Meneliti Takdir

1030 Kata
Dan begitulah, hari berganti bulan, bulan berganti tahun, Gazi dan Rahmat berjuang untuk mendapatkan pendidikan, juga berjuang untuk mendapatkan uang agar kehidupan mereka bisa berjalan dan napas bisa terus berhembus. Hari ini, tepat tiga tahun mereka keluar dari rumah Pak Barsah dan mereka masih tinggal di rumah kosong tempat pertama kali mereka kabur. Beberapa kali juga mereka masih melihat mobil Pak Barsah lalu lalang melewati rumah tersebut. Gazi dan Rahmat selalu berusaha untuk tidak menampakkan kehidupan di rumah tersebut. Mereka tidak mau ada orang yang masuk ke sana. Gazi dan Rahmat akan pergi meninggalkan rumah itu sejak subuh, ketika belum ada satu orang pun yang bangun dan pulang ketika semua orang sudah tidur. Untung saja di rumah itu masih ada tempat tidur usang yang memang sebenarnya sudah tidak layak pakai, hanya saja mereka berdua tidak memperdulikan itu, yang penting saat malam datang mereka bisa beristirahat, ketika terik matahari mereka tidak kepanasan, dan ketika hujan mereka tidak kebasahan. Untuk mandi, mereka biasanya mengandalkan masjid atau kamar mandi umum di pasar, sementara untuk kebutuhan air lainnya seperti untuk mencuci baju dan kebutuhan kebersihan yang menggunakan air, mereka mengandalkan air hujan yang turun dan mereka tamping ke bak mandi. Untuk kipas angin yang harus hidup dua puluh empat jam, mereka menggunakan baterai yang bisa dibeli di toko. Kalo sudah kambuh, Gazi bisa seharian berdiam diri di kamar dan berada di depan kipas angina. Untung saja kipas angin menggunakan tenaga baterai bukan listirk. Rahmat bertekad untuk mereka mengumpulkan uang yang banyak agar bisa pindah ke kontrakan atau kost-kostan, satu kamar untuk berdua pun tidak masalah. Karena Rahmat memikirkan bagaimana jika Gazi kambuh tengah malam sementara baterai yang digunakan untuk menghidupkan kipas angin. Kerja serabutan mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan mereka. Lima tahun kemudian   Saat ini, Gazi dan Rahmat sudah berada di tempat yang lebih baik. Seorang ibu yang hidup seorang diri, menawarkan satu kamar di rumahnya, yang ada di garasi dan tidak terpakai. Mereka bertemu dengan ibu tersebut ketika sang ibu hampir terjatuh karena kelelahan. Ibu tersebut meminta tolong kepada mereka untuk diantarkan ke rumahnya, ketika sedikit lagi hampir sampai di rumahnya, si ibu pingsan. Karena tidak tega meninggalkan si ibu sendirian, akhirnya Gazi dan Rahmat menunggu di rumah tersebut sampai si ibu sadar. Ketika sudah sadar, hari sudah gelap, Gazi dan Rahmat pun berinisiatif untuk membuat makanan yang bahan-bahannya mereka beli dari pasar. Rahmat yang membeli bahan masakan tersebut dan Gazi yang menunggui si ibu. Selesai masak, Rahmat dan Gazi juga membersihkan rumah si ibu, “Kasian, ibu ini. Sepertinya dia tinggal sendirian. Kita bantu, yuk, Rahmat, untuk beresin rumahnya dan membersihkan semua yang kotor.” Setelah selesai, ketika senja terlihat, si ibu tersadar, Rahmat dan Gazi mendatanginya, terdengar isak tangis dari si ibu, merasa berterima kasih kepada Gazi dan Rahmat, “Terima kasih, ya. Kalian anak baik, maaf kalo Ibu merepotkan, sampai larut malam begini kalian belum pulang. Tunggu sebentar, ya, Ibu masakin makan malam dulu, kalian makan malam di sini, ya.” Gazi dan Rahmat saling tatap, lalu Rahmat akhirnya menjelaskan, “Kami sudah masak, Bu. Maaf kalo kami lancang, soalnya tadi niat kami setelah mengantarkan Ibu, kita akan pulang. Tapi ternyata Ibu pingsan, dan kami kelaparan. Maaf, ya, Bu.” Ibu itu mengangguk, “Tidak apa-apa, tidak apa-apa, jangan minta maaf, kalian gak salah.” Dan setelahnya, Rahmat, Gazi, dan Bu Danur, iya, nama beliau Danur, akhirnya ngobrol sampai malam. Karena sudah malam, Bu Danur bertanya ke mana mereka akan pulang, di mana rumah Gazi dan Rahmat, “Kalian tinggal di mana? Jauh atau gak dari sini?” Rahmat dan Gazi saling pandang, enggan untuk menjawab. Dan sepertinya Bu Danur paham bahwa kedua anak ini tidak ada tempat pulang atau mungkin tempat pulangnya jauh, jadi beliau menawarkan ke Gazi dan Rahmat untuk menginap saja malam ini di rumah Bu Danur, “Ya sudah, karena sudah malam juga, kalian nginep aja di sini, temani Ibu, ya.” ada binar cerah dan kelegaan di wajah keduanya, karena jalan menuju rumah kosong yang selama ini jadi tempat mereka bernaung memang jauh, butuh waktu sekitar dua jam untuk sampai ke sana. Rahmat dan Gazi mengucapkan terima kasih ke Bu Danur karena diberikan izin untuk menginap malam ini di rumahnya, “Terima kasih, Bu, karena sudah diizinkan untuk menginap di sini. Besok pagi, kami akan langsung pergi,” Bu Danur mengangguk, “Kalo kalian mau, tinggal saja di sini. Ada kamar kosong, di sebelah, jadi satu dengan garasi. Tempati saja, toh Ibu hanya sendirian tinggal di sini. Ikut Ibu, yuk, liat dulu aja, mungkin kalian mau tinggal di sini menemani Ibu.” Gazi dan Rahmat seperti mendapatkan angina surga dari perjalanan panjang mereka untuk mencari uang dan mengumpulkannya untuk menyewa kamar atau rumah agar mereka bisa tinggal di tempat yang sedikit layak. Ketika melihat kondisi kamar yang ditunjukkan oleh Bu Danur dan garasi yang cukup luas untuk mereka melakukan banyak kegiatan, Gazi dan Rahmat bertanya lagi, untuk memastikan apakah tawaran barusan ini betul atau tidak, “Maaf, Bu, apa tawaran Ibu barusan itu serius, saya dan Gazi bisa tinggal di sini?” Bu Danur mengangguk, “Betul. Tinggalah di sini, anggap ini rumah kalian sendiri. Bantu Ibu untuk menjaga dan membersihkan tempat ini, itu saja yang Ibu minta. Selebihnya, tidak usah kalian pikirkan. Di sebelah sana juga ada kamar mandi. Untuk listrik dan air, biar Ibu yang bayar, kalian tidak perlu mengeluarkan uang apa pun. Ibu mau kalian sekolah, belajar dengan baik. Walaupun kalian sudah terlambat beberapa tahun, kalian harus mengejar ketinggalan tersebut. Masa depan kalian akan cerah jika kalian sekolah.” Rahmat dan Gazi seperti tertampar dengan ucapan Bu Danur barusan, ini mengingatkan mereka pada Bapak dan Ibu Barsah yang sudah mereka tipu karena mereka mau kabur dari rumah itu. Rahmat dan Gazi mengucapkan terima kasih, “Besok, kami sudah boleh, Bu, untuk tinggal di sini?” Bu Danur mengangguk, “Jelas boleh. Tapi malam ini kalian tidur di kamar sebelah kamar Ibu. Di sana sudah rapi dan bersih. Besok, kalo kamar dan ruangan ini sudah kalian bersihkan, kalian boleh langsung tinggal di sini.” Setelah mereka bertiga sepakat, akhirnya Gazi dan Rahmat ikut ke dalam rumah untuk beristirahat, agar besok mereka bisa langsung memboyong semua peralatan mereka yang ada di rumah kosong. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN