Gejala Aneh

1075 Kata
Sejak kejadian Rahmat yang dikurung di dalam kamar mandi dan diselamatkan oleh Gazi, sejak saat itu tidak ada lagi yang berani mengganggu Rahmat dan sejak saat itu juga mereka berdua ke mana saja, bahkan ketika mereka masuk ke sekolah menengah pertama, Gazi dan Rahmat diadopsi oleh sebuah keluarga kaya yang mau membiayai sekolah mereka hingga ke perguruan tinggi dan mengangkat mereka menjadi anak angkat di keluarga tersebut. Sejak kelas satu SMP, Rahmat dan Gazi pindah ke rumah keluarga kaya tersebut dan meninggalkan panti asuhan. Tidak ada yang istimewa pada hari-hari yang mereka jalani, karena mereka memang sudah biasa hidup sederhana bahkan cenderung kekurangan, bahkan mendekati prihatin. Jadi, ketika mereka pindah ke rumah besar itu, mereka tetap saja membersihkan kamar sendiri, mencuci baju sendiri, hanya masak saja yang tidak mereka lakukan. Di rumah keluarga Barsah, Pak Barsah hanya hidup berdua dengan istrinya, kedua asisten rumah tangganya, dua supir, dan satu tukang kebun. Gazi dan Rahmat tidak dibebankan pekerjaan apa pun, mereka diangkat jadi anak dan dibiayai sekolahnya, karena Pak Barsah dan istrinya memang menginginkan ada anak-anak di rumahnya, “Kalian tidak perlu melakukan apa pun di rumah ini. Tugas kalian hanya belajar yang tekun, cetak prestasi sebaik-baiknya. Dan anggap kami seperti orang tua kalian, kami sudah tua, tidak ada teman untuk menjalani hari-hari kami.” Maka begitulah, Gazi dan Rahmat akan menemani Pak Barsah dan istrinya sarapan pagi, ngobrol mengenai perkembangan akademi mereka, lalu bercerita tentang sekolah, ekstrakurikuler yang mereka ambil, dan semua hal remeh temeh di sekolahnya. Hari-hari mereka sebagai pelajar berjalan normal, hingga suatu hari, Gazi mengalami hal yang aneh, ketika siang hari dan terik matahari menyengat, dia seperti mau menyerang Rahmat yang waktu itu sedang di sebelahnya, membantunya menyiram tanaman. Wajahnya memerah, hasrat untuk menyerang Rahmat yang dirasakan oleh Gazi sangat besar sekali, sampai Rahmat bingung, ada apa dengan Gazi, “Hei, kamu kenapa? Ada apa sih. Kok aku sampai didorong begini, santai aja donk.” Gazi semakin membabi buta menyerang dan memukul Rahmat. Karena kesal, Rahmat akhirnya meminta bantuan ke satpam dan penjaga kebun yang kebetulan ada di situ, “Pak, tolong saya, Pak, tolong bawa Gazi ke kamar.” Rahmat yang berteriak, membuat satpam dan penjaga kebun segera menghampiri mereka yang sedang bergulat. Pak Satpam akhirnya berinisiatif untuk memegang erat kedua kaki Gazi, dan penjaga kebun menangkap tangan Gazi, sementara Rahmat memegang kepala Gazi yang terus-terusan berusaha untuk menggigitnya, “Diikat saja kaki dan tangannya.” Begitu teriak Pak Satpam. Aku berinisiatif untuk mengambil selang untuk menyiram tanaman yang ada di dekat situ dan memotongnya menjadi seukuran yang cukup untuk mengikat kaki dan tangan Gazi. Setelahnya Rahmat meminta ke satpam dan penjaga kebun untuk membawa Gazi ke kamar, “Tolong bantu saya bawa Gazi ke kamar, ya, Pak. Maaf saya dan Gazi merepotkan dan menyusahkan.” Setelah sampai di kamar, Gazi belum juga mereda emosi dan marahnya. Jadi Rahmat hanya memantaunya dari jarak yang tidak begitu jauh tapi tidak juga terlalu dekat. Rahmat mengajak Gazi berbicara, mungkin dengan begini, Gazi jadi lebih tenang, “Kamu kenapa, Gazi. Aku takut melihatmu seperti ini.” Gazi tidak menjawab, hanya wajahnya yang masih merah dan berusaha untuk membuka ikatan di kaki dan tangannya, sambil berusaha juga untuk menyerang Rahmat. Karena kamar mereka panas banget hari ini, Rahmat menghidupkan pendingin ruangan yang ada di kamar mereka, Gazi yang tadinya beringas, perlahan mulai tenang, hanya saja wajahnya yang memerah, belum bisa reda. Rahmat dengan setia menungguinya di dekat pintu. Karena dari kebun tadi, sepertinya Rahmat digigit nyamuk kebon, karena tangan dan kakinya merah dan gatal, Rahmat mengambil minyak cajuput, dan mengoleskannya ke tangan juga kakinya. Ketika mencium aroma tersebut, entah kenapa, wajah Gazi mulai kembali normal, dan dia akhirnya sadar dan memanggil Rahmat, “Rahmat, ini kaki sama tanganku, kenapa diikat. Kamu lagi mainan dan ngerjain aku, ya?” Rahmat yang melihat Gazi sudah kembali lagi ke keadaannya seperti semula, tapi heran juga, kenapa Gazi tidak ingat apa-apa. “Yakin, kamu gak ingat kenapa kamu jadi begitu?” Gazi menggeleng dengan keras, “Sumpah, aku gak ingat apa-apa, terakhir tadi yang aku ingat adalah, aku merasa matahari yang terik banget dan kepalaku panas banget. Setelah itu aku gak ingat apa-apa.” Rahmat tidak menceritakan dengan detail kenapa Gazi sampai ada di kamar dan diikat kaki juga tangannya. Rahmat hanya bilang bahwa tadi, ketika terlalu terik dan panas, Gazi tiba-tiba pingsan dan menendangnya, jadi Rahmat meminta satpam dan bapak penjaga kebun untuk membantunya menenangkan Gazi, “Gak kok. Tadi memang panas banget, nah sepertinya kamu pingsan karena kepanasan. Tapi tidak lama kamu menendang-nendang aku, karena aku kaget, jadi aku minta tolong pak satpam dan penjaga kebun untuk membantuku untuk menenangkanmu.” Gazi sepertinya kurang sreg dan ingin bertanya lebih lanjut lagi ke Rahmat, tapi Pak Barsah mengetuk pintu kamar mereka dan menanyakan keadaan Gazi, “Gazi, Rahmat, kalian di dalam?” Rahmat dengan cekatan membuka ikatan di kaki dan tangan Gazi, lalu membuka pintu dan bilang ke Gazi, “Jangan ngomong apa-apa, biar aku yang menjelaskan.” Gazi mengangguk, dalam hal ini, dia harus nurut sama Rahmat, karena dia sendiri tidak tau harus menjelaskan apa, karena dia benar-benar tidak tau. Ketika pintu dibuka, Pak Barsah masuk dan mengecek keadaan Rahmat dan Gazi, “Kalian gak apa-apa? Tadi Satpam sama penjaga kebun bilang Gazi ngamuk, kenapa? Kalian sedang bertengkar?” rupanya satpam dan penjaga kebun sudah menyampaikan berita ini ke Pak Barsah. Rahmat yang menjelaskan keadaan yang terjadi tadi, “Tidak, Pak. Saya dan Gazi baik-baik saja. Hanya tadi Gazi pingsan karena terlalu panas. Mungkin dalam pingsannya Gazi mimpi, jadi dia menendang saya, tidak sengaja, Pak. Saya juga tidak kenapa-kenapa.” Ucap Rahmat mencoba menjelaskan. Pak Barsah seperti berpikir, terlihat dari kerutan yang ada di jidatnya, tanda dia sedang berpikir tentang sesuatu. Dalam pikiran Pak Barsah, mungkin ada yang aneh pada ucapan Rahmat, tapi demi melihat Gazi dan Rahmat baik-baik saja keadaannya, Pak Barsah mengangguk, “Baiklah, kalo tidak ada masalah antara kamu dan Gazi. Bilang sama Bapak atau Ibu, jika ada yang membuat kalian tidak nyaman, ya.” Gazi dan Rahmat mengangguk. “Turun ke bawah, ya. Di meja makan ada donat dan bolu tape kesukaan kalian. Ibu juga sudah nunggu di meja makan. Jangan lama-lama, Bapak dan Ibu tunggu, ya” Gazi dan Rahmat mengangguk. ketika berjalan ke bawah, menuju ke ruang makan, Rahmat berpesan ke Gazi, “Kalo ada yang nanya, ceritakan persis seperti apa yang aku ucapkan tadi, paham?” Gazi mengangguk dengan penuh tanda tanya di kepalanya, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN