03. Permohonan Izin

1754 Kata
Malam ini Romi pulang lebih cepat dari biasanya. Beberapa hari Romi juga pulang tidak dalam keadaan mabuk. Dari tubuh Romi juga tak tercium aroma alkohol. Dari tubuh serta pakaian Romi hanya tercium asap Rokok yang menyengat. Setibanya di rumah, Romi menjatuhkan tubuhnya di kursi depan TV. Saat itu Lilis tengah menonton TV. Suatu kebetulan bagi Raka untuk menyampaikan maksudnya pada Lilis. “Nah gitu dong, kalau pulang teh jangan malam-malam! Mama teh senang kalau kamu berubah seperti ini. Kamu teh sudah jarang mabuk-mabukan lagi.” Ucap Lilis senang melihat Romi pulang lebih cepat dari malam-malam biasanya. “Iya Ma punten, Romi teh selama ini salah. Pikiran Romi teh kacau pisan. Tapi sejak Romi kenal Danu, Alhamdulillah pikiran Romi teh jadi kebuka. Danu teh selalu menasihati Romi. Romi seneng pisan bisa kenal Danu.” Romi menjelaskan pada Lilis. “Danu teh siapa? Mama teh baru denger, Romi nyebut teman namanya Danu.” Lilis ingin tahu. “Danu teh memang bukan asli Bandung. Dia teh asli Jakarta Ma. Danu sedang liburan di Bandung. Romi kenal di... di klub malam Ma.” Romi terus menjelaskan. “Naon klub malam? Jadi Danu teh sering ke klub malam? Kamu juga? Pantes teh kemarin-kemarin kamu pulang mesti bau alkohol.” Lilis terlonjak kaget. “Iya Ma, saat itu teh pikiran Romi kalut pisan. Hanya tempat itu dan minuman keras yang bisa buat hati Romi teh tenang.” Romi masih menjelaskan keadaan hatinya paska ditinggal Dedeng dan calon istrinya, Tania. “Romi, tiap orang teh pasti punya masalah. Tapi teh bukan begitu caranya. Cara kamu teh salah, minuman keras bukannya menyelesaikan tapi malah teh nambah masalah. Kamu tahu teu? Mama teh mohon pisan sama kamu, jangan lagi diulangi ya! Kamu teh satu-satunya anak lali-laki Mama. Kamu juga teh yang nantinya akan meneruskan usaha almarhum papa. Siapa lagi Romi, kalau bukan kamu!” Lilis terus menasihati. “Romi tahu Ma. Tapi maaf pisan, untuk saat ini Romi teh belum siap ikut terjun ke dalam bisnis mendiang papa. Romi belum sanggup! Romi belum tertarik dengan usaha yang sudah dijalankan papa selama ini.” Romi menolak. “Terus siapa lagi yang bakalan meneruskan usaha ini, Romi? Kanaya teh masih menyelesaikan studinya. Mama teh sudah tua, dan Mama juga teh gak ngerti tentang usaha. Mama teh tahunya masak, bersih-bersih. Itu aja masih dibantu bibi.” “Kan ada Paman Hasan, orang kepercayaannya papa! Selama ini kalau papa kenapa-kenapa kan Paman Hasan yang gantikan! Termasuk setelah papa gak ada juga Paman Hasan yang jalankan!” Romi beralasan. Memang Hasan adalah asisten Dedeng yang paling setia dan dapat dipercaya. Saat Dedeng masih ada, Hasan yang selalu diberi kepercayaan untuk mengurus usahanya. Hasan adalah saudara jauh dari Dedeng. Meskipun saudara jauh, kebaikan serta kepercayaan Dedeng pada Hasan tak pernah dia salahgunakan. Hingga keluarga Dedeng begitu baik dan dekat dengan Hasan. Sampai sekarang Dedeng telah tiada, Hasan masih mengabdikan dirinya pada keluarga Dedeng. Hasan yang masih meneruskan usaha garmen Dedeng. Hasan akan terus menjalankan usaha garmen Dedeng hingga Romi siap meneruskan usaha keluarganya. “Tapi Romi, gak selamanya paman Hasan teh meneruskan usaha papa! Kita teh gak tahu, kalau suatu saat paman Hasan ada apa-apa gimana? Siapa yang akan menggantikannya? Pokoknya mah, Mama minta mulai saat ini teh kamu belajar sama paman Hasan! Sebelum papa pergi, kamu kan sudah banyak belajar. Nah sekarang teh tinggal kamu lebih serius lagi menekuni usaha papa! Kamu teh harus sering mendatangi usaha papa!” Lilis terus mengharap pada Romi. Saat Dedeng masih ada, Romi memang sering ikut membantu usaha keluarganya. Romi sudah mulai melihatkan kepandaiannya dalam berusaha. Sayang, kepergian Dedeng dan gagalnya pernikahan telah mengubah semuanya. Romi lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bersantai dan kumpul dengan teman-temannya. Romi memang berasal dari keluarga berada, segala keinginannya dengan mudah bisa dipenuhi. Kalaupun Romi ingin bekerja, Romi tinggal minta pada keluarganya. Romi tak perlu repot dan capek-capek mencari pekerjaan. Mau meminta pekerjaan di bagian mana pun bisa Romi dapatkan dengan mudah. “Ma, Romi teh belum berminat pada usaha papa. Nanti saja, kalau Romi teh sudah siap pasti Romi belajar. Sekarang Romi teh capek, pengin istirahat!” Romi beranjak meninggalkan Lilis sendiri. Romi yang tadinya ingin menyampaikan niatnya untuk ikut Danu ke Jakarta dia urungkan dulu. Romi sudah malas dengar ucapan mamanya untuk meneruskan usaha papanya. Romi belum berminat menjalan bisnis garmen keluarganya. *** Suara kokok ayam telah terdengar bersahutan. Pertanda hari sudah pagi. Seperti biasa, Lilis sibuk di dapur membantu bibi menyiapkan sarapan. Sejak Dedeng tiada, Lilis memang lebih senang menyibukkan dirinya dengan pekerjaan rumah. Sebenarnya di rumah Lilis ada asisten rumah tangga yang mengerjakan semua pekerjaan rumah. Tapi Lilis ingin menyibukkan dirinya. Dengan pekerjaan rumah, Lilis bisa melupakan sejenak kepergian suami yang dia cintai. Lilis bisa saja mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri, tanpa bibi. Namun Lilis masih butuh bibi, untuk menemaninya di rumah. Romi yang ada di rumah lebih sering menghabiskan waktunya di luar dengan teman-temannya. Kanaya, adik perempuan Romi masih menyelesaikan studinya di Eropa. Hanya bibi yang selalu menemani hari-hari Lilis sejak Dedeng pergi untuk selamanya. “Sudah Ibu nunggu di depan saja. Biar saya yang kerjakan semua.” Ucap bibi pada Lilis yang tengah sibuk meracik bumbu di dapur. “Gak papa Bi. Ibu teh bingung kalau gak ada kerjaan. Kalau cuma duduk-duduk santai, Ibu teh jadi teringat Bapak. Bibi ngerjain yang lain aja, bersih-bersih atau apa! Biar Ibu yang masak.” Lilis berucap. Kedua mata Lilis selalu berkaca-kaca saat dirinya menyebut suaminya, Dedeng. “Tapi Bu” Bibi merasa gak enak pada majikannya. Dari pertama kerja, Lilis dan keluarga memang sangat baik pada bibi. Terutama Lilis, Lilis tak pernah menganggap bibi seperti asisten rumah tangganya. Bibi selalu diperlakukan seperti keluarga sendiri di rumah Lilis. “Sudah, kamu teh sana bersih-bersih rumah aja! Jadi teh nanti kalau Ibu selesai masak, Bibi juga selesai bersih-bersih. Terus mandi, kita sarapan bareng!” Jawab Lilis tegas. Meskipun gak enak hati pada majikannya, bibi tak bisa menolak. Karena apa pun ucapan majikannya adalah perintah untuk bibi. Sesuai perintah Lilis, bibi mengerjakan pekerjaan rumah. Dari menyapu, mengepel, serta membersihkan debu-debu yang menempel sudah selesai bibi kerjakan. Lilis juga terlihat sudah selesai menyiapkan sarapan. Sarapan sudah siap di hidangkan di meja makan. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB, namun Romi belum juga keluar dari kamarnya. Lilis meminta bibi untuk memanggil Romi sarapan bareng. “Mas... Mas Romi!” Bibi mengetuk pintu kamar lalu memanggil Romi. Bibi memang berasal dari Jawa, makanya untuk menyebut majikannya sudah biasa dengan kebiasaan di kampungnya. “Naon si Bi? Romi teh masih ngantuk!” Romi terlihat kesal. “Maaf Mas Romi? Ibu meminta Bibi memanggil Mas Romi untuk sarapan bareng!” Bibi menjelaskan pelan. “Bilang jeng Mama, duluan aja! Romi teh belum lapar!” Romi masih menjawab dari dalam kamarnya. Bibi pun meninggalkan kamar Romi lalu menyampaikan apa yang diucapkan Romi pada Lilis. Lilis hanya bisa geleng kepala mendengarkan bibi menyampaikan ucapan Romi. Memang sejak 2 masalah besar menimpa Romi, Romi mengalami perubahan cukup besar. Sekarang Romi jadi mudah emosi apalagi kalau keinginan hatinya tidak dipenuhi. Romi juga lebih senang mengurung diri di kamar saat berada di rumah. Tidak hanya itu, Romi yang tadinya rajin membantu usaha papanya. Kini Romi jadi pemalas, dan jarang lagi pergi ke perusahaan papanya. Lilis sudah sering menasihati Romi, namun selalu gagal. Ujung-ujungnya keributan pun terjadi. Kalau sudah seperti itu, Lilis hanya bisa mengalah. *** Siang itu, ponsel Romi bergetar. Romi menggeser layar ponsel dengan telunjuk tangan kanannya. Satu chat masuk dari Danu. Danu : Gimana Rom, malam ini gua pulang ke Jakarta! Lo jadi ikut gua gak?” Romi bingung harus menjawab apa. Karena sampai detik ini Romi belum bisa meminta izin pada Lilis. Sementara tekad Romi sudah bulat. Romi tetap ingin ikut Danu ke Jakarta. Romi : Iya, aku jadi ikut. Danu : Oke! Nanti gua hubungi lagi, jam berapa dan naik apa kita berangkat! Romi tak bisa mengulur waktu lagi. Romi harus secepatnya meminta izin. Bagaimanapun caranya, Romi harus berangkat ke Jakarta. Romi mengetuk pintu kamar Lilis yang saat itu tertutup. Romi tak bisa menahan lagi keinginannya. “Ada apa Romi?” Tanya Lilis pada Romi. “Ma, punten Romi ganggu? Romi teh pengin bicara sebentar!” Romi duduk di pinggir ranjang Lilis. “Ngomong aja Romi, aya naon? Serius pisan!” Lilis menarik kursi di sebelah ranjang menghadap pada Romi. Romi pun berhadapan langsung pada Lilis. Perempuan yang sudah melahirkan serta merawat Romi selama ini. Romi merasa tak tega meninggalkan Lilis sendiri di rumah. Apalagi sekarang papanya sudah gak ada. Hanya bibi yang bisa menemani Lilis di rumah. Namun tekad yang bulat tak bisa menggoyahkan keinginan Romi. Romi tetap ingin ke Jakarta. “Ma... Mama ingat kan soal Danu? Teman baru Romi yang dari Jakarta, yang Romi cerita semalam?” Romi memulai niatnya. “Iya, Mama masih ingat. Memang, Danu teh kenapa?” Lilis penasaran. “Danu mau pulang ke Jakarta. Dan... dan Romi mau ikut!” Romi berkata, kedua matanya mulai berkaca-kaca. “Naon ke Jakarta! Kamu teh gak lagi bercanda kan?” Lilis terlonjak kaget. “Gak Ma, Romi teh serius! Berteman dengan Danu membuat Romi bisa melupakan segala masalah hidup yang Romi alami. Mama teh sudah lihat buktinya, sekarang Romi jarang pulang malam. Romi juga gak mabuk-mabukan lagi. Dan yang paling penting, dengan Romi ke Jakarta Romi teh bisa membuka lembaran baru. Romi teh bisa memulai kehidupan ya baru tanpa bayang-bayang masa lalu yang membuat hidup Romi hancur berantakan.” “Tapi Romi, apa kamu teh tega meninggalkan Mama sendiri di sini? Dan apa kamu teh lupa dengan amanat almarhum papa kamu? Kamu harus meneruskan usaha papa!” Lilis keberatan dengan keinginan Romi. “Maafkan Romi Ma, sebenarnya Romi teh gak tega tinggalin Mama! Tapi, Romi teh juga ingin maju ke depan Ma! Tinggal di Bandung membuat Romi tak bisa menghilangkan segala masalah Romi. Romi selalu teringat dengan kejadian yang membuat Romi sakit hati. Mungkin dengan meninggalkan Bandung, Romi teh bisa hidup lebih tenang tanpa ada bayang-bayang yang terus mengikuti hidup Romi. Jadi Romi mohon sama Mama, tolong izinkan Romi pergi? Romi ingin meraih kebahagiaan Romi. Dan Romi teh janji, kalau Romi sudah bisa melupakan semua masalah di sini, Romi akan pulang secepatnya. Romi akan kembali berkumpul dengan Mama. Mama tenang saja, Romi hanya pergi sementara!” Romi terus memohon. Lilis tak bisa bayangkan, dirinya ditinggal oleh putra satu-satunya. Meski hanya sementara, Lilis merasa berat hati ditinggal Romi. Apalagi belum lama, Lilis kehilangan laki-laki yang paling dicintai untuk selamanya. Rasa kehilangan masih begitu terasa menyakitkan. Dan kini, Lilis harus kehilangan lagi satu-satunya anak laki-lakinya. Bagaimana Lilis sanggup menjalani hidupnya jauh dari kedua putra dan putrinya. Lilis tak ingin pisah dari Romi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN