Ethan menghempas kasar tubuh mungil Andrea di atas ranjang, Andrea meringis menahan sakit akibat perlakuan buruk Ethan.
"Ethan, apa yang kau lakukan?" rintihnya, ia melihat lelaki itu mengikat kedua lengannya ke kepala ranjang tanpa memperdulikan protesnya.
Krek!
Mata Andrea terbelalak, Ethan baru saja merobek gaun mahal itu di bagian d**a. Hingga butiran berlian membanjiri ranjang dan sebagian jatuh ke bawah.
Mata Ethan menggelap, ia tidak dapat mengontrol emosinya sendiri semenjak kehadiran pacar kurus Andrea. Dadanya bergemuruh, ia membuka jas dan kemeja yang serasa menyekik lehernya tersebut. Memperlihatkan kotak-kotak yang ada di perut keras itu.
Ethan menyiapkan dirinya diatas Andrea, sementara gadis itu berdoa agar tubuhnya tidak terlalu perih tanpa melakukan foreplay yang biasa mereka lakukan.
"apa ini?" mata Ethan menyipit, melihat kilauan benda mungil yang menghiasi jemari manisnya. Begitupun dengan Andrea, gadis itu terbelalak. Takut pria itu akan murka dan membuat kesimpulan yang salah.
"ini tidak seperti yang kau kira, Ethan-" Ethan menyumpal mulut gadis itu dengan dasinya, hingga Andrea kesulitan berbicara untuk menjelaskan.
Andrea meringis, setelah dengan kasar Ethan menarik logam berwarna putih itu dari jarinya. Ia meneliti cincin itu, menggenggam dengan kuat sehingga urat-uratnya tercetak dengan jelas di tangannya. Dadanya bergemuruh menahan amarah, sementara Andrea menggeliat mencoba melepaskan ikatan di tangannya guna memberi penjelasan kepada pria itu namun tak kunjung terlepas.
"kau memang jalang, kau datang ke kediamanku hanya untuk mendapat kepuasan sementara ada seseorang di luar sana yang menunggumu!" cecar Ethan, ia memiringkan kepala, Andrea hanya mampu menggeleng lemah di bawah kukungan tubuh pria itu tanpa dapat berbicara.
"akan ku tunjukan padamu seperti apa itu kepuasan." mata Ethan menyipit, terpancar jelas sisi jahat dari seorang Ethan Keys.
Hingga akhirnya, air mata yang sedari tadi ia tahan meluncur membasahi wajah tirusnya. Secara brutal, keras dan emosional, Ethan menungganginya seperti tidak ada lagi rasa kasih sayang.
Kamar hotel dengan segala fasilitas mewah itu hanya dihiasi suara geraman Ethan dan rintihan pilu Andrea, yang menahan ngilu di selangkangannya.
...
"aku bilang makan, Andrea!" gadis itu hanya melihat makanan tanpa berniat menyentuhnya, wajah suram dan rambut kusut akibat perbuatan pria itu membuat nafsu makannya hilang.
"i'm not your pet!" cecar Andrea.
"nyatanya aku bisa membuatmu seperti itu." balas Ethan sambil menyeruput kopi paginya.
Brak!
Ethan menarik lengan Andrea setelah gadis itu menggebrak meja dan beranjak pergi.
"listen Ethan! Jika kau berpikir aku seperti submissive mu yang lain kau salah besar, walau aku jatuh cinta pada dirimu sekalipun aku tidak akan pernah tunduk padamu!!!" bentak Andrea tepat di wajah pria itu, membuatnya terdiam tanpa melepaskan jemarinya di lengan gadis itu.
Nafas Ethan memburu, hanya deru nafas keduanya yang mengisi ruangan makan tersebut.
Andrea hampir menjatuhkan air matanya, ia mengerti ini semua hanya sebuah kesalahpahaman. Dirinyapun akan berlaku sama jika melihat sebuah cincin pernikahan melingkar di jemari pria itu, yang sayangnya belum sempat Andrea jelaskan.
"cincin itu adalah... Pemberian Daddy!" ucap Andrea sembari terisak, mencoba menghapus kasar bulir bening di wajahnya.
"cincin pernikahannya, yang ia beri beberapa bulan yang lalu tepat di hari ulang tahunku." tambah Andrea menjelaskan.
...
Ethan duduk di ruangan kerjanya, gadis itu telah kembali ke apartemennya yang katanya melanjutkan tugas kuliahnya.
Ethan mengamati dengan teliti cincin yang tak terlihat pudar sedikitpun, berkilau dibalik sinar matahari, terlihat sepasang nama jika ia melihat lebih jeli lagi. Entah mengapa, benda mungil itu mengingatkannya pada sesuatu...
"cincin Arthur?" gumamnya heran.
...
Andrea memperhatikan jalanan kota Manhattan lewat kaca jendela, kota yang telah lama ia tinggalkan menyimpan sejuta kenangan tentang kegilaannya dengan Ethan dulu.
Pria itu masih berfokus pada setir kemudi, tak menghiraukan gadis yang sudah seminggu ini ia diamkan. Andrea memutuskan untuk kembali ke kota asalnya sebelum acara kelulusan, namun Ethan tidak mengizinkan gadis itu pergi sejengkalpun darinya.
Hingga pada akhirnya, Andrea mengikuti kemanapun pria itu pergi. Kembali ke Manhattan setelah urusan bisnisnya selesai di London.
"terlalu bodoh untuk gadis yang menyelesaikan studinya hanya dalam kurun waktu satu tahun." cecar Ethan sembari mengaitkan kancing kemeja paling atas gadis itu ketika tiba di rumah Ethan, memperlihatkan belahan d**a yang sangat menggiurkan bagi siapapun yang melihatnya.
Andrea hanya memutar malas kedua bola matanya, kian hari pria yang sudah berumur itu makin protektif pada dirinya. Misalkan saja, ia tidak diperbolehkan kemanapun jika bukan Ethan yang mengantar.
Andrea menghela nafas kasar, ia dapat membayangkan hari-harinya pasti akan membosankan selama berada di rumah besar ini.
Ia berkeliling disetiap sudut rumah, memasuki satu-persatu ruangan yang tak terhitung jumlahnya itu, ruangan kosong yang hanya berisi perabotan antik dan mahal. Andrea memasuki ruang tidur, tempat dimana dirinya dan Ethan akan tidur bersama.
Oh, jangan bermimpi jika ia membiarkanmu tidur di kamar yang berbeda. Batin Andrea setelah melihat lelaki itu mengangkut seluruh koper miliknya ke dalam ruangan tersebut.
Makan malam dengan diam, adalah rutinitas mereka belakangan ini. Andrea yang terlalu menikmati makan malamnya dan Ethan yang seakan tidak perduli dengan apapun. Andrea sempat berpikir, apa yang terjadi dengan pria itu? Jika memang dirinya tak lagi dibutuhkan mengapa dia tidak membiarkan Andrea pergi.
"aku akan mengunjungi Jane besok pagi." akhirnya gadis itu membuka suara, pada awalnya ia sama sekali tidak berniat pergi kemanapun. Ia hanya ingin mendengar tanggapan dari pria itu, dan lagi... Suara berat yang sangat Andrea rindukan.
"tidak!" tanpa ada basa-basi atau sekedar bicarapun, kalimat ketus itu meluncur begitu saja di bibir seksi yang saat ini sedang mengunyah makannya. Melihatnya, Andrea begitu gemas ingin menerkam bibir yang selama beberapa hari ini terus mengatup.
"baiklah." Andrea meletakkan pisau dan garpunya lalu beranjak pergi tanpa Ethan perduli.
Beberapa meter kemudian, entah setan apa yang merasuki dirinya hingga gadis itu melorotkan celana tidurnya. Menyisakan panties merah menantang dan baju panjang yang terlihat menggemaskan.
Mata setajam elang itu terbelalak, dahinya mengernyit atas perlakuan Andrea barusan. Andrea menaiki tangga dengan gerakan erotis hingga membuat jakun pria itu naik turun.
Bruk!
Ethan menarik tubuh Andrea dan mengangkutnya ke dalam kamar.
"apa yang kau lakukan?" bentak Ethan menindih tubuh Andrea.
"apa yang kau lakukan?" balas Andrea, tanpa takut membalas tatapan tajam pria itu.
"well, little slut. Jika kau ingin memancingku bukan disini tempatnya!" Ethan membopong tubuh Andrea, mengangkutnya bagai karung beras dan memukul bokongnya sesekali. Seperti yang biasa ia lakukan dulu...
"berjanjilah padaku kau tidak akan kabur kali ini!?" pinta Ethan ketika gadis itu telah berlutut di hadapannya dalam keadaan naked dan rambut yang terkuncir.
"aku tidak akan lari..." balas Andrea mantap, Ethan lalu memakaikan penutup mata berwarna hitam dan borgol pada kedua tangannya di belakang badan. Membuat d**a itu terlihat membusung dan nafas Ethan memburu melihatnya.
"you ready, Princess?"
"yes Master..." jawaban keluar dari bibir yang berwarna kemerahan gadis itu dengan disertai desahan.
Take the Pain!
Don't ever show your fear,
it will makes me crazy.