3. Pelanggan VVIP

1547 Kata
Dengan raut wajah yang terlihat kesal, Ethan berjalan keluar dari sel tahanannya karena ada seseorang yang datang untuknya. Ethan tidak peduli siapa yang datang karena tidak mungkin orang itu adalah Gianna. Kalau saja memang Gianna yang datang, maka Ethan akan menghajar wanita itu tidak peduli di mana dirinya berada saat ini. Ethan duduk di tempat yang sudah disiapkan dan ia terkejut melihat Risa ada di depannya. Ethan tentu saja mengenal Risa, bahkan sudah pernah tidur dengannya tanpa sepengetahuan Gianna, sebab saat itu Ethan menganggap Risa sebagai p*****r yang bisa ia tiduri. Risa sebenarnya cukup menarik, tetapi tubuh Gianna tetaplah yang terbaik. "Kenapa kau datang ke sini? Kau pasti sudah mendengar cerita dari Gianna, kan? Apa kau ingin memakiku setelah mendengar cerita Gianna?" ujar Ethan. "Tidak bukan itu, tapi aku khawatir denganmu." "Apa?" Ethan tidak percaya dengan apa yang baru saja dengar. "Kenapa kau harus bertindak sejauh itu untuk Gianna? Apa kau sangat mencintainya?" Ethan menatap lekat Risa, lalu menunduk sedikit dan menarik salah satu sudut bibirnya. Ethan melihat sesuatu yang bisa dimanfaatkan dari Risa. Ketika sahabat Gianna lebih khawatir pada mantan pacar yang telah menyakitinya, maka bukankah sudah jelas arti dari semua itu? "Tidak juga. Aku hanya–" "Gianna juga melakukan pekerjaan yang sama denganku. Dia bukan hanya seorang pelayan, tapi juga seorang wanita malam." Ethan tidak terlihat terkejut mendengar ucapan Risa. Tentu saja karena Ethan sudah tahu tentang hal itu. Memangnya siapa Gianna dan Risa sampai menyembunyikan hal itu darinya ketika ia sendiri menjadi salah satu penikmat hiburan seperti itu? Ethan diam karena pekerjaan baru Gianna bisa membuatnya memiliki uang lebih dan ia bisa mendapatkannya juga, tetapi sialnya sekarang Gianna malah meminta putus darinya. Uang dan obsesinya pada Gianna membuat Ethan tidak akan pernah bisa menerima kenyataan bahwa Gianna memilih pergi darinya. "Aku menyembunyikannya darimu atas permintaan Gianna, tapi sekarang, aku pikir kau harus mengetahuinya," ucap Risa lagi. "Gianna adalah sahabatmu, lalu kenapa kau mengkhianatinya dengan mengatakan hal itu padaku?" tanya Ethan. "Karena aku menyukaimu." Ethan diam-diam kembali menaikkan salah satu sudut bibirnya. Ethan tidak pernah menduga jika dirinya bisa semenarik itu di mata Risa, apalagi sepertinya Risa adalah wanita yang cukup polos untuk masalah percintaan. Jadi, Ethan berpikir bisa memanfaatkannya. *** Gaun merah berbahan beludru dengan belahan dari paha atas sampai mata kaki itu melekat sempurna di tubuh ramping Gianna. Bagian atasnya pun cukup terbuka sampai memperlihatkan belahan dadanya. Itu adalah pakaian paling sempurna yang Gianna dapatkan untuk pekerjaannya malam ini. Sudah beberapa hari berlalu setelah ia mendapatkan luka di tubuhnya, jadi lukanya sudah sembuh dan Gianna bisa lebih percaya diri untuk mendapatkan banyak uang. Malam ini, Gianna mendapatkan panggilan untuk mendampingi beberapa pria kaya yang sedang mengadakan pesta di sebuah klub malam ternama di kota itu. Ada banyak ikan besar, pikir Gianna, maka ia akan berusaha lebih keras lagi. "Saatnya pergi," ucap Gianna pada dirinya sendiri setelah ia memakai sepatu yang tepat untuk melengkapi penampilannya. Gianna meraih tas serta ponselnya, tetapi saat akan pergi, ia mendapatkan sebuah pesan singkat dari seseorang. Bibi Yuna: Obat dan kebutuhan nenekmu akan segera habis. Jadi, secepatnya kirimkan uang, ya! Gianna: Akan aku kirimkan besok. Setelah mengirimkan balasan pesan, Gianna pun lalu pergi bekerja. *** Dylan yang selama ini terkenal sebagai sosok yang jarang pergi ke pesta atau hanya untuk sekadar minum bersama rekan bisnisnya, kini tiba-tiba mengadakan pesta dengan menyewa satu klub malam untuk semalaman penuh. Tidak hanya ada teman-temannya, tetapi Dylan juga memanggil beberapa wanita dari rumah p*****r terbaik. Dylan merasa itu bisa meredakan kesedihannya. Jadi, ia sengaja melakukan hal itu. Dentingan gelas, suara musik, dan percakapan antar manusia bercampur jadi satu. Aroma asap rokok dan minuman beralkohol begitu menyengat di tempat itu sampai membuat kepala Henry terasa berdenyut. Itu bukanlah sosok Dylan yang Henry kenal, tetapi ia juga tidak bisa melakukan apa pun. Henry akhirnya memilih untuk pergi karena tidak kuat dengan suasana di tempat itu. Sorakan dan tepuk tangan terdengar ketika Dylan berhasil menenggak satu gelas besar minuman hasil dari permainan yang dilakukan bersama teman-temannya. Satu persatu pria itu mulai mendekati wanita yang ada di sana, bahkan sudah ada yg berciuman panas di atas sofa panjang, bersebelahan dengan pasangan lain yang sudah menjadi lebih panas dan liar. Sementara Dylan duduk sendirian di sebuah sofa tunggal. Beberapa wanita coba mendekati Dylan. Namun, pria itu belum menunjukkan ketertarikannya. Sampai akhirnya, mata Dylan menangkap sosok wanita yang baru saja datang. "Gianna?" gumam Dylan yang saat ini sudah mulai mabuk. "Kau terlambat datang. Jadi, bekerjalah lebih keras agar pelanggan VVIP itu tidak kecewa." Seorang wanita berusia 40 tahunan bicara dengan nada tegas pada Gianna sebelum pergi meninggalkannya. Gianna pun menghela napas sebelum akhirnya masuk ke dalam lingkaran pesta itu. Gianna terlambat karena taksi yang ia naiki terjebak macet. Maka itulah, ia harus menerima beberapa kalimat pedas dari wanita yang memanggilnya untuk pekerjaan malam ini. Pesta itu tertutup untuk orang asing dan yang mengikuti pesta hanyalah teman laki-lakinya. Jadi, Dylan sudah bisa menebak apa alasan Gianna datang ke tempat itu. Pandangan Dylan pun tak teralihkan, terus menatap Gianna hingga pandangan mereka saling bertemu. Namun, Dylan tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, hanya terdiam dan terus menatap Gianna. "Dylan? Apa dia ...." Gianna bergumam. "Hei, kemarilah!" Dylan akhirnya memanggil Gianna, lalu menepuk-nepuk pegangan samping sofa tempat duduknya sebagai tanda agar Gianna duduk di sana. Gianna masih sangat kesal setelah dipertemuan terakhir Dylan sempat menuduhnya mencuri jam tangan miliknya. Namun, Gianna sadar jika saat ini ia sedang bekerja. Dengan terpaksa karena tak punya pilihan lain, Gianna mau tidak mau menghampiri dan duduk di tempat yang Dylan minta. Semua ia lakukan demi bisa mendapatkan uang untuk sang nenek. "Jadi, ini pekerjaanmu? Apa kau mencoba menjebakku di pertemuan pertama kita? Karena itulah aku sampai ada di rumahmu, tapi aku tidak membawa cukup uang saat itu. Jadi, kau tidak mau tidur denganku," ucap Dylan sembari meraba paha Gianna yang terlihat karena belahan gaunnya. Gianna tampak kesal, bahkan tangannya sampai mengepal karena mendengar semua tuduhan itu. Namun, dengan cepat ia menghela napas untuk meredakan kemarahannya. Mau bagaimanapun, Dylan adalah pelanggannya saat ini. Jadi, ia tidak boleh berkata kasar, apalagi sampai menampar atau memukul Dylan. "Kau tidak mengingatnya. Jadi, percuma saja jika aku ceritakan. Bagaimana jika kau minum lagi?" Gianna mengambilkan minuman untuk Dylan, lalu kembali duduk di tempatnya tadi sembari menyodorkan minuman itu pada Dylan. "Pesta ini untuk perayaan apa?" "Perayaan atas kesengsaraanku," jawab Dylan, lalu meletakan gelasnya di atas meja setelah menenggak habis minuman yang disuguhkan Gianna. "Apa?" Gianna dibuat bingung oleh jawaban Dylan. "Yang ini cukup menarik. Apa aku bisa bersamanya?" ujar seorang pria yang merupakan salah satu teman Dylan dalam pesta itu. Tentu saja yang pria itu sebut menarik adalah Gianna. "Yang ini milikku. Kau cari yang lain saja!" Dylan bicara sembari memegang tangan Gianna dengan begitu erat. Pria dengan kemeja berwarna navy itu pun tersenyum, lalu menganggukkan kepala. "Baiklah. Kau sedang patah hati. Jadi, aku akan mengalah padamu. Lupakan saja wanita itu, untuk apa menangisi orang sepertinya? Masih ada banyak wanita dan kau bisa mendapatkan wanita manapun yang kau inginkan," ucap pria itu, kemudian pergi untuk mencari wanita lainnya. "Apa sepenting itu baginya untuk bicara tentang keadaanku? Benar-benar, Berengsek!" kesal Dylan. "Apa kau sedang patah hati?" "Apa pentingnya bagimu mengetahui kisahku? Kau tidak akan mendapatkan uang jika terus bertanya hal tidak penting seperti itu." Gianna lagi-lagi harus mengepalkan tangan, menahan amarah yang kembali menguasai dirinya. Ia benar-benar membenci situasi di mana harus bersikap seolah menjadi anak anjing yang penurut demi mendapatkan uang. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Mau tidak mau, ia harus tetap melakukannya agar mendapatkan uang untuk pengobatan sang nenek. Gianna bisa kehilangan apa pun, kecuali neneknya. "Maaf, aku tidak akan membahasnya lagi." Gianna tersenyum pada Dylan, kemudian memberikan ciuman singkat di bibir pria itu. Dylan yang sejak tadi menolak sentuhan dari setiap wanita yang mendekatinya, kini menerima ciuman Gianna dengan senang hati. Dylan bahkan sampai menarik tubuh Gianna dan membuat wanita itu duduk di atas pangkuannya. Tangan Dylan memegang erat pinggang Gianna, sebelum akhirnya salah satu tangan Dylan masuk ke dalam belahan gaun panjang, lalu menyapa titik sensitif Gianna dengan begitu lembut menggunakan jari-jari tangannya. Dylan menurunkan kepalanya ke d**a Gianna yang begitu menarik perhatiannya. Dylan juga memberikan kecupan pada belahan d**a Gianna yang terlihat jelas di depan matanya. Sementara tangan Dylan kini mulai merogoh saku celananya dan mengeluarkan sejumlah uang yang langsung ia tunjukkan pada Gianna. "Ini uang lebih jika kau bisa memuaskanku," ucap Dylan, masih dengan menunjukkan beberapa lembar uang yang jumlahnya cukup banyak pada Gianna. "Tentu saja, aku pasti akan memuaskanmu." Gianna tersenyum seolah masalahnya tentang uang selesai dalam sekejap. Gianna pun mengambil uang dari tangan Dylan, kemudian ia ditarik keluar dari ruangan pesta. Dylan membawa Gianna ke lantai paling atas di mana terdapat sebuah kamar yang memang tersedia untuk para penyewa. Dylan pun menutup pintu dengan terburu-buru, kemudian mencium bibir Gianna dengan penuh nafsu. Gianna bahkan sampai kesulitan menghadapi Dylan yang begitu agresif menciumnya. Entah wanita mana yang meninggalkan Dylan hingga membuatnya seperti sekarang ini. Namun, Gianna senang karena ia bisa mendapatkan uang lebih banyak dari biasanya. Dylan mengangkat tubuh Gianna dan membawanya ke atas ranjang. Dengan perlahan, Dylan mulai merebahkan tubuh Gianna di sana, kemudian kembali mencium bibir ranum Gianna yang membuat hasratnya kian meledak. Bibir Dylan kini mendekati telinga Gianna dan berbisik, "Kau terlihat sangat cantik dengan gaun ini, tapi kau akan lebih cantik jika tidak memakai apa-apa," ucapnya sembari menurunkan tali gaun Gianna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN