Kekasih pura-pura.

1444 Kata
"Eh! Mbak Alena membalas pelukan pria itu? Bukankah Mbak Alena sangat mencintai bos? Kenapa bisa dia ...." Gumam Rico menatap tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Sedangkan Alena, dia malah tersenyum kecil dan berpura-pura seperti sedang bersama kekasihnya. "Emmm ... Van! Tadi aku mencari kamu, eh ... Syukurlah aku bisa menemukan kamu di sini!" Ucap Alena yang langsung berubah menjadi manis. Membuat perasaan Revan semakin kacau tidak karuan. "Emmm ... Ya! Maaf tadi aku belum selesai dengan pekerjaan aku," jawab Revan dengan suara gemetar dan detak jantung nya berdetak semakin kencang, seolah jantung itu ingin keluar dari dadanya saat ini. Alena masih tersenyum dan dia masih melanjutkan aktingnya sampai Rico pergi dari hadapannya. "Tidak apa-apa! Aku tahu kalau hari ini pasti kamu sangat sibuk, apalagi aku mendengar jika perusahaan ini sedang ada pengalihan hak kepemilikannya. Jadi pasti kamu sangat sibuk melakukan semua tugas kamu di lantai atas tadi kan? Juga ... Sekarang sudah masuk jam makan siang, lebih baik kita pergi ke kantin sekarang juga, takutnya makanan di sana habis," ucap Alena yang kemudian melepaskan pelukannya, lalu memegang telapak tangannya Revan. "Ayo, kita pergi sekarang juga!" Ajak Alena yang memperlakukan Revan seperti kekasihnya sendiri. Revan yang baru pertama kali diperlakukan seperti itu oleh wanita, terasa kaku di seluruh tubuhnya. "Iya!" Jawabnya dengan singkat, lalu menatap ke arah tangannya yang di genggam oleh Alena dan itu semakin membuat dirinya tak karuan. Seolah banyak perasaan aneh yang terus datang menyelimuti hatinya. "Tangannya hangat sekali," gumam Revan sambil tersenyum sendiri menatap tangannya sendiri. Sampai, Revan harus terkejut saat mendengar suara Rico yang berteriak tak percaya melihat kemesraan keduanya. "Tidak! Tidak mungkin! Mbak Alena, anda tidak mungkin ...." Rico langsung mencubit pipinya, karena dia tidak percaya dengan yang dia lihat saat ini. Sampai, dia merasakan rasa sakit menandakan jika dia tidak sedang bermimpi. "Awww! Sakit! Berarti ini bukan mimpi dan Mbak Alena ... Dia sudah ... Ahhh! Aku harus memberitahu bos sekarang juga!" Ucap Rico yang kemudian berlari pergi meninggalkan keduanya dengan tergesa-gesa, karena dia sudah tidak sabar ingin secepatnya memberitahu Arkana tentang hal ini. Sementara itu. Setelah melihat Rico pergi, Alena pun menghela napas lega, karena pada akhirnya dia bisa mengusir Rico pergi dari hadapannya saat ini. "Huft! Syukurlah, dia akhirnya pergi juga," ucap Alena yang kemudian melepaskan genggaman tangannya dan segera menjaga jarak dengan Revan. Membuat Revan menatap tidak percaya dengan itu semua. "Ini! Alena kamu ...." Revan merasa sangat enggan melepaskan tangan Alena dan dia menatap kosong tangannya sendiri dengan bekas genggaman tangan Alena sebelumnya. Sedangkan Alena, yang tidak tahu bahkan tidak memerhatikan gerak gerik Revan, hanya terus mengelus dadanya karena dia masih merasakan perasaan gugup serta takut saat mengingat pertemuan nya dengan Rico. "Haist! Hari ini sungguh hari yang sangat sial bagiku! Setelah bertemu dengannya, sekarang bertemu dengan Rico! Ada apa dengan hari ini? Mengapa orang yang tidak ingin aku temui malah bertemu lagi? Kenapa ini? Ada apa ini?" Gumam Alena di dalam hatinya dan terus mengatur napasnya yang masih tersengal-sengal dan perlahan menenangkan dirinya sendiri. Sedangkan Revan, dia yang masih terpaku dengan tangannya, mulai melirik ke arah Alena dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Bahkan bayangan tentang dia bisa memeluknya, menatap mata Alena yang indah serta bibirnya yang lembut serta senyumannya yang sangat manis, membuat pikiran Revan mulai dipenuhi oleh Alena dan perasaan dingin di dalam hatinya, perlahan mencair karena kejadian ini. "Alena! Benar kata Ridwan, dia memang wanita yang sangat cantik dan juga penuh semangat! Kamu juga berbeda dengan semua wanita yang ada di perusahaan ini. Aku ... Ingin sekali mengenal kamu lebih dekat lagi," gumam Revan sambil tersenyum sendiri menatap Alena yang sibuk dengan pikirannya sendiri dan tidak tahu, jika pria dingin dan terkenal pendiam itu sedang menatapnya dengan tatapan berbeda dari sebelumnya dan Alena tidak tahu, jika pria yang ada disebelahnya juga bukanlah pria biasa pada umumnya. Karena Revan, memiliki identitas lain selain sebagai petugas kebersihan di perusahaan itu dan identitas itu hanya diketahui oleh atasannya yaitu pak Ridwan dan juga bagian HRD. Sehingga, saat ini Revan sebenarnya dalam penyamaran dan mau disembunyikan sedalam apapun, tidak bisa menutupi auranya yang tidak sama dengan orang biasa pada umumnya. Sehingga, saat ini. Revan yang mengalami perasaan aneh terhadap Alena terus menatapnya tanpa henti. Sampai. Ada suara yang memanggil namanya yang membuat Revan harus berhenti menatap Alena secara diam-diam itu. "Revan!" Panggil seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Ridwan, atasan Alena. Alena pun terkejut saat melihat sosoknya dan secepatnya Alena memberi hormat kepada Ridwan. "Pak!" Ucap Alena dengan sopan. Ridwan tersenyum kepada Alena dan dia terkejut melihat Revan yang ada bersama dengan Alena. "Bo ... Ah! Revan! Kenapa kamu ada di sini? Emmm ... Berdua saja dengan Alena?" Tanyanya dengan suara kaku dan sangat berhati-hati. Revan kembali dengan ekspresi dinginnya pun menatap Ridwan. "Ya! Ada apa bapak memanggil saya?" Tanyanya dengan tegas. Membuat Ridwan gemetar karena takut "Emmm ... Itu! Revan bisakah kamu ikut dengan saya? Ada tugas yang harus kamu kerjakan setelah istirahat nanti dan ...." Belum Ridwan selesai bicara. Alena langsung menyelanya. "Pak! Revan belum makan siang! Ini juga kan jam istirahat! Mengapa bapak malah merebut waktu istirahat dia dengan pekerjaan yang bukan pada waktunya? Ini ... Bukankah sangat tidak adil baginya?" Ucap Alena dengan tatapan iba kepada Revan. Membuat hati Revan merasa bahagia, karena Alena sudah membela dirinya walaupun sebenarnya dia tidak perlu dibela. "Dia sangat perhatian padaku?" Gumam Revan sambil tersenyum kecil, membuat Ridwan terkejut, karena untuk pertama kalinya dia melihat Revan tersenyum. "Emmm ... Bos tersenyum? Apakah dia memiliki perasaan pada Alena?" Gumam Ridwan melihat kedua nya secara bergantian dan jiwa gosipnya mulai datang menghampiri pikiran nya saat ini. "Sepertinya bos menyukai Alena? Tapi Sejak kapan? Bukankah bos tidak pernah berinteraksi dengannya? Tapi ...." Ridwan belum selesai bicara, karena Revan langsung membuka mulutnya untuk menjawab. "Alena terima kasih karena sudah membela aku! Tapi ... Aku harus menyelesaikan tugasku dulu, aku ... Pergi dulu dengan pak Ridwan," ucap Revan. Alena tidak bisa mencegahnya. "Baiklah kalau begitu! Aku juga mau berterima kasih karena tadi kamu sudah membantu aku dan maaf! Gara-gara tadi, kamu pasti merasa sangat tidak nyaman ya! Apalagi harus berpura-pura seperti itu. Aku sungguh merasa sangat bersalah padamu dan hutang Budi ini, nanti akan aku bayar," ucap Alena. Revan menganggukkan kepalanya. "Tidak masalah! Aku juga tidak keberatan karena sudah membantu kamu dan ... Maaf karena ide itu, pasti dia salah faham terhadap hubungan kita ini," ucap Revan yang menatap Alena dengan tatapan yang sangat hangat. Membuat Ridwan malah merinding sendiri. "Bos! Anda benar-benar berubah!" Gumam Ridwan yang tak tahan dengan tatapan Revan terhadap Alena. Sedangkan Alena, dia tersenyum dan segera bergegas pergi. "Tidak apa-apa! Akan sangat bagus dia salah faham, jadi tidak akan pernah bertemu lagi dan memang itu tujuanku. Kalau begitu, aku pergi dulu! Kamu semangat kerjanya dan jangan lupa untuk makan siang!" Ucap Alena sambil melambaikan tangannya, lalu bergegas pergi saat itu juga. "Hutang Budi, nanti akan aku bayar Van! Nanti katakan saja apa yang kamu inginkan, aku akan mengabulkannya selagi itu dibatas kemampuan aku," ucap Alena, dia tersenyum dan pergi meninggalkan Revan berdua dengan Ridwan saat itu juga. "Ya! Aku akan meminta imbalan itu padamu!" Jawab Revan membalas lambaian tangan sambil tersenyum ke arah Alena tanpa dia sadari, membuat Ridwan semakin mengerti jika Revan memang sedang jatuh cinta. Sampai setelah Alena sudah tidak terlihat punggungnya sama sekali tapi Revan masih melambaikan tangannya. Ridwan malah menjadi takut dan secepatnya menyadarkan Revan. "Bos! Alena sudah tidak ada! Apakah anda tidak lelah terus melambai seperti itu?" Tanya Ridwan. Membuat Revan baru tersadar dan secepatnya menarik tangannya kembali. "Oh! Ya ... Saya tahu! Tapi apa tujuan kami datang mencari saya?" Tanya Revan yang kembali ke mode serius. Ridwan pun tersenyum ramah, karena didepannya adalah atasannya. "Bos! Perusahaan kita telah diakuisisi oleh tuan Arkana Danendra dan semua saham dibeli olehnya. Jadi ... Dialah pemilik saham terbesar di perusahaan dan anda hanya anda saja yang tersisa yang memiliki saham di perusahaan ini. Jadi, hari ini tuan Arkana Danendra ingin bertemu dengan anda dan menentukan posisi anda yang masih tetap sebagai wakil presiden direktur," ucapnya dengan hati-hati. Mendengar itu, Revan hanya tersenyum tipis dan dia memang penasaran dengan sosok Arkana Danendra. "Baiklah! Ayo kita temui dia! Sepertinya dia jauh lebih waras daripada presiden direktur sebelumnya," ucap Revan yang kemudian berjalan melewati Ridwan. "Pakaian saya, apakah sudah kamu siapkan?" Tanya Revan kepada Ridwan "Sudah bos! Semua ada di dalam ruang kerja anda," jawab Ridwan. Sehingga, Revan pun meninggalkan tempat itu bersama dengan Ridwan menuju ruang pribadi miliknya yang hanya boleh disentuh oleh asisten pribadi nya dan Ridwan yang menjadi petugas kebersihan khusus di tempat pribadinya itu. Sehingga dengan cepat, kedua pun segera pergi dan Revan mengganti pakaiannya menjadi formal dan berkelas layaknya Seorang wakil presiden direktur pada umumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN