Pagi menjelang, alarm di ponsel Nadine berbunyi, menunjukkan pukul enam. Perlahan ia mulai menggeliat, meregangkan otot-otot di tubuhnya yang terasa jauh lebih ringan. Netranya pelan-pelan mulai terbuka. Pemandangan sofa yang biasa ia gunakan untuk merebahkan tubuhnya terlihat jelas di depan matanya. "Itu kan tempat tidurku?" Lirihnya masih berusaha mengumpulkan kepingan-kepingan nyawanya yang belum menyatu. Sontak matanya langsung melotot, ia seketika bangun dari tidurnya, menengok ke kanan dan kiri. "Kok aku bisa ada di sini sih? Perasaan semalem aku tidur di sofa situ." Ucapnya panik. Lalu tiba-tiba, matanya membulat, mulutnya juga menganga. "Astaga!" Serunya. Nadine membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Ia takut terjadi sesuatu seperti malam itu. "Alhamdulillah! Bajuku masih aku p