15. Tak Mengizinkan Pergi

1675 Kata
Romi masih dalam posisi duduk. Dia tak ingin emosinya kembali memuncak. Apa lagi saat ini Romi tengah melayani tamu untuk cuci blow. Untung saja pekerjaannya hampir usai. Sejak kejadian tadi, Romi jadi enggan melakukan apa pun. Romi rasanya sudah malas berada di salon. Romi takut kalau sampai tak bisa menahan emosi lagi, apalagi saat berhadapan dengan Shandy. Setelah jam kerja usai, Romi cepat-cepat naik ke lantai tiga. Romi ingin merebahkan tubuhnya yang terasa lemas. Tulang-tulangnya yang terasa mau patah. Bahkan kepalanya pun terasa mau pecah karena kejadian memalukan tadi. Cepat-cepat Romi mengambil air wudhu. Romi ingin mengadukan perasaan di hatinya saat ini pada Tuhan. Karena hanya Tuhanlah tempat mengadu segala keluh kesah yang ada di hati Romi. “Kamu yang sabar ya Rom, jangan dimasukkan di hati! Shandy memang begitu orangnya. Tapi aslinya dia itu baik. Mungkin karena selama ini dia stylist sendiri di sini, terus tiba-tiba datang kamu. Jadi dia merasa punya saingan!” Ucap Irsan pada Romi yang saat itu terlihat murung. “Iya, makasih Irsan. Aku teh enggak pernah anggap Shandy sebagai saingan! Kita ini satu tim, harus berjuang bersama untuk memajukan DN Salon, bukan untuk bersaing! Kamu teh enggak salah ngomong begini sama aku? Bukannya Shandy itu sahabat kamu? Dan aku kira kalian berdua teh selama ini tidak suka sama aku.” Romi terlihat masih sedikit kesal. Romi dan Irsan sudah pulang dulu karena mereka masuk pagi. “Aku percaya sama kamu Rom. Ya Shandy memang sahabat aku karena kita sudah lama kenal. Dan aku juga merasa hutang budi sama dia! Dia yang selalu memberi bantuan saat aku kesusahan. Cuma mungkin sudah menjadi watak Shandy yang sedikit angkuh, jadi dia tak ingin ada yang menyaingi. Kebetulan kamu itu orang baru yang memiliki jabatan sama dengan Shandy. Terus sebagai orang baru kamu juga langsung dicari-cari tamu, mungkin dia cemburu.” Irsan menjelaskan. “Jadi kamu teh sudah kenal Shandy dari lama. Pantas kelihatan akrab. Kalau aku teh baru ini kerja di salon, belum banyak pengalaman. Terus terang awal di sini sebenarnya aku teh merasa enggak nyaman. Dan puncaknya hari ini, aku benar-benar malas melanjutkan hidup di Yogya. Terutama suasana teman di salon. Ya memang sih gak semua seperti Shandy. Tapi dari satu orang sudah membuat aku benar-benar tak nyaman. Aku teh pengin kembali ke Bandung atau ke mana gitu?” Romi seperti menyerah. “Kamu jangan menyerah, kamu harus lewati itu semua! Aku senang kamu tetap di sini, jadi banyak teman. Salonnya juga makin ramai. Kamu gak boleh menyerah. Kalau kamu pindah, nanti tamu-tamu kamu gimana? Mereka bakalan cari-cari kamu!” Irsan memberi semangat. Irsan tidak hanya senang karena mendapat teman baru. Irsan juga senang karena kedatangan Romi telah membawa DN Salon jadi ramai, banyak tamu yang mencari Romi. Dengan salon ramai, pendapatan Irsan juga akan naik. Karena orang ke salon tidak hanya untuk potong rambut, tapi juga perawatan lain seperti creambath. Otomatis menambah pekerjaan Irsan. “Aku tuh malas kalau kerja gak nyaman, seperti ada tekanan. Entah aku bisa bertahan apa tidak?” Tapi kalau situasi tetap seperti ini lebih baik aku memilih keluar dari cabang ini.” Ucap Romi tak ingin memperpanjang masalahnya. “Kamu benar, kita kerja kalau gak nyaman rasanya enggan mau apa-apa. Bawaannya malas dan emosi. Aku sebagai teman hanya menyarankan, tetap keputusan ada di tangan kamu!” Irsan tak bisa berbuat apa-apa. Segala keputusan ada di tangan Romi. “Iya udah atuh, aku teh mau rebahan dulu. Rasanya teh capek pisan. Capek tenaga capek pikiran!” Tangan kiri Romi menepuk lengan kiri Irsan bagian depan. Kemudian Romi berlalu dari Irsan. “Iya sana, semoga usai bangun pikiran kamu kembali jernih! Jadi gak ada pikiran untuk pindah lagi!” Irsan masih berharap Romi tetap di DN salon cabang Yogya. *** Hari ini salon telah tutup. Norma meminta Shandy naik berbarengan. Norma tak ingin sesuatu kembali terjadi di lantai tiga. Apalagi mengenang kejadian tadi di salon yang sepertinya belum ada titik penyelesaian. Keduanya memiliki pikiran keras. “Shandy kau bareng aku aja lah! Tunggu aku sebentar! Tinggal ngeprint aja!” Ucap Norma pada Shandy. “Kamu ini kenapa Sir? Biasa juga naik sendiri-sendiri! Lagian ada Siti juga yang temani di sini!” Jawab Shandy. “Sekali-kali lah kau temani aku! Lagian tinggal ngeprint laporan aja kok! Sebentar saja selesai! Kau tunggu saja lah aku dulu! Aku kan kawan kau juga!” Norma terus merayu. “Ya sudah buruan tapi!” Shandy akhirnya mengiyakan. Norma merasa lega akhirnya Shandy mau menuruti permintaannya. Ketakutannya sedikit berkurang. Norma tak ingin kejadian di salon tadi berlanjut di atas. Romi dan Shandy sama-sama sedang tersulut emosi. Kalau keduanya tak ada yang menengahi bisa saja adu jotos terjadi. Saat ini memang belum ada orang yang ditunjuk untuk mengurus salon. Biasanya orang itu akan dikirim dari Jakarta. Tapi sampai sekarang belum ada kabarnya juga. Pemilik salon hanya berpesan pada Norma agar sementara dirinya yang mengurus salon. Segala masalah di salon diserahkan pada Norma untuk sementara. Itulah mengapa Norma benar-benar menjaga masalah tadi jangan sampai berbuntut panjang. Apalagi bisa sampai terdengar ke telinga pemilik salon ataupun orang pusat. Norma juga takut kalau Shandy naik duluan lalu bertemu Romi akan berucap tidak mengenakan lagi. Terus Romi tak bisa menahan emosi. Bagaimana nasib DN Salon selanjutnya? Norma harus menjaga semua itu jangan sampai terjadi. Norma masih butuh keduanya, terutama Romi yang memang sedang banyak dicari tamu. Romi merupakan aset DN Salon yang harus terus dipertahankan. Pekerjaan Norma akhirnya selesai juga. Norma, Shandy, dan Siti akhirnya naik berbarengan. Norma berharap sesampainya di lantai tiga, Romi sudah terlelap. Dengan begitu tidak ada tatap muka ataupun adu mulut antara Romi dan Shandy. Sampai di lantai tiga pikiran tak tenang Norma terjawab sudah. Berdasar informasi dari Irsan, Romi sudah tertidur karena kecapean. Irsan juga bilang kalau Romi ingin menenangkan pikirannya. “Eh San, tapi Romi gak cakap apa-apa kan paska kejadian tadi?” Tanya Norma masih penasaran. “Maksudnya?” Irsan mengerutkan kedua alisnya. “Romi hanya cakap kalau dia kecapean aja atau ada cakap lain?” Norma memperjelas. “Romi merasa tak nyaman kalau bekerja dalam keadaan seperti di sini. Romi merasa tertekan. Katanya sih tak tahu sanggup apa gak bertahan di sini kalau situasi tetap seperti ini.” Irsan menjelaskan. “Alamak! Kau tolong nasihati Romi biar tetap bertahan di sini! Tamu yang mencari dia banyak soalnya. Takutnya kalau Romi pindah, tamu-tamu juga akan ikut pindah. Nanti omzet kita turun, pendapatan kau juga ikut turun! Tolong kau nasihati Romi ya!” Norma meminta tolong pada Irsan. “Iya tadi aku juga bilang seperti itu! Tapi ya gak tahu juga keputusan Romi. Semoga seperti yang kita harapkan! Ke mana si Shandy?” Irsan tak melihat kedatangan Shandy. “Dia langsung ke kamar! Sana kau susul dia, takutnya sesuatu terjadi di kamar antara Shandy dan Romi.” Norma meminta Irsan menyusul ke kamar. Irsan pun menuruti permintaan Norma. Tidak seperti yang ditakutkan Norma sebelumnya, ternyata Shandy pulang langsung membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Karena saat ini Irsan tak melihat keberadaan Shandy di kamar. Mungkin Shandy ke kamar mandi saat dirinya tengah ngobrol dengan Norma. Irsan berharap semoga Shandy tak mendengar obrolannya dengan Norma. Mengingat hubungan mereka yang sangat dekat. Dan Shandy juga yang selalu menolong Irsan dalam kesusahan. Irsan takut Shandy akan salah paham. Dan Shandy menganggap bahwa Irsan lebih memilih Romi daripada Shandy. Padahal bagi Irsan Romi juga tak salah. Selama di sini Romi selalu bersikap baik pada siapa saja di salon. Bahkan meski Shandy selalu membuat Romi tidak mengenakan, Romi selalu sabar dan bersikap biasa. Namun karena sikap Shandy yang sangat keterlaluan, Romi pun jadi terbawa emosi. *** Malam yang gelap berubah terang. Romi telah terbangun setelah semalam tidur lebih awal. Pikirannya juga sedikit tenang. Romi memilih ke lantai bawah untuk menghirup udara segar. Udara Yogya di pagi hari masih terasa segar. Romi bisa memandang jalan Malioboro dengan leluasa. Karena kondisi masih sangat pagi, suasana masih begitu sepi. Asap kendaraan juga belum tercium di jalanan. Benar-benar suasana yang membuat hati Romi tenang. Setengah jam di luar Romi memilih kembali naik ke atas. Namun saat di tangga lantai dua, tanpa sengaja Romi berpapasan dengan Shandy. Romi berusaha bersikap biasa dan menganggap masalah kemarin sudah selesai. Meskipun hatinya masih sedikit sakit, namun Romi berusaha sabar menghadapi Shandy. “Eh ada pemuja dekong! Dari mana pagi-pagi begini, jangan-jangan habis jampi-jampi ya biar hari ini tamunya minta sama kamu semua!” Ucap Shandy menyindir. Romi tetap diam, dia tak ingin memperpanjang masalah dengan Shandy lagi. Ucapannya yang begitu menyakitkan membuat sakit di telinga serta hati Romi. Romi tetap melanjutkan perjalanannya ke lantai tiga tanpa berucap apa-apa. Romi kira Shandy tak akan memperpanjang lagi masalah kemarin. Ternyata pikirannya salah. Dengan keadaan seperti ini Romi jadi yakin dengan keinginannya untuk meminta pindah dari cabang Yogya. Kebetulan Norma sedang duduk santai di kursi depan TV sembari memainkan ponselnya. “Teh, aku ingin ambil cuti dadakan! Aku ingin cari suasana baru!” Ucap Romi mengagetkan Norma. “Kenapa mendadak, gak bisa! Apa lagi salon lagi ramai, gak ada yang gantiin kau sementara!” Norma tak bisa kasih izin. “Kalau gitu, Romi teh ingin pindah aja dari sini! Aku teh udah gak tahan, gak bisa aku teh kerja tertekan begini!” Romi menyampaikan perasaannya. “Tapi Romi, apa karena masalah kemarin?” Tanya Norma. “Kan bisa dibicarakan baik-baik, jangan main bilang pindah! Tamu kau banyak di sini, aku mohon kau jangan pindah dulu! Nanti biar aku bicara dulu sama Shandy dan juga pemilik salon.” Norma merayu. “Gimana ya Teh aku benar-benar gak tahan. Aku kira teh masalah kemarin sudah selesai. Ternyata Shandy masih saja ngomong tidak mengenakan Bahkan lebih menyakitkan! Maaf Teh aku gak bisa lagi bertahan.” Romi seperti sudah bulat dengan keputusannya. “Kumohon sama kau Romi, tunggu sebentar aku bicarakan dulu ya tapi kau bertahan dulu di sini! Pasti ada jalan yang lebih baik dari pada kau pindah! Aku mohon dengan sangat!” Norma terus memohon. Semua ini Norma lakukan demi kemajuan salon. Romi merupakan aset salon yang bisa menghasilkan pendapatan dengan banyak tamu yang memintanya. “Baik Teh, aku akan tunggu beberapa hari ke depan. Kalau keadaan tetap seperti ini. Aku akan tetap pindah dari sini!” Romi memberi kesempatan. Norma merasa lega. Setidaknya Romi masih memberi sedikit kesempatan pada Norma untuk membicarakan masalah ini pada pemilik salon. Dan Romi juga bersedia untuk bertahan sementara di cabang Yogya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN