Aksen british sangat kental dari gadis itu, sementara gadis di hadapannya sangat antusias mendengar kisah cinta dari sepupu terbaiknya itu.
"well Jane, sepertinya kau harus kembali padanya." rona kemerahan menghiasi wajah cantik itu, rambut gelombangnya selalu ia kuncir kuda demi menghangatkan seluruh sisi tubuhnya karena suhu dingin di kota London.
"dia akan menikah Andrea" Andrea tersedak, melihat raut wajah Jane yang menunjukan kesedihan.
Andrea mengelus pelan jemarinya, berusaha menenangkan gadis itu walau ia sendiri tidak mengerti kalimat apa yang dapat diucapkan untuk membuat seseorang lebih nyaman.
"sepertinya kau harus mencari pria lain." mengubah topik pembicaraan, sudah menjadi kebiasaan Andrea dan Jane sangat mengerti itu.
Jane menghela nafas, ia tersenyum sembari berterima kasih kepada sepupunya itu yang rela menunda istirahatnya hanya untuk mendengar keluh kesahnya sedari tadi setelah penerbangannya yang melelahkan.
"hm, aku menemukan satu..."
"lalu?"
"entahlah, aku begitu mengaguminya dan aku pikir aku telah jatuh cinta padanya." jelas Jane sambil tersenyum membayangkan.
"tapi... Pada akhirnya aku mengambil kesimpulan bahwa semua lelaki hanya menginginkan s**********n wanita." Andrea tertawa geli, Jane sempat kesal karena ia sangat bersungguh-sungguh mencintai seorang pria.
"okay, bagaimana dia? Rupawan? Miliyuner atau-"
"Andrea, apa kau pernah berkencan dengan pria yang jauh lebih tua darimu?"
Deg!
Jantung Andrea seakan berhenti, nafasnya tiba-tiba tidak teratur dan serasa ada sesuatu yang menggelitik hatinya. Senangkah atau sedih Andrea sendiri tidak mengerti.
Jangan katakan pria itu adalah...
Andrea membuang jauh pikiran gilanya, kecemburuan seolah menghantui dirinya.
"Andrea?"
"ah, ya. Pernah." satu kata itu meluncur begitu saja dari bibir manisnya, Andrea sungguh tidak sadar mengapa dirinya mengangguk meng-iyakan tanpa harus berpikir dahulu.
"apa dia setua dan setampan Uncle Arthur?" Jane tersenyum jahil.
"shut up Jane! Mengapa kau bertanya seperti itu?" wajah Andrea berubah merona, rona yang beda dari sapuan makeup yang ia kenakan.
"uhm... Well, pria tadi yang aku maksud seperti itu, tapi..."
"dia mencampakkanku." bibir Jane mengatup, tak ingin lagi melanjutkan kalimat yang seolah mengiris hati kecilnya. Saat ia mulai melupakan seseorang dan bertemu dengan pria yang ia cintai dalam pandangan pertama namun b******n.
Andrea begitu mengerti perasaan Jane, dicampakan pria tua yang sayangnya pesona dan wibawanya tak kalah dengan pria muda pada umumnya adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, dan sialnya ia pernah merasakan di posisi seperti itu.
"kau tidak ada jadwal pemotretan hari ini?" Jane menggeleng, sedari tadi ia hanya membersihkan kameranya walau sinar matahari telah membuat benda itu begitu berkilau.
"entahlah! Aku sedang tidak semangat bekerja." balas Jane malas, belakangan ini ia sangat murung. Setelah mendengar mantan kekasihnya akan menikah ia malah dihadapkan dengan pria yang jelas-jelas mencampakan dirinya dan sayangnya ia telah jatuh cinta.
Mengapa semua pria yang ku kenal selalu berbuat jahat padaku? Batin Jane.
"masih memikirkan pria tua tadi?" Jane mengangguk lesu, Andrea kemudian duduk di samping Jane membawa buku bacaan di atas ranjang milik Jane.
Saat ini mereka berdua berada di rumah Jane, Andrea memutuskan untuk menginap semalam sebelum kembali ke apartemen pribadi miliknya.
"sudahlah! Mungkin dia adalah pria berisitri." balas Andrea cuek, menghalau semua pemikiran jika pria yang selalu diceritakan Jane itu bukan dia.
"tidak, dia bahkan belum menikah meski sudah berkepala empat."
"kau menguntitnya?" Andrea menutup buku menghadap Jane.
Sementara gadis itu hanya mengangguk pelan.
"aku mencari tau tentang dirinya setelah berkenalan dan ia menyebutkan nama lengkapnya, lalu aku menggunakan internet dan wao..."
"dia ternyata salah satu pengusaha sukses, bahkan ku lihat ia pernah bekerja sama dengan Ayahmu." jelas Jane.
Dahi Andrea berkerut bingung, ia bergumam dalam hati semoga bukan pria itu. Andrea bahkan tidak berani bertanya lebih jauh pada Jane, takut jika pendapatnya benar.
Andrea membuka kenop pintu, mendapati seorang pria berdiri di depan pintu apartemennya dengan menggenggam erat bucket bunga. Sangat banyak hingga gadis itu cukup kesulitan untuk melihat wajahnya.
"Happy birthday My Babygirl!"
"Dad?" Andrea mengenali suara serak khas itu, ia kemudian menghambur ke tubuh Arthur dengan memeluknya erat sebelum membantu membawakan tumpukan bunga ke dalam ruang tamu.
"aku bahkan tidak ingat hari ini hari ulang tahunku." Andrea menata bunga di berbagai penjuru ruangan, nakas dan berbagai meja hampir dipenuhi bunga yang sangat ia sukai wanginya itu.
"Well, jika kau tidak sibuk. Daddy ingin mengajakmu merayakannya." Arthur berkeliling di sekitar sekedar melihat-lihat.
"makan malam?" Arthur mengangguk, dengan antusias Andrea bergegas mempersiapkan diri dikamarnya.
"Baiklah, aku akan bersiap!" Jawab Andrea singkat lalu berlari masuk ke kamarnya.
Peninsula Restaurant - London
Para wanita terus mencuri pandangan kepada pria yang mengenakan tuxedo berwarna silver dengan gagahnya, rahang kokoh yang tertutupi brewok tipis berwarna keputihan membuatnya terlihat maskulin di usianya yang sudah tidak muda lagi.
Namun mereka berdecih ketika melihat gadis yang digandeng oleh pria itu, dress merah dengan bahu yang sangat terbuka dan tali spageti membuat lekuk tubuhnya terlihat menawan.
"mereka pikir aku mengencani gadis belia." ucap Arthur saat menarik kursi untuk Andrea, sementara gadis itu hanya tersenyum geli.
"well, sepertinya Daddy bukan pria yang menyukai daun muda, seperti seseorang..." Arthur berdeham, menatap Andrea yang nampak tak menghiraukan ucapan Arthur barusan yang mungkin menyinggung hatinya.
Arthur mengangkat dagunya tinggi sambil tersenyum sekilas. Gotcha! Sudah ia duga putrinya begitu tergila-gila dengan pria itu hingga sangat sulit melupakannya.
"tidak ada seseorang yang kau kenal atau mengajakmu berkeliling?" Arthur mengalihkan pembicaraan, setelah melihat putrinya murung dan menghilangkan senyum cantiknya.
"Jane telah mengajakku kemarin." balas Andrea acuh, sambil memberikan buku pesanan pada pelayan.
"teman pria?"
"oh, ayolah Dad! Aku disini untuk melanjutkan S2, bukan mencari pasangan." Arthur tersenyum miring, satu-satunya alasan bukan karena bukan mencari pasangan, namun sesuatu hal lainnya yang menbuatnya sulit untuk sekedar move on.
Arthur sangat mengetahui gaya hubungan Ethan, pria itu sangatlah liar. Itu sebabnya ia melarang Andrea mati-matian berada di dekat pria itu, Ethan mengambil kesempatan dengan menggunakan Andrea sebagai alat untuk melunasi hutangnya. Tidak akan pernah Arthur melupakan penghianatan yang dilakukan sahabatnya itu, walau putrinya telah jatuh cinta padanya sekalipun.
"kau tidak menginap?" Arthur menggeleng.
"Daddy ada sedikit urusan." Arthur meraih sesuatu dari dalam saku celananya, benda kecil berkilau yang sangat berharga baginya.
"milik ibumu, jagalah dengan baik!" Arthur memakaikannya di jemari manis Andrea, cincin pernikahan dengan mendiang istrinya yang selalu ia simpan. Ia berikan kepada putri semata wayangnya tepat di hari ulang tahun Andrea, seperti permintaan sang istri.
Arthur mengecup kening Andrea, "Selamat Ulang Tahun Babygirl" Andrea merangkul tubuh besar Arthur, menanamkan kepalanya di d**a Ayahnya.
"hey, Don't cry!" Arthur menarik wajah Andrea setelah mendengar isakan kecil di dadanya.
"aku merindukannya..." ucap parau gadis itu, Arthur mendekapnya dengan kuat, mencoba menahan tangis dan tidak ingin terlihat rapuh di depan putrinya.
"Daddy juga merindukannya." balas Arthur pelan, mereka berdua berpelukan cukup lama. Hingga pada akhirnya Arthur meminta Andrea untuk segera masuk ke dalam apartemennya agar cuaca dingin tidak membuatnya sakit, sebelumnya ia telah berpamitan dan mengucapkan 'Selamat' berulang-ulang kali kepada putrinya, dan Andrea hanya bisa mengembangkan senyum melihat Arthur yang begitu terlihat bahagia.
Setidaknya, mereka berdua cukup dekat untuk saat ini, tidak seperti sebelumnya. Hingga Arthur harus kehilangan Andrea ketika gadis itu lebih memilih pria lain, dan ia bersyukur Andrea dapat kembali padanya, dan Arthur akan selalu berusaha untuk mempertahankan Andrea.