Ethan mengedarkan pandangan, kesibukan kota London disiang hari. Tak jauh berbeda dari New York, hanya saja kota ini mengingatkan beberapa mainan yang sempat ia koleksi beberapa tahun silam.
Bersiul ria melewati kerumunan wanita dengan tubuh molek nan jelita, sesekali menaikan alis atau sekedar tersenyum simpul, padahal pria itu sama sekali tidak tertarik pada wanita manapun, kecuali tubuh mereka.
Sambil mengantungkan jemarinya kedalam saku, Ethan berdiri menunggu jemputannya. Setelan casual dan kacamata hitam yang bertengger dihidung mancungnya membuat pria itu terlihat santai tapi tidak menghilangkan sisi maskulinnya.
Sebuah Limousin hitam berhenti tepat didepannya, seorang supir berkumis dengan seragam lengkap membuka pintu bagian belakang. Dengan langkah anggun pria itu memasuki dan mendudukan dirinya dibagian belakang.
Ethan sama sekali tidak tertarik dengan kota yang akan ia tinggali beberapa minggu itu, pikirannya hanya tertuju pada pekerjaan dan hal lainnya. Jalanan mulai terlihat sepi, mereka berhenti disebuah Kondominium mewah yang berjarak cukup jauh dari perkotaan.
Kebun dan pelataran terasa cukup luas dengan jalan berbelok setelah memasuki gerbang utama, hingga sebuah patung dengan air mancur diatasnya terlihat, pertanda kendaraan yang ia tumpangi akan berhenti.
Seorang penjaga kemanan membuka pintu untuknya dan mengucap salam hormat, Ethan hanya mengangguk dan segera memasuki bangunan megah itu.
Ia menekan tombol lift, menunggu dalam diam hingga sampai kelantai paling atas. Menunggu, adalah hal yang paling membuatnya jengah, hanya satu hal yang dapat ia tunggu hingga saat ini, seseorang.
Ethan menggesek sebuah kartu dan membuka pintu utama. Tempat tinggal dengan segala fasilitas dan barang mewah menantinya didalam sana.
So open! Ia bergumam pelan ketika melihat pintu dan jendela yang seluruhnya terbuat dari kaca terarah langsung dengan kolam renang.
Ethan menyunggingkan senyum, bagaimana jika ia seorang wanita menemaninya dikolam renang itu. Lalu apa yang terjadi? Ia hanya pria normal, tentu. Dan Ethan tidak ingin melewatkan beberapa wanita dinegeri ini. Sesuatu hal yang jarang terjadi.
Dia merebahkan tubuhnya diatas sofa berwarna putih nan lembut, melepas kacamata dan membuangnya kesembarang tempat. Ia menghela nafas kasar, membayangkan sesuatu yang selama ini ia rindukan, hingga mata setajam elang itu tertutup dengan sendirinya dan menyebutkan sebuah nama.
...
Dengan senyum mengembang, Ethan menjabat tangan seorang jajaran direksi perusahaan terkemuka, lelaki muda yang tergolong goodlooks itu kemudian mengajaknya makan siang bersama tanpa ditemani rekan yang lain.
"menikah?" Ethan menggeleng mantap, lelaki yang biasa disapa Dev itu mengangguk.
Dev tidak mengira, pria matang dan sudah cukup umur untuk berkeluarga itu masih betah dalam kesendiriannya. Ia sempat mengira Ethan adalah salah satu dari banyak pria yang memiliki seks menyimpang.
Well, jika itu yang kau takutkan. Sayangnya penyakitku terbilang cukup normal, hanya saja tidak umum untuk dilakukan pada orang yang kau cintai. Batin Ethan sambil menyunggingkan senyum.
Mereka berpisah tepat tengah hari, Dev meninggalkan Ethan didepan restoran sendiri yang sedang menunggu taksi.
Suhu dikota London mungkin sangat berbeda dari tempat asalnya, dan ia harus terbiasa karenanya.
Ethan melonggarkan dasi sementara satu tangannya tetap berada didalam saku celana seperti kebiasaannya.
Hingga sebuah taksi menghampirinya...
Ethan tak menyadari jika sedari tadi seorang gadis mengamatinya dari kejauhan. Merasa diperhatikan Ethan mengedarkan pandangannya ketika hendak membuka pintu belakang.
Seorang gadis berambut pirang, jeans sobek dibagian lutut dan kaos longgar membuat kesan seksi ditubuhnya, dan yang paling penting, bibir itu terlihat merekah...
Ethan menyeringai kejam, kembali ia menutup pintu dan berjalan pelan kearah gadis tersebut tanpa memperdulikan suara klakson dan makian para pengguna jalan...
Well, Babygirl...
"are you ready?"
"yes sir..." gadis berambut pirang madu itu menggigit bibir bawah, menanti sebuah sensasi yang selalu diinginkannya. Saat jawaban itu diluncurkan, ia mengerti perkataannya barusan adalah sebuah awal dari imajinasi liar yang selalu diimpikannya.
Plakkk!!!
Gadis itu berteriak, setengah mendesah setelah salah satu cambuk yang berada digenggaman pria itu membuat bokongnya memerah.
Ia menarik lengan, namun malah membuat ikatan jambang tali dipergelangan tangannya menguat.
Pria yang membuat jantungnya berdegub dengan keras itu berhasil meggiringnya hingga kesebuah kamar mewah ini, dengan keadaan telungkup diatas meja dan tangan terikat diberbagai sisi.
Tubuh dan lehernya pun tak luput dari belitan tali tambang yang diikatkan kuat oleh pria itu. Karena Ethan menyukai Submissive yang terikat tak berdaya.
***
Ethan menungganginya dari belakang dengan keras, cengkraman dipinggul dan punggung membuat gadis itu beteriak nikmat.
Ethan yang hampir kehilangan kendali menarik kasar rambut pirang yang membuatnya menggila itu, membuat si gadis mendongak dan tubuhnya melengking hingga mereka mencapai klimaks.
Dengan terengah-engah, Ethan menghempas kasar rambut pirang yang berada digenggamannya. Memungut pakaian dan mengenakannya kembali, namun pria itu tidak lupa untuk membuka tali yang membelenggu tubuh seksi itu.
"berapa hargamu?" Ethan memantikan api kerokoknya, menghiraukan sang gadis yang melihatnya dengan perasaan getir.
Masih dalam keadaan telanjang, gadis itu bersimbah dibawah kaki Ethan lalu memeluk lututnya. Ethan mendesah pasrah, melihat gadis itu menangis sesegukan dikakinya.
"please Mr.Keys, izinkan aku berada didekatmu" gadis berambut pirang itu memohon, Ethan membelai rambutnya dengan sayang, membuat sang pemilik rambut menempelkan wajahnya dikaki Ethan dan mengeratkan pelukannya dengan perasaan bahagia.
"kemarilah!" Ethan menjulurkan jemarinya, dengan senang hati gadis itu menyambutnya dan berdiri sesuai titah sang pria.
Ethan membelai lembut wajah basah karena keringat dan air mata, bagai terbuai sang gadis memejamkan mata dan merasakan belaiannya.
"aku begitu mengagumi rambut pirangmu..." ucapnya lalu menyingkirkan beberapa helai pirang itu dari wajah cantiknya.
"tapi..."
mata gadis itu terbelalak, menatap pria yang sudah berumur itu menjauhkan jemarinya dan melangkah mundur.
Ethan mengambil sesuatu dari koper kerjanya dan menulis sesuatu.
Sang gadis yang masih dalam keadaan bingung masih terdiam memandanginya.
Tak lama Ethan memberikan secarik kertas, gadis itu membacanya dengan sangat teliti. Cek berisi jumlah uang yang lumayan besar.
Ethan menghisap dalam-dalam rokoknya lalu beranjak pergi.
Menyadari kepergian Ethan, gadis itu kembali mencoba mencegahnya dengan menarik lengan dan memeluk tubuhnya.
"aku mohon!" wajah dengan penuh air mata bahkan tidak dapat meluluhkan hati seorang Ethan Keys.
Ethan menjambak rambutnya dengan sekali hentakan berhasil membuat tubuh langsing itu sedikit menjauh darinya,
"rambut ini memang pirang, tapi..."
"Tidak bergelombang seperti milik seseorang..." cecar Ethan setengah membentak.
Pria itu meninggalkan kamar hotel mewah yang ada dipusat kota London, meninggalkan seorang gadis yang duduk termenung diatas lantai dingin dalam keadaan tanpa busana.
Hanya bayangan Ethan saja, atau gadis itu memang benar-benar mirip dengan Andrea? Ethan bahkan tidak ingat nama dari gadis itu sendiri, yang ia ingat bahwa gadis itu cukup menggigit sesuatu diselangkangannya. Mungkin karena umurnya yang masih terbilang muda atau gadis kuliahan, seperti Andrea, dulu...
Ethan mencoba menghilangkan perasaan itu, karena ia yakin. Rasa tidak akan pernah mengelabuinya, yang ternyata kedua rasa itu sangatlah berbeda.