Uncle Arthur

1156 Kata
Westfield Stratford City - London Jane dan Andrea berjalan beriringan di pusat perbelanjaan kota London, seusai jam kuliah Andrea mengajak Jane untuk membeli beberapa kebutuhan hariannya. "ini saja?" tanya Jane, gadis itu memakai setelan Hodie dan sepatu Nike yang membuat penampilannya terlihat casual. Andrea mengangguk, dirinya pasti akan sangat kerepotan jika sepupunya itu tidak membantunya. "kau terlihat seperti wanita dewasa Andrea." cibir Jane, Andrea hanya tersenyum manis. Coat tipis yang diperuntukan untuk musim semi selalu menjadi favoritnya kini, berbeda sekali dengan dirinya dahulu. Yang selalu mengenakan setelan terbuka dan begitu berani seperti halnya Jane. "aku harus menjaga reputasi Ayahku, Janney..." "lagipula, aku akan menjadi calon CEO." Jane mengangguk tersenyum, Jane bukan dari kalangan pebisnis seperti Uncle Arthur, orang tuanya berasal dari keluarga modeling. Mendiang ayahnya seorang desainer terbaik dan ibunya adalah salah satu model ternama di eranya, menjadikan dirinya seorang Photographer yang masih menekuni karirnya. Itulah yang membuat Jane selalu mengikuti trend masa kini. Sesaat mereka berdua tertawa renyah, menertawakan Andrea yang lebih menjadi keibuan dan katanya menjaga reputasi Ayahnya itu. Hingga akhirnya, dengan secara tak sengaja Jane melirik seorang pria yang minggu lalu berhasil membuat dirinya menggila. "Mr. Keys." gumam Jane yang tidak dapat didengar oleh Andrea. Jane terdiam, dengan berbagai tas belanja di genggamannya. Pria itu terlihat maskulin memakai celana Jeans dan kaos yang selalu menjadi kebiasaannya. "Janney?" "s**t Andrea, kau menghalanginya!" umpat Jane, Andrea berbalik mencari objek sesuatu yang membuat Jane menganga dengan cukup lebar. "apa yang kau lihat?" tanya Andrea yang hanya bisa melihat kerumunan manusia dari kejauhan. "d-dia..." Jane tergagap, Andrea memutar malas kedua bola matanya, ia sudah mengerti sekarang. "pria itu?" Jane mengangguk lesu, raut wajahnya berubah muram setelah kehilangan pria itu. "maafkan aku Andrea, tapi aku harus mencarinya." Jane buru-buru memberikan tumpukan tas belanja itu, membuat Andrea panik setengah mati karena harus membawanya seorang diri. "Jane, kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja!" teriak Andrea. "maaf Ann, aku akan mentraktirmu makan malam!!!" balas Jane tak kalah nyaring setelah berlari melewati kerumunan orang-orang tersebut. Andrea menghela nafas kasar, ia mengumpulkan beberapa kantung belanja yang terjatuh dan berjalan pelan walau dahinya mulai berkeringat. "Mr. Keys?" rahang Ethan mengatup keras, nyatanya gadis itu selalu membuntutinya. Terlihat dari kaca bening di hadapannya, Jane sedang tersenyum girang di belakang pria itu. "ah, kau photographer waktu itu." Ethan berbalik badan, tersenyum miring menilai tubuh Jane dari kepala hingga ujung kaki. Begitu indah, hingga membangunkan sisi liar Ethan. "hm, kau sedang berbelanja?" ucap Jane sekedar berbasa-basi. "seperti yang kau lihat." balas Ethan cuek lalu meninggalkan gadis itu. "Mr. Keys... Kumohon!" Jane menyusul langkah besar Ethan, menarik jemari besar itu seketika membuat Ethan mendengus kesal. Merasa lengannya diperhatikan, Jane melepaskan jemari Ethan sembari tersenyum kikuk. Ethan menarik Jane ke dalam ruang ganti dengan sekali hentakan, membuat bahu Jane terhantup dinding. Jane mengerti itu sangat sakit, namun rasa sakitnya hilang seketika karena aroma maskulin dari tubuh pria di hadapannya itu. "apa yang kau mau sebenarnya..." "Jane." ucap Jane setelah menyadari bahwa pria itu tidak mengingat namanya. "ya, Jane" tambah Ethan. "aku menginginkanmu.." Ethan menghela nafas kasar, Jane yang tepat berada di hadapannya begitu menggila hanya karena deru nafas itu. Mengapa semua Submissive selalu begini? Ethan menggerutu, dalam hati ia berdoa agar ia tidak selalu menjadi buronan w************n. "baiklah... Satu malam, dengan satu syarat." ucap Ethan sambil melirik bagian bawah wanita itu dan berkedip padanya. Jane mengangguk senang, senyumnya tertahan begitu saja ketika Ethan meraup bibirnya dengan keras dan kasar. Geraman Ethan berhasil meluluhkan Jane, hingga akhirnya dengan terpaksa ia membiarkan Ethan mengangkat Hodie dan menurunkan pantiesnya. Ethan bahkan tidak perduli dengan reputasi kini, yang ada di pikirannya hanya ingin menghancurkan gadis itu, lagi pula tempat ini tertutup bukan? Ethan menyeringai. "s**t!!!" Ethan mengumpat setelah berhasil menyatukan tubuhnya dengan Jane, sementara gadis itu memekik dengan senang. Ethan selalu melakukan itu dari belakang, gaya yang selalu Jane benci karena seluruh benda tumpul itu akan menyeruak dirinya dan hentakan kasar Ethan akan sangat terasa menyakitkan di bagian ini. Lagi-lagi, ia menjambak rambut indah milik Jane. Namun kali ini ditambah dengan beberapa gigitan di setiap jengkal bahu mulusnya. "Ethan, stop!" rintih Jane ketika gigi pria itu menusuk kulitnya dengan keras. "don't you dare calling my name!" "akh..." Ethan menghempas kasar tubuh yang mulai lunglai, untuk kedua kalinya Jane merasa tersakiti oleh pria itu. Hanya untuk berada di dekatnya Jane harus mati-matian menurut dan mengikuti seluruh kemauan pria yang sedang mengidap penyakit kelainan seks tersebut. "kau telah berjanji untuk besok malam." ucap Jane melihat Ethan kembali berpakaian. "benar, sebaiknya kau membawa seseorang. Jika perlu orang tuamu agar aku tidak terlihat mengencani seorang gadis." desis Ethan, ia berlalu pergi seperti biasanya. Meninggalkan Jane yang terluka akibat perlakuan buruk Ethan. Jane termenung di lobi, tak menghiraukan hawa dingin malam yang menembus kulit putihnya. Tak terpikirkan olehnya tergila-gila pada pria yang baru beberapa minggu dikenalnya. Jane telah berusaha mati-matian, agar pria itu menyisakan sedikit saja perasaan padanya. Atau mungkin sekedar berpura-pura agar tidak menyakiti hatinya. Jane tertawa sumbang, mana mungkin! Hati tidak dapat berbohong. "Jane?" suara serak yang terdengar berat menganggu indera pendengarannya, ia menoleh dan menemukan pria berbobot besar dan tegap. Seketika wajah muramnya berubah ceria... "Uncle?" Jane menghambur ketubuh Arthur, memeluknya dengan erat dengan tanpa sadar bahwa tubuh pria itu tiba-tiba beraksi. Apa yang terjadi padaku? Arthur bergumam dalam hati. "uhm, Jane apa yang kau lakukan disini?" Arthur berdeham mencoba senormal mungkin, meski ia tidak mengerti dengan tubuhnya. Jane melepaskan perlahan pelukannya di tubuh Arthur. Baginya Arthur adalah Ayah yang baik. Setelah kepergian Ayah kandungnya, Jane merasa Arthur telah menggantikan tempat sang Ayah semasa kecilnya. Namun tragedi mengerikan yang terjadi pada istrinya membuat Arthur tidak pernah lagi mengunjungi negeri ini. Jane tersenyum bahagia, yang sayangnya senyuman itu berhasil menggelitik hati Arthur. "ah, aku bersama temanku dan dia sudah pulang." bohong Jane, Arthur mengangguk mengerti. "dan apa yang Uncle lakukan disini? Kapan Uncle tiba? Mengapa tidak mengabariku?" Arthur hampir dibuat pusing dengan segala pertanyaan yang diajukan Jane. "maaf, Uncle belum sempat mengabarimu. Uncle menginap disini sekitar seminggu yang lalu tiba." jawab Arthur. "kenapa tidak di apartemen Andrea? Dia sendiri." Arthur menggeleng, "Uncle tidak ingin mengganggu privasinya, mau jalan sebentar?" Jane mengangguk, Jane menggandeng lengan Arthur berjalan santai keluar dari lobi dan sekedar bersenda gurau. Jane yang begitu merindukan sosok Arthur sangat antusias mendengar cerita dari pamannya itu. Oh, hati... Tolong jangan salah sangka, dia adalah keponakanku. Bisik Arthur dalam hati ketika lengannya mulai memanas. ... "please?" pinta Jane pada Andrea yang sedang menimbang-nimbang permintaan sepupunya itu, ia tidak berniat menolak. Namun Andrea tidak ingin mengacaukan makan malam Jane yang terdengar begitu spesial baginya. "kenapa aku harus ikut?" tanya Andrea lagi, Jane tergugup mencari alasan yang tepat. "uh, dia... Sudahlah! Kau ikut saja, anggaplah sebagai hadiah kepergianku." Jane tersenyum meyakinkan, Andrea tahu bahwa sepupunya itu akan pergi ke Washington untuk proyek pemotretannya yang baru. "baiklah." Jane bernafas lega, satu malam lagi dengan pria itu. Setidaknya ia mendapatkan kesan terakhir yang mungkin dapat meluluhkan hati yang keras tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN