimulai,”
Ms. Hana ada dibelakangku dengan tatapan heran karena aku hanya berdiri saja. Kulihat dia masih menatap penuh kemenangan. Kita lihat siapa yang akan menyerah nanti, Chris. Aku duduk disampingnya. Niatku untuk bertukar tempat duduk gagal karena Ms.Hana keburu datang.
“apa kau udah mikirin tawaranku untuk jadi pacarku” bisik Chris sambil mendekatkan tubuhnya padaku.
“kamu gak akan rugi kalo jadi pacarku,” bisiknya lagi. Yang ada aku rugi besar, teriakku dalam hati. Kuabaikan saja dia yang terus berbisik. Kuanggap dia nyamuk yang lewat. Tiba-tiba sebuah tangan mendarat di pahaku, dekat dengan area pribadiku. Karena kaget, aku memukul meja dan melotot kearah Chris.
BRAK
“Giselle! Apa kau tidak suka dengan kelasku? Kenapa memukul meja? Kamu bisa keluar kelas dan mengulang tahun depan!” omel Ms.Hana.
“maaf Miss ada serangga di mejaku, jadi aku refleks memukul meja. Aku mohon biarkan aku disini aku gak mau mengulang kelas ini tahun depan,” ucapku meminta maaf
“jika ada yang membuat keributan lagi dikelasku seperti tadi silahkan keluar tanpa diminta,” tegas Ms. Hana pada semua mahasiwanya. Lalu beliau melanjutkan kembali materi yang terpotong karena ulahku.
Aku melirik Christian kesal. Yang dilirik malah menatap lurus kedepan tanpa dosa. Tanpa sadar, aku malah memandangi wajahnya dari samping. Tampak Chris seperti sedang menahan senyumnya.
“suka dengan apa yang kau lihat?” bisiknya tanpa melihat kearahku
Sadar dengan apa yang kulakukan, aku mengalihkan pandanganku. Berusaha kembali fokus pada kuliah Ms.Hana.
“gak perlu malu, ngaku aja,”
“bisa diem gak sih,” bisikku
Chris tiba-tiba menggenggam tangan kiriku. Aku berusaha menarik tanganku namun ia malah mengeratkan genggamannya. Tidak menyerah, aku terus meronta membebaskan tanganku.
“diam, atau Ms Hana akan marah” bisiknya
“lepasin tanganku dulu,”cicitku. Aku terus berusaha melepaskan tanganku, tapi malah tanganku yang semakin sakit. Aku menyerah, kubiarkan saja tanganku digenggamnya. Begitu aku menyerah dan tidak meronta, Chris menautkan jari-jarinya denganku. Aku membeku. Dadaku kembali bergemuruh. Kutatap tanganku yang ada di genggamannya.
“baiklah, sekarang kuberi kalian tugas kelompok dua orang. Tugas kalian berdasarkan materi yang sudah aku sampaikan barusan. Carilah pasangan kelompok kalian dan laporkan padaku dalam 10 menit,”
Suara Ms. Hana membuatku kaget. Aku harus mencari partner kelompokku. Beberapa orang, tepatnya perempuan, mendekati Chris untuk bisa menjadi partner kelompok. Aku melihat Choi Ara sedang celingukan mencari partner. Sebelum aku memanggil Ara, Chris mengangkat tangannya lebih dulu.
“Ms.Hana aku sudah menemukan partner kelompokku. Giselle,” ucap Jimin tiba-tiba.
“Christian dan Giselle.. sudah kutandai siapa selanjutnya,” sahut Ms.Hana
“Tunggu Ms Hana,, Chris bukan....” arrgh erangku. Chris menggenggam tanganku terlalu erat. Menggenggam tanganku seperti sedang meremas kaleng soda.
“ada yang ingin ditanyakan Giselle?” tanyanya sambil menaikkan kacanatanya
“tidak.... tapi..”
“oke semuanya, perhatian.” Ms.Hana memotong perkataanku. “karena tugas kali ini merupakan pengganti ujian, kuharap kalian mengerjakannya dengan baik. jika kalian menemui kendala, kalian bisa datang keruanganku. Tidak ada perubahan partner kelompok. Suka atau tidak, kalian yang memilih sendiri partner kalian. Kuberi waktu satu bulan untuk mengerjakannya. Ingat, kumpulkan tepat waktu.” Ucap Ms. Hana mengakhiri kelasnya.
Beberapa mahasiswa langsung mengikuti Ms.Hana keluar kelas,beberapa masih berada di kelas mendiskusikan tugas mereka. Juga beberapa perempuan yang tadi mengerubungi Chris, menatapku tak suka. Memangnya kalian pikir aku suka dengannya, batinku.
Hatiku mencelos begitu Ms. Hana bilang tak ada perubahan partner. Itu berarti selama sebulan dia akan terus menggangguku. Aku menutup mata dan menghela napas dengan kesal. Kenapa bisa begini, aku ingin sekali menangis. Ketika kubuka mata, Chris menatapku lekat. Deg. Degup jantungku kembali bergemuruh. Kami saling bertatapan selama beberapa detik. Tak sanggup menatap matanya lebih lama lagi, kualihkan pandanganku ke bawah. Bisa kurasakan pipiku memanas.
***
Aku menatapnya yang sedang memejamkan mata. Aku merasa dia terlihat sangat cantik ketika sedang memejamkan mata. Bibir pinknya yang sejak jadi menggodaku untuk kucium, kusesap. Dia membuka matanya dan menatapku. Mata hitamnya membuatku seperti terhisap kedalam lubang hitam tak berujung. Membuatku tersesat didalam matanya. Kulihat dia mulai merona, lalu menunduk memainkan jarinya. Sikapnya itu membuatku tesenyum geli.
“cantik sekali” bisikku pelan. Nyaris tak terdengar.
“kenapa kamu kayak gitu sih Chris” Tanyanya sambil menunduk.
“gitu gimana?
“kamu seenaknya jadi partner kelompokku,”
“kamu gak mau?”
“engga!”
“tapi aku mau. Ini kesempatanku untuk mendapatkanmu,” aku mengangkat tangannya yang masih kugenggam, lalu kucium. Dia melotot kaget. Ekspresinya sungguh membuatku tidak tahan. Aku ingin sekali merengkuhnya kedalam pelukanku.
“lepasin Chris!” pintanya. Kulepaskan tangannya. Begitu kulepaskan dia berlari keluar tanpa melihat kearahku. Aku terkekeh melihat tingkahnya yang menggemaskan. Ahh, my little Kitten.
***
Aku berlari meninggalkan ruang kelas. Aku merasa sangat gugup ketika dia mencium tanganku. Bahkan kecupannya masih terasa sangat panas. Jadi beginikah rasanya dicium seseorang? Meskipun ditanganku, tapi rasanya masih membekas. Bibirnya yang kenyal dan lembab. Bagaimana ya jika bibirnya mencium bibirku? Apakah rasanya sama? Haish kenapa aku malah berpikir m***m! Aku memukul-mukul kepalaku untuk menghilangkan pikiran kotor itu. Lebih baik aku pulang saja.
Sesampainya dirumah, ibuku langsung menghampiriku. Tidak memberiku waktu untuk istirahat dia langsung menanyaiku soal kencan kemarin.
“Giselle, bagaimana kencanmu dengan Rio kemarin?” tanya ibu sambil menarikku duduk di sofa.
“apa tidak ada obrolan lain selain kencan Bu?” ucapku agak kesal pada ibuku.
“kencan juga penting dalam hidup. Jadi gimana?”
“dia udah punya pacar bu,”
“benarkah? Tapi Hera gak bilang apa-apa kalau anaknya punya pacar,” ibuku heran
“ya udah masih ada kesempatan lain, masih banyak...”
“udahlah bu. Aku lapar nih” aku memotong ucapan ibuku. Jika aku tidak begitu ia pasti akan terus membicarakan calon teman kencanku
“baiklah ibu akan siap kan makan malam. Oh ya, kakakmu akan pulang dari Amerika besok”
“gak bohong kan bu?! Waah akhirnya kakakku pulang!” seruku sambil memeluk ibuku.
“aduh jangan begini, ibumu bisa sesak napas,” ucap ibuku megap-megap. Ups, aku memeluk terlalu erat. “maaf bu,” ucapku khawatir.
“gak apa-apa. Udah sana mandi dulu. Nanti ibu panggil kalau udah selesai masak ya,” sahut ibuku ambil beranjak ke dapur.
Aku langsung menuju kamarku diatas. Kurebahkan dulu tubuhku dikasur. Kupandangi kembali tangan kiriku yang tadi dicium Chris. bayang-bayang wajah Chris yang menatapku terputar di memoriku. Matanya, hidungnya, senyum dibibirnya. Bibirnya yang memberikan ciuman panas pada wanita. Tiba-tiba aku mengingat kejadian di perpustakaan. Aku bergidik sendiri mengingatnya. Lebih baik aku mandi dulu. Siapa tahu dengan mandi, bayangan Jimin juga ikut hilang dari ingatanku.***
Suara musik terdengar keras menghantam telinga. Beberapa orang bersenang-senang dengan menari di lantai dansa. Meliuk-liukan tubuh mereka dengan liar. Beberapa lagi duduk-duduk di bar sambil sesekali menggoda wanita yang datang. Chris duduk diapit dua wanita. Tampaknya dia cukup bersenang-senang.
“yo, gimana kampus barumu Chris?” tanya seseorang
“biasa saja,” sahutku datar
“mana Kevin?”
“kali ini dia tidak ikut. Ada urusan lain” jawabku
“hei, apa ada yang menarik di kampus?” tanya seseorang lagi
“hmm, aku baru melihat beberapa,” jawab Chris sambil berpikir
“gimana kalau kita bikin party di rumahmu? Kita undang beberapa wanita untuk kita bersenang-senang?”
“ide bagus. Kita adakan minggu depan di rumahku,” jawabnya parau. Wanita disampingnya terus menciumi lehernya, sedangkan tangannya perlahan menyentuh milik Chris. ia menarik rambut wanita itu lalu menciumnya ganas. Bibir yang saling melumat, lidah yang saling bertaut. Desahan-desahan keluar dari mulut mereka. Chris menghentikan ciumannya lalu menarik wanita itu ke salah satu ruangan VIP.
“sepertinya dia udah gak tahan,” ucap teman Jimin melihat kepergiannya yang terburu-buru. Mereka hanya tertawa sambil menyesap minuman beralkohol.
“kita juga harus bersenang-senang malam ini.” Semua mengangguk setuju, lalu sibuk dengan ‘kegiatan’ mereka masing-masing.
***
“aaah, kenyangnya....” ujarku sambil menepuk-nepuk perutku. Aku kembali menerjang kasurku. Kulihat ponselku berkelap-kelip menandakan ada notifkasi masuk.
Daniel
“hei” 20:18
Giselle
“hei juga Daniel”20:18
Tak lama setelah kubalas pesan Daniel. Ponselku berdering. Panggilan masuk dari Daniel. Langsung saja kugeser tombol hijau di layar ponselku.
"halo” sapaku
“hai Gis. Kamu lagi ngapain?” tanya suara diujung sana.
"aku baru saja makan malam. Kamu lagi apa?”
“lagi mikirin kamu”
“mulai deh gombalnya,”
“tapi kamu suka kan. Aku yakin kamu lagi senyum-senyum sendiri disana,” ucapnya yakin. Aku memang tersenyum. Tapi aku menolak mengakui.
“engga tuh” jawabku nahan ketawa.
“yaaah, gagal dong aku bikin kamu senyum” jawabnya dengan suara yang dibuat sok imut. Sontak aku tertawa mendengar suara imutnya.
“nah, nah kamu tertawa juga kan,” ucapnya senang
“suaramu, sok imut banget deh” ucapku masih sambil tertawa
“biarin yang penting aku bisa denger kamu tertawa. Enak dengernya”
Kami mengobrol banyak hal seputar kegiatan kuliah, kesukaan, film sampai hal yangb tidak penting sama sekali. Tak terasa waktu sudah jam 11 malam. Aku sudah merasa sangat mengantuk.
“Daniel, aku udah ngantuk nih”
“yaah kok ngantuk sih. Kan masih pingin ngobrol”
“besok lagi deh”
Ya udah, mimpi indah ya. I will mis....”
Tut. Sambungan telpon terputus
***
Ergh. Aku mengerang dalam tidurku. Kurasakan sinar matahari masuk ke jendela kamarku. Sepertinya semalam aku lupa menutup gorden. Teringat semalam aku mengobrol dengan Daniel lewat telpon. Kuraih ponselku dan ternyata ponselku mati. Apa ponselku mati sebelum mengucapkan selamat malam. Entahlah aku gak ingat.
“Bi Min...” aku memanggil Bi Min ujung tangga. “Bi Min bikinin aku cokelat panas dong,” pintaku sambil melangkah gontai ke dapur.
“Bi Min dan Ibu sepertinya sedang pergi” sahut seseorang. Aku kenal suara ini, segera kubalikkan badanku. Benar saja. Kakakku!
“Kak Arthur!” teriakku senang. Kuberlari kearahnya dan kupeluk erat. Lebih tepatnya menubruknya sih.
“ugh. Kamu makin berat ya, aku seperti diseruduk gajah” candanya sambil memelukku.
“aku gak berat. Kakak aja yang lemah,”
“gimana kehidupan kampusmu?”
“biasa aja Kak. Kakak sendiri di Amerika gimana? Kenapa jarang telpon aku? Omelku pada kakakku.
“apa kamu gak tau perbedaan waktu Amerika dan Korea?” ledeknya. “lagian pas aku telpon kamu udah tidur..” tambahnya.
“ya kan aku gak tau. Lagian kakak mau telpon gak kabarin sms dulu”
Tiba-tiba pintu terbuka menunjukkan wajah ibu dan Bi Min di belakangnya.
“ya ampun anakku!” teriak ibu histeris. Ia langsung memeluk kakakku. “kapan kamu sampainya?”
“sejam yang lalu bu"
“ya ampun kamu pasti lapar setelah perjalanan jauh. Bi Min tolong buatkan makanan untuk kami sarapan ya” pintanya pada Bi Min yang langsung meluncur ke dapur untuk memasak.
“Kak bagaimana ayah?” tanyaku. Ayahku adalah pebisnis yang sukses dan super sibuk. Dulu keluarga kami keluarga yang biasa saja. Tidak begitu kaya, tidak miskin juga. Usaha Ayah semakin berkembang dan mendapat kepercayaan yang besar. Karena itulah, perusahaan ayah membuka cabang dia Amerika.
“Ayah baik-baik saja. Sebenarnya ada tujuannya aku pulang” ucap kakakku sambil menatap ibu. Ibuku juga balas menatap kakakku heran.
“untuk di barter dengan Ibu,” jawabnya santai.
“APA!” teriakku dan ibu bersamaan.
“iya, Ayah mau Ibu disana karena ayah udah kangen banget sama ibu. Sedangkan aku disini mengurus cabang perusahaan Korea setelah aku lulus minggu depan. Aku dan ibu saling berpandang-pandangan.
***
Aku sekarang ada di kamarku. Setelah sarapan dan reuni antara ibu dan anak, perasaan ku jadi tak menentu. Aku senang kakakku pulang, tapi ibu akan pegi menyusul ayah. Aku senang kakak pulang, tapi ibu yang walaupun selalu membuatku kesal dengan kecerewetannya pergi dariku. Aku ingin keluargaku berkumpul kembali. Aku juga sangat berharap ayah segera pulang, agar kami lengkap sebagai keluarga empat orang
Tok tok tok
Pintuku diketuk dari luar. Membuyarkan lamunanku. “ya. Masuk saja” jawabku. Kepala kakakku menyembul dari balik pintu. “ ya kak kenapa?” tanyaku.
“kamu gak kuliah?”
“bentar lagi Kak, aku lagi siap-siap dulu”
“oke. Kakak anter ya”
“oke kak,” jawabku mantap.
Selama perjalanan, kakak terus bercerita kesehariannya di Amerika. Kakakku membayar utang waktu padaku karena selama dia di Amerika kami jarang sekali berkomunikasi bahkan nyaris tidak pernah. Kami sangat dekat sebagai saudara, begitu kakakku pergi ke Amerika untuk meneruskan pendidikannya. Aku menangis selama sebulan penuh.
“kak, apa ayah gak punya keinginan untuk pulang?” tanyaku tiba-tiba.
“kenapa gitu? Ayah kangen banget sama kamu sama ibu”
“tapi ayah gak pernah menelponku selama disana”
“seperti aku, kita terhalang zona waktu Giselle. Ayah selalu menanyakanmu lewat ibu” jawab kakakku sambil meliriku.
“gitu?”
“ya, aku tahu karena ayah selalu memandangi foto keluarga kita,” aku hanya terdiam.
“sabarlah Giselle. Akan kupastikan ayah pulang secepatnya” hibur kakakku
“masa sih? Coba suruh ayah pulang sekarang kak” godaku
“yee... ga sekarang juga kali! Tapi nanti. Tunggu aja yang sabar”
“iya-iya, becanda juga. Gak usah manyun gitu, senyum dooong” candaku sambil mencoba mencubit pipi kakakku.
“Hei!kakak lagi nyetir ya. Jangan becanda-becanda” omel kakakku. Tapi tak kuhiraukan. Kucubit dan kutarik pelan pipinya sambil tertawa senang. Sayangnya, kami harus kembali berpisah. Aku harus kuliah dulu, sedangkan kakakku harus ke kantornya.
“pulang jam berapa? Mau ku jemput nanti,” tanyanya dibalik kaca mobil.
“Belum tau kak. Nanti kukabari ya kalau mau dijemput”
“oke. Kakak pergi dulu. Dah!” ucapnya. Kubalas lambaian kakakku sambil tersenyum.
Sejak kakakku pulang, moodku semakin baik. kuberjalan sambil bersenandung kecil. Rasanya seperti dulu, saat kakakku selalu mengantar jemputku ke sekolah. Kuputarkan badanku kebelakang dan TADA! Daniel ternyata ada di belakangku dan tersenyum geli melihat tingkahku.
“sepertinya kamu seneng banget”
“iya dong! Hari terbaik!” ucapku senang sambil melebarkan kedua tanganku.
“jadi siapa?” tanyanya
“siapa apanya?” tanyaku balik
“yang tadi? Pacarmu ya?” tanyanya menyelidik.
Mendengar pertanyaannya membuat tawaku pecah. Aku tertawa terbahak-bahak. Daniel menatapku heran, lalu ikut tertawa walau sedikit canggung.
“kamu... hihihih, lucu banget sih” timpalku masih tertawa.
“jadi?” tanyanya penasaran.
“dia kakakku. Baru pulang dari Amerika,” jelasku
“oh. Kukira dia pacarmu. Soalnya kamu seneng banget sih,” ucapnya sambil tersenyum lebar. Perasaan lega melingkupi hatinya begitu tahu yang sebenarnya.
“emang keliatan deket banget ya?”
“iya, kalo kamu gak bilang dia itu kakakmu aku udah cemburu loh dari tadi” jujurnya.
“ih apa sih Daniel. Sok-sokan cemburu” ucapku bercanda sambil memukul-mukul lengannya. Daniel ikut tertawa dan tidak menolak pukulanku.
BRUK!Aku menabrak sesuatu.
“aww,” ringisku. Kuelus keningku yang terasa sakit. “Chris” ucapku ketika tahu siapa yang kutabrak. Kenapa badannya keras sekali.
Chris menatapku tajam. Kemudian pandangannya beralih pada Daniel. Ada pandangan tidak suka yang terpancar padanya. Begitu sebaliknya pada Daniel. Matanya beralih lagi menatapku sekilas, lalu berbalik pergi.
“apa-apaan sih dia. Pagi-pagi dah bikin badmood,” kesalku.
“kamu gak apa-apa?” ucapnya sambil mngelus keningku.
“sakit dikit sih. Badannya keras banget kayak batu,” rutukku
***
Aku berjalan menuju kampus bersama Kevin dan diikuti oleh beberapa orang perempuan dibelakangku. Dari kejauhan kudengar suara perempuan yang tertawa terbahak-bahak. Kulirik dengan malas, namun hal tersebut malah membuatku mematung. Giselle. Dia sedang tertawa bersama seorang lelaki disampingnya. Entah kenapa, ada perasaan aneh muncul. Aku tak suka dia bersama orang lain. dengan langkah cepat kuhampiri mereka.
“Chris, kau mau kemana?” tanya Kevin begitu melihat Chris berjalan terburu-buru.
Aku berdiri beberapa langkah di depannya. Tapi, dia malah gak sadar aku ada di depannya. Tch, kamu bikin aku kesal Giselle. BRUK! Lihat kan dia malah menabrakku. Kutatap tajam dia, lalu kualihkan tatapanku pada lelaki yang ada disebelahnya. Dia menatapku tak kalah tajam. Apa dia sedang menantangku,huh? Dia pikir aku takut padanya. Jangan harap. Kutatap kembali Yura untuk mengingatkannya. Kuharap dia mengerti arti tatapanku. Lalu aku pun pergi dari hadapan mereka berdua.
***
“Giselle!sini sini,” seru Anna sambil menepuk-nepuk kursi disebelahnya. Dia sepertinya sedang senang.
“ada apa nih? Seneng banget hadir di kelas Mr. Sebastian” godaku pada Anna
“sssh, jangan keras-keras dong!” ucap Yura panik sambil menutup mulutku. Aku terkekeh melihat kepanikannya. Aku tahu Anna menyukai asisten dosen Mr Sebastian. selain tampan dan juga pintar, umurnya juga gak beda jauh. Hanya berjarak empat tahun, ditambah lagi dia juga senior yang sedang mengambil gelar master.
“ciee, mana nih pujaan hatinya kok belum dateng,” godaku sambil menyikut lengannya.
“Giselle..” bisiknya sambil memohon. Dia balas menyikutku. Akhirnya kami malah saling sikut-sikutan.
“ehem” suara berdeham di belakang mengganggu kami. Kami berdua pun melihat kebelakang. Ternyata Chris dan Kevin. Kevin tersenyum lalu melambaikan tangan padaku dan Anna. Kami pun melakukan hal yang sama. Sedangkan Chris, tersenyum padaku. Aku hanya menatapnya sekilas lalu berbalik.
“hei, apa kalian ada acara sabtu ini?” tanya Kevin.
“kenapa?” jawab Anna dengan bertanya balik.
“kami akan membuat pesta di rumah Chris. kalian bisa ikut kan?” tanyanya
Aku dan Anna saling berpandangan penuh makna. Kami tahu maksud mereka mengadakan pesta, untuk mencari teman one night stand. Rio sudah mengingatkan kami soal ini. Dan benar saja, hal itu terjadi sekarang.
“maaf, aku gak bisa” jawabku cepat
“aku juga minta maaf,” Anna mengikutiku
“ayolah, semua teman-teman dikelas udah kuajak. Tinggal kalian berdua,” bujuknya pada kami.
“maafkan aku Kevin,” ucap Anna. Ia merasa tak enak pada Kevin. Tapi mengingat dia teman Chris, tentunya sifatnya tak jauh beda kan?
“udahlah Chris. Kita ajak aja Kak David sebagai gantinya mereka,” ucap Chris. mendengar nama David disebut. Anna langsung berbalik menatap Chris tajam
“kenapa kamu manggil Mr. Sebastian gak sopan. Dia dosenmu,” ucapnya tegas.
“Dia sepupu Kevin sekaligus teman kami” balasnya. Mata Anna terbelalak. Ia gak percaya dengan apa yang didengarnya. Aku hanya menyimak obrolan mereka sambil memperhatikan ekspresi Kevin dan Chris. mencari celah kebohongan mereka.
“jangan bohong,” ucap Anna tak percaya.
“aku gak bohong. Kevin bisa buktiin kok,” ucapnya sambil melirik Kevin. Kevin menjawabnya dengan sebuah anggukan.
Tak lama kemudian, Mr. Sebastian yang mereka tunggu pun datang.
“Oh! Kak David! Dari mana saja. Kenapa lama sekali,” ucap Kevin sambil pura-pura marah. Seisi kelas melihat ke arah Kevin..
“hei, Kevin! Aku dosenmu sekarang, bersikaplah sopan. Kamu boleh panggil aku kakak diluar kelas” ucapnya menegur Kevin.
Kami kembali melihat kearah Taehyung. Masih tidak bisa percaya dia dan Mr. Sebastian ada hubungan saudara.
“gimana? Kalian percaya kan? Mau ikut pesta kami?” ujarnya sambil tersenyum.
Aku hanya terdiam melihat kearah Anna. Tersirat keraguan dari wajahnya. Aku tahu Anna sangat menyukai Mr. Sebastian. Apapun hal yang berkaitan dengannya, Anna selalu mengikutinya.
“aku... gak tau,” ucapnya ragu. Kemudian dia menatapku seakan minta tolong. Aku menelan ludahku. Aku tau maksud tatapannya, ia ingin aku ikut ke pesta itu. Jika aku ikut, itu berarti aku kembali bertemu dengan Chris.
Tapi disisi lain, aku ingin sekali ikut. Aku ingin tahu kehidupan seperti apa yang dijalani Christian Pranatya. Disisi lain, aku merasa takut. Aku takut apa yang dikatakan teman-temanku soal Chris yang playboy, sering melakukan hubungan seks dengan banyak wanita itu adalah fakta. Kenapa aku memikirkan ini semua. Kenapa Chris yang ada di pikiranku?
Tanpa Giselle sadari, Chris yang duduk dibelakangnya memperhatikannya. Memperhatikannmu yang sedang tertunduk tanpa memperhatikan materi kuliah seperti biasanya. Apa yang sedang dia pikirkan sampai seperti itu?