Hubungan Timbal Balik Versi Abi

1140 Kata
Saat ini, Abi, Ace dan Gino sedang bersantai di warung samping SMA Cendekia. Begitulah rutinitas mereka bertiga setelah jam sekolah usai. Abi memainkan jemarinya di layar iPhone yang baru dibelikan Tante Mella dua hari lalu. Ini adalah hadiah untuk Abi karena sudah menemani Tante Mella arisan dan jalan-jalan ke mall. Kening Ace mengerut saat melihat Abi senyum-senyum sendiri menatap layar ponselnya. “Kenapa lo, Ab?” “Kenapa apanya?” jawab Abi tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel. “Senyam-senyum sendiri?” “Oh, ini.” Abi menunjukan isi percakapannya pada Ace. “Nanti malam, Tante Ana ngajakin gue dinner.” Ace bergidik ngeri. “Selera lo aneh banget. Jangan-jangan lo udah nggak perjaka lagi?!” Tawa kencang Abi terdengar menggema di segala sudut warung. “Lo pikir sendiri saja, Ace.” Setelah menguasai tawanya, Abi bangkit. “Gue cabut dulu.” Lebih dulu Abi membayar harga rokok dan kopi yang diminumnya pada Nenek Siti. Vespa butut berwarna coklat terparkir manis di depan warung. Abi memasang helm dan segera melajukan motornya setelah melambai pada Ace dan Gino. Jarak dari warung dekat sekolah ke kostnya membutuhkan waktu dua puluh lima menit saja. Abi mengernyitkan kening saat melihat mobil mewah terparkir di depan kostnya. Apa Tante Ana sudah datang? Tapi, mereka berjanji untuk bertemu langsung di restoran yang sudah Tante Ana tentukan. Lalu, itu mobil siapa? Apa mobil Tante Desi, Tante Fani, atau Tante Mella? Dari pada menebak-nebak sendiri, bergegas Abi memarkirkan motor vespanya di samping mobil BMW 520i Luxury Line. Di teras kost, Abi juga melihat cewek berseragam SMA Cendekia sedang mengintip kaca kostnya. Dari bentuk tubuh yang mungil itu, Abi juga tidak mengenalinya. “Ngapain ngintip kost gue? Mau maling, ya?!” Cewek di depannya terperanjat kaget dan segera menoleh. “Yaampun, Kak Abi! Ngagetin Ami aja!” Si Mungil ini lagi? “Jadi ngapain lo?” “Eh, anu ...” Ami salah tingkah ditatap intens seperti itu. “A-Ami cuma pengen tau tempat tinggal Kak Abi.” “Dari mana lo tau nama dan tempat tinggal gue?” “Ami tau dari Kak Ace dan Pak Kepala Sekolah.” “Kalau sudah tau mau apa? Mau ngasih gue uang?” Mata Abi menyipit, Abi bersidekap sambil memandangi gadis yang merona di depannya ini. Sungguh, Abi tidak menyukai gadis polos, seleranya itu wanita dewasa, bukan yang mungil-mungil gemes. “Apa Kak Abi sangat menyukai uang?” Ami balik bertanya, kemudian meremas kedua tangannya dengan cemas. “Bukan hanya uang, gue juga suka wanita dewasa dan seksi.” “Kalau Ami bagaimana? Apa Ami nggak menarik?” Mata Abi memindai Ami dari atas kepala sampai ujung kaki. “Lo terlalu datar buat gue.” “Tapi Ami suka Kak Abi. Kalau nggak jadi pacar, jadi teman boleh?” Sesaat Abi berpikir sambil mengusap dagu. Kepalanya menoleh ke arah mobil dan Ami bergantian, lalu seringai muncul di  bibir. “Boleh-boleh saja, tapi lo harus nurutin permintaan gue.” Tanpa berpikir, Ami langsung mengangguk. “Apa itu, Kak?” “Tiap hari lo harus bawain bekal buat gue, harus ada kalau gue panggil, harus ngasih uang kalau gue minta, harus mau kalau gue suruh bersihin kost, harus ngurusin gue kalau sakit, harus hibur kalau gue sedih ...” Ami ternganga mendengar persayaratan Abi yang begitu panjang. Cepat-cepat Ami memotong kata-kata Abi sebelum lebih panjang lagi. “Sebanyak itu?” “Tidak terima pertanyaan! Jawabannya hanya dua, ya atau tidak?” Mendengar nada tegas Abi, Ami langsung gelagapan. “Y-ya! Ami setuju!” “Anak pintar.” Abi langsung menepuk puncak kepala Ami layaknya menepuk kepala kucing. Dalam hati Abi tertawa lebar dan mengatakan Ami gadis yang bodoh. Mau-mau saja dimanfaatkan. “Kesepakatan kita dimulai dari besok. Sekarang lo pulang, gue mau istrirahat.” “Siap, Kak Abi!” Ami mengacungkan jari jempol dengan senyuman yang tidak luntur di bibirnya. Segera Ami memasuki mobil, yang di mana sopirnya sudah menunggu dari satu setengah jam yang lalu. Sedikit Ami menurunkan kaca mobil dan melambaikan tangan pada Abi. “Dadah, Kakak. Sampai ketemu besok di sekolah.” Abi balas melambai, tapi lambaian mengusir. Saat mobil sudah menghilang, tawa yang tadi Abi tahan langsung pecah begitu saja. “Dasar gadis bodoh yang bodohnya keterlaluan banget!” *** Seperti janjinya dengan Tante Ana, Abi memasuki restoran Perancis. Matanya mengedar ke segala penjuru dan berhenti saat melihat wanita anggun melambaikan tangan padanya. Abi berjalan mendekat, sebelum duduk, Abi mengecup punggung tangan Tante Ana sambil tersenyum menggoda. “Selamat malam, Tan. Seperti biasa, cantik dan seksi.” “Bisa aja kamu, Bi. Seandainya suami Tante seperti kamu, pasti Tante nggak akan kesepian.” “Malam ini, anggap saja Abi suami Tante.” Tante Ana mengusap tangan Abi dengan gerakan halus. “Tanpa kamu suruh, Boy.” Obrolan mereka terhenti saat pelayan datang menyerahkan daftar menu. Abi membolak-balik buku menu sambil melotot, harganya fantastic baby. “Pilih saja semau kamu, Bi. Jangan sungkan sama Tante.”  “Iya, Tante.” Abi tersenyum sebentar kepada wanita itu, lalu Abi menunduk lagi. Matanya tertuju pada menu yang paling mahal dan langsung menyebutkannya pada pelayan restoran. Setelah pelayan pergi, tangan Abi kembali ditarik Tante Ana. Wanita itu mengelus dan menggoda Abi. “Setelah makan, kita bersenang-senang, Boy.” “Dengan senang hati, my queen.” Tanpa sungkan, Abi mencubit hidung Tante Ana. Dua orang pelayan datang membawa pesanan mereka, keduanya bergidik geli menatap Abi. Tapi Abi tidak peduli, selagi Abi diuntungkan, kenapa tidak? Mereka menikmati makan malam diselingi obrolan kecil, sesekali Abi mengunyah sambil melemparkan gombalan pada Tante Ana. Wanita itu balas mengerling genit pada Abi. Perempuan mana saja mudah tergoda dengan wajah Abi, baik itu yang tua maupun anak-anak sekalipun. Dan dengan sekali kedip mata, Abi bisa mendapatkan uang banyak dari mereka, apalagi jika dia memberikan servis lebih. Tapi Abi bukan gigolo, Abi jauh lebih baik daripada kata itu. Selesai makan malam, Abi dan Tante Ana pergi ke club. Abi menemani wanita itu minum. Tante Ana menyewa ruang VIP hanya untuk berduaan dengan Abi, juga ada dua botol red wine bersama mereka. “Jadi, kenapa Tante kesepian?” tanya Abi sambil menuangkan wine ke gelas tinggi Tante Ana. “Suami Tante gila kerja, pergi pagi pulang malam. Bahkan menyentuh Tante jarang sekali, Tante kesepian, Bi. Tante ingin memiliki seorang anak, tapi suami Tante tidak peka, dia hanya memenuhi materi Tante tapi tidak untuk kebutuhan batin.” Berkali-kali Tante Ana meneguk wine-nya sampai tandas. Dengan senang hati Abi menuangnya kembali, sampai satu botol wine isinya tinggal sedikit dan Tante Ana mulai mabuk. “Kenapa nggak dibicarakan sama suami Tante? Abi yakin, kalau Tante mau ngomong, pasti suami Tante akan mengerti dan lebih perhatian pada Tante.” “Begitukah?” “Iya, Tante. Dalam rumah tangga, komunikasi itu sangat dibutuhkan. Kalau Tante memendam sendiri, maka hubungan yang kalian buat nggak akan berhasil.” Abi menatap Tante Ana, Wajah wanita itu sudah memerah, Abi berhenti menuangkan wine dan membantu menopang tubuh Tante Ana, membawanya keluar dari club menuju parkiran mobil. “Terima kasih, Bi,” kata Tante Ana disela-sela racauannya. “Sama-sama, Tante.” Setelah mendudukkan Tante Ana di jok penumpang, Abi menutup pintu mobil dan langsung menyerahkan kuci mobil pada sopir pengganti yang Abi pesan sebelumnya. “Antarkan Tante Ana ke rumahnya. Kalau lo apa-apain atau berbuat sesuatu yang buruk padanya, maka wajah lo nggak akan berbentuk lagi!” “Oke, Ab.” Tentu si sopir sudah tahu seperti apa seorang Abi. Dengan cepat dia masuk ke mobil dan menjalankan mobil dengan pelan dan hati-hati. Setelah mobil itu menghilang dari pandangannya, kini giliran Abi yang pulang. Perlahan kakinya melangkah menjauhi club itu. Yah, selain berkencan dengan tante-tante, Abi juga sering dijadikan tempat curhat mereka dan dengan senang hati Abi memberikan solusi. Itu yang dinamakan hubungan timbal balik, mereka dapat solusi dan Abi dapat uang. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN