Prolog
'Are you a devil?'
'I am a man, and therefore I have all devil in my heart.'
Sejak bertemu dengannya, dialog itu dalam buku favoritku itu berputar tanpa henti di dalam kepalaku. Aku suka kutipan-kutipan dari buku-buku sastra. Meski aku tidak terlalu menggemari bidang itu, apa salahnya membaca buku-buku itu untuk mencari kutipan yang bagus yang bisa kugunakan sebagai caption di i********: atau Twitter-ku?
“Oh! Hentikan ...! Kau menyakitiku!”
“Aku tahu.” Tidak, tidak, tidak! Jangan bernapas di telingaku! Berhenti menyiksaku. Aku akan mendesah jika kau terus melakukannya, sialan! Kumohon! Sial! Hei, tanganku, kau harus bekerja sama, jangan mencengkram rambutnya untuk mendekat. Oh, tidak! Terlambat! “Tapi aku tidak bisa berhenti, Simca. Dan kau sama sekali tidak kelihatan ingin aku berhenti juga,” katanya dengan suara serak yang meluncur lembut dari kerongkongannya. Dan senyuman tipis itu … dia sedang mengejekku!
Ah, andai ini mimpi aku harap seseorang akan segera membangunkanku. Karena aku tahu, aku tidak ingin bangun dari mimpi buruk paling indah ini. Bagaimana aku bisa dengan sukarela bangun dan pergi dari situasi ini? Situasi di mana seorang pria seksi topless dengan wajah tampan bak dewa Yunani di atasku sedang melakukan apa pun yang ia inginkan dengan tubuhku yang rasanya tidak bisa menolak tiap sentuhannya. Aku pasti bercanda saat bilang aku tidak ingin pergi dari situasi ini. Tapi sungguh, aku tak lagi ingin mendengar desingan suara besi tajam yang saling bergesek itu menyentuh kulitku lagi. Tuhan tolong aku ... tapi bisakah Kau membiarkan dia topless?
Alihkan pikiranmu, sayang! Ayo pikirkan sesuatu yang kausenangi selain sentuhannya. Tunggu, siapa memangnya yang bilang aku menyukai sentuhannya?! Mari kita pikirkan hal lain. Belakangan ini, Vin mengirimiku banyak sekali buku serial Father Brown karya G. K. Chesterton. Siapa tahu aku ternyata adalah seorang yang misterius yang bisa melihat apa yang tidak dilihat oleh para detektif profesional dalam memecahkan sebuah kasus? Kasus yang kuhadapi kali ini akan kunamai percobaan pembunuhan dengan debaran yang sudah tak sanggup kutahan lagi.
Kumohon, Father Brown, bantu aku melepaskan diri dari jeratan tak terlihat yang mengikatku kuat ini. Pandangan yang seakan sedang menghujaniku dengan puja-pujian yang tak terungkap dari mata biru terang itu yang sewarna gunung es di lautan kutub. Pria itu menatapku dalam, penuh makna yang tak bisa begitu saja kuterjemahkan.
"Sebut saja."
"Apanya?"
"Namaku," ucapnya dengan nada serak yang akan kubenci selamanya. Harusnya.
Oke, pria yang bertanggung jawab atas kasusku kali ini bernama Zeus Franceso. Seseorang yang paling tidak ingin kudekati di muka bumi ini, nyatanya sedang menguasaiku sekarang. Di ruangannya yang sempit ini. Kami belum lama ini bertemu dan secara misterius, seperti yang sering terjadi pada Father Brown yang selaku bertemu kasus pembunuhan di mana pun dia berada, aku dan Zeus seperti sedang terikat oleh pertemuan-pertemuan dalam lingkaran setan yang pendek. Meski begitu, bukan berarti hubungan Zeus dan aku adalah partner in crime.
Karena sejarah singkat kami, aku cukup mengenal sikap pria anarki ini. Zeus yang ini terlihat berbeda dari Zeus yang kutahu. Bukan seperti aku merasa merindukan sosok Zeus yang selalu bersikap sok keren tanpa alasan, suka menghidu tubuh perempuan dan mengatakan hal-hal tidak sopan padanya, atau perilaku buruknya yang lain. Tapi instingku mengatakan, Zeus bukan seorang pria yang begitu saja memandang seorang perempuan dengan pandangan seintens bagaimana ia memandang mataku sekarang. Dan kenapa juga aku harus merasa begitu bangga dan bersemangat saat Zeus menatapku begini? Ini tidak seperti kami sedang berpacaran atau memiliki hubungan khusus. Tanpa Father Brown memberitahuku pun, aku tahu aku sedang dalam situasi yang buruk. Aku berharap aku bisa memikirkan ha; lain untuk mengalihkan perhatianku, mendapatkan akal sehatku lagi, dan melepaskan diri dari pesona tak terelakkan level dewa ini.
Mengalihkan pandanganku ke samping dan menutup mata, aku berusaha untuk mengingat-ingat dialog Father Brown yang lain, atau hal apa pun selain keindahan paras dan tubuh Zeus, tapi aku tidak bisa melihat apa pun selain sosoknya, bahkan meski dengan mata tertutup.
“Buka matamu, atau aku akan melakukan sesuatu yang tidak kau setujui pada leher jenjangmu ini.”
Ancaman sialan! Tanpa bisa memikirkan hal lain, aku membuka mata lebar-lebar dan menahan wajah Zeus agar tidak lebih mendekat. Oh, tidak … aku lagi-lagi terperangkap oleh mata itu. Jangan pandang aku! Jangan memandangnya, Simca! Bagaimana bisa aku tidak memandangnya? Seakan Tuhan menciptakan sepasang batu permata paling indah untuk memancarkan laser misterius yang membuatku lumpuh. Sentuhan tangan yang besar dan kuat, terasa lebih seperti cengkraman yang paling menyenangkan. Sedangkan tangan lainnya membawa benda tajam itu membuatku ngilu. Rambut abu-abu yang berantakan, entah bagaimana warna pucat itu begitu sempurna memperindah sosoknya yang menaungi tubuhku. Anak rambut tipis, menutupi alisnya yang tajam dan tebal. Kuharap aku bisa menyentuhnya kali ini. Otot perut itu memintaku untuk menyentuhnya, aku tahu itu. Tidak, Simca. Kau tidak tahu. Berhenti menjadi seorang contrarian.
“Apa kau menikmati apa yang kaulihat?”
“Tidak ada ... aku tidak lihat apa-apa.”
Aku tak tahu apa aku sedang dalam pengaruh sihir atau apa. Aku tidak bisa berhenti memandangnya. Otot lengan itu, bibir seksinya, astaga, terpujilah Tuhan yang menciptakan daging kemerahan yang merekah itu. Apa? Apa kau sedang berangan-angan lagi, Simca? Kau pasti bercanda. Tidak, ruangan ini hampir tidak ada cahaya, remang-remang. Aku tidak yakin bahwa bibirnya berwarna merah. Kurasa warnanya sedikit pucat, meski aku sama sekali tidak salah dengan penilaianku tentang betapa indah bentuknya. Oh, oh! Bukan! Maksudku, bukan warnanya. Harusnya aku memikirkan cara untuk membebaskan diri! Bukan malah memberi penilaian sempurna pada wajahnya.
Suara kekehan lolos dari mulut Zeus. Kekehan yang terdengar seribu tahun sekali, sungguh. Bibirnya tersungging penuh dengan kebanggaan saat memergokiku sedang memuja tubuhnya dengan pandanganku. Sial. Ke mana kendali dirimu yang memang sejak awal tidak bisa dibanggakan itu, Simca?!
“Hei, Nona Penyihir?"
"Apa itu berat sekali untukmu memanggilku dengan namaku, Tuan Serigala Putih?"
"Apa kau ingin menyentuhku?” tanya Zeus dengan suara serak.
Oh, tentu dia mengacuhkanku. Kenapa juga dia bersedia mendengar ocehan mangsanya sebelum gadis malang yang cantik jelita ini mati?
“Kau curang, Ze. Dan aku tidak akan bicara padamu.” Ayolah, katakan kau juga tidak akan menyentuhnya. Demi Father Brown! Kau harus berhenti bersikap seperti jalang, Simca.
“Baiklah, aku juga tidak ingin kau bicara." Ladies and gentlement, The one and only Zeus Franceso. "yang kuinginkan adalah mendengar kau teriak minta ampun, Simca.”
Dan kau tidak akan percaya dengan apa yang akan dilakukan oleh Tuan Serigala ini.
Mungkin ini waktu yang tepat untuk meminta tolong. Tapi aku bersumpah, aku akan membunuh siapa pun yang berani membuka pintu ruangan ini dan menghentikan apa pun yang akan Zeus lakukan dan bersedia beradu argumen dengan Father Brown, Sherlock Holmes atau siapa pun itu.[]