bc

Sexy Killer

book_age18+
1.9K
IKUTI
11.6K
BACA
bxg
like
intro-logo
Uraian

AFTER MEN IN THE LOCKER

Instrumental jazz mengalun lembut dari pemutar CD. Seorang perempuan duduk di sofa panjang sambil memejamkan mata. Jari telunjuknya mengetuk-ketuk lembut pada sandaran sofa. Sebelah tangan yang berbeda terletak di paha, dengan segelas bourbon terselip di jari-jarinya.

Kata Papa, Ibu menyukai musik instrumental. Ibu juga suka bourbon. Dulu, sebelum Ibu melepas kehidupan jalangnya dan berkelana dengan Papa. Ibuku sayang. Ibuku yang malang.

Perempuan itu menyungging senyum tipisnya. Kepalanya kini mengangguk-angguk mengikuti irama musik. Ada rasa lega terpancar dari raut wajahnya, juga desahan napasnya. Dia telah menjelajahi kota-kota besar untuk mengejar cinta Ibunya. Dan setelah menemukannya, rasa sakit menusuk dan menyalakan bara amarah dan dendam. Ibu menyambutnya dengan senyum. Penuh cinta dan harapan. Tapi tubuh Ibu melemah dan sebentar lagi napasnya habis. Dia tahu hidup Ibu tak lama lagi. Waktunya semakin tipis untuk mewujudkan keinginan Ibu yang terakhir. Dia harus bergegas atau dia akan kalah.

Dan dia tidak suka kalah.

Dari ketinggian apartemennya, lampu Jakarta bagai jutaan kunang-kunang yang berlomba untuk berkelip. Kunang-kunang. Hh, benarkah dia arwah perempuan yang mati diperkosa? Jika benar, alangkah mulianya hidup setelah mati diperkosa. Menjadi lebih indah dan berguna. Memberi cahaya pada malam-malam yang kelam.

Musik instrumental berhenti. Perempuan itu kini berdiri memandangi kerlap-kerlip lampu yang menggodanya dari balik jendela lebar apartemennya. Mengajaknya untuk bergabung dan memakan malam hingga habis. Senyum tipis kembali tersungging di bibirnya. Dia mendekatkan gelas bourbonnya ke bibir, menyesapnya sedikit, dan bersulang pada langit kelam bertabur cahaya lampu malam.

Jakarta, aku datang!  (*)

__the story after men in the lockers_

chap-preview
Pratinjau gratis
Satu
Instrumental jazz mengalun lembut dari pemutar CD. Seorang perempuan duduk di sofa panjang sambil memejamkan mata. Jari telunjuknya mengetuk-ketuk lembut pada sandaran sofa. Sebelah tangan yang berbeda terletak di paha, dengan segelas bourbon terselip di jari-jarinya. Kata Papa, Ibu menyukai musik instrumental. Ibu juga suka bourbon. Dulu, sebelum Ibu melepas kehidupan jalangnya dan berkelana dengan Papa. Ibuku sayang. Ibuku yang malang. Perempuan itu menyungging senyum tipisnya. Kepalanya kini mengangguk-angguk mengikuti irama musik. Ada rasa lega terpancar dari raut wajahnya, juga desahan napasnya. Dia telah menjelajahi kota-kota besar untuk mengejar cinta Ibunya. Dan setelah menemukannya, rasa sakit menusuk dan menyalakan bara amarah dan dendam. Ibu menyambutnya dengan senyum. Penuh cinta dan harapan. Tapi tubuh Ibu melemah dan sebentar lagi napasnya habis. Dia tahu hidup Ibu tak lama lagi. Waktunya semakin tipis untuk mewujudkan keinginan Ibu yang terakhir. Dia harus bergegas atau dia akan kalah. Dan dia tidak suka kalah. Dari ketinggian apartemennya, lampu Jakarta bagai jutaan kunang-kunang yang berlomba untuk berkelip. Kunang-kunang. Hh, benarkah dia arwah perempuan yang mati diperkosa? Jika benar, alangkah mulianya hidup setelah mati diperkosa. Menjadi lebih indah dan berguna. Memberi cahaya pada malam-malam yang kelam. Musik instrumental berhenti. Perempuan itu kini berdiri memandangi kerlap-kerlip lampu yang menggodanya dari balik jendela lebar apartemennya. Mengajaknya untuk bergabung dan memakan malam hingga habis. Senyum tipis kembali tersungging di bibirnya. Dia mendekatkan gelas bourbonnya ke bibir, menyesapnya sedikit, dan bersulang pada langit kelam bertabur cahaya lampu malam. Jakarta, aku datang! *** Kanada, awal tahun Laki-laki tambun itu menungganginya seperti kuda perang. Memacu dan mencambuk agar tunggangannya terus berlari dan bergerak seperti yang dia perintahkan. Di bawah lecutan cambuk, seekor peliharaan akan menurut dan melakukan apa yang diperintahkan tuannya. Dan tuannya akan tertawa puas jika peliharaannya sudah melakukan apa yang dia perintahkan. Tapi perempuan itu bukan seekor peliharaan dan dia tidak sedang berpacu di arena balap liar. Dia hanya wanita yang menanti saat yang tepat ketika lelaki itu terlena dan membuka titik lemahnya lebih lebar. Bukan tanpa maksud wanita dengan postur tubuh padat dan liat seperti dia tertarik pada lelaki tambun dengan pipi tembam dan kepala hampir botak. Dengan paras Asia yang sangat menarik, wanita itu bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih menarik dari lelaki yang menjadi targetnya. Ya, mereka bukan sepasang kekasih. Tetapi mereka dua orang lawan jenis yang satu buruan dan satunya lagi pemburu. Sebagai pemburu yang mahir dan terlatih dengan baik, buruannya tidak menyadari kalau sebentar lagi dia akan menjadi mangsa yang empuk bagi perempuan yang berakting menjadi perempuan lemah dan terlihat kesakitan. Lelaki itu tertawa melihat perempuannya tergolek tak berdaya dan dia semakin senang ketika perempuan itu merintih menahan nyeri. Dengan kekuatan penuh dia membuat tubuh perempuan itu terlentang. Mata itu menatapnya penuh waspada, mencari kesakitan yang sebentar lagi timbul di manik mata lelaki yang menyeringai padanya. "I love this position. You know what? Karena aku bisa melihat mata kesakitan sekaligus kenikmatanmu yang menatap padaku." Perempuan itu berkata lirih sambil tersenyum sinis. Dibiarkannya lelaki itu menikmati saat-saat kemenangannya karena ini akan menjadi kemenangannya yang terakhir. Bibir perempuan itu merekah, seolah hendak tertawa menyambut hadiahnya yang sebentar lagi akan dia dapatkan. Lelaki itu meringis, dia pikir dirinya lelaki hebat yang bisa memberikan kesenangan berlipat pada perempuan mungil yang sedang bersamanya. Lelaki tambun yang berasal dari satu negara dengannya itu mengejang. Matanya membulat membuka penuh keterkejutan. Sari pati dirinya menyembur dengan kuat bersamaan dengan cairan segar berwarna merah tua yang mengucur deras dari tenggorokannya dan membasahi tubuh perempuan di bawahnya. Tanpa rasa bersalah, perempuan itu mencium bibir lelakinya yang membuka tak wajar. Seolah ingin menyuarakan kesakitan dan kenikmatan secara bersamaan. "Mmmh, ahh! Kamu lumayan, Sayang. Tapi tidak cukup hebat untuk membuatku senang. Kau pikir aku sudah mendapatkan puncak yang kauberi? Itu salah. Aku hanya pura-pura saja, Sayang. Sampaikan salam penuh gairahku pada setann-setann di neraka." Perempuan itu melepas bibirnya yang kini berasa besi berkarat. Menjilati bibirnya sendiri sembari membersihkan noda merah yang menitik di sana-sini. Membiarkan lelaki yang telah memasukinya ambruk menimpa tubuhnya. Sebuah tusuk konde dari gading gajah menyembul dari leher belakangnya. Cairan kental dan anyir mengotori seprai dan menimbulkan genangan yang semakin lama semakin lebar. Perlahan, perempuan itu bergeser dan menarik tubuhnya dari himpitan tubuh tak bernyawa lelaki tambun itu. Dia berdiri dan mengenakan baju bathrobenya. Berjalan ke kamar mandi sambil bersiul. Bersenandung lagu kemenangannya hari ini. You go and I'll come with you little baby You go to court and I'll come along Perempuan itu melepas bathrobe dan menyalakan shower hingga kucuran air menyirami kepalanya. Bibirnya masih bersenandung lirih. You go to jail and I'll get your bond You got time tell you what I'll do =*= Gemericik suara shower mengaburkan panggilan ponselnya yang tak sabaran. Dengan tubuh tanpa busana, perempuan itu keluar dari kamar mandi dan membiarkan air berjatuhan dari tubuh dan ujung rambutnya. Membuat genangan di sekitar kakinya yang tanpa alas kaki. "Yes! Who's on the line please?" "Uh-hum. Sudah aku bereskan. Suruh orangmu membereskan mayatnya. Aku tidak mau melihatnya berlama-lama. Disknya ada padaku. Jerman? Ya, ya. Aku tahu. Urus saja pasport dan akomodasinya. Aku perlu identitas baru. Kirim juga data target lewat e-mail seperti biasa. Dan ..., jangan lupa bayaranku. Rekening Swiss seperti biasa." Telepon ditutup. Perempuan itu merenung. 'Jerman. Mungkinkah? Mungkinkah kali ini aku akan beruntung? Aku dengar dia pernah ke Jerman. Mungkin dia masih di sana. Tapi mungkin juga sudah pindah.' Pintu kamarnya di ketuk tiga kali. Dua kali. Kemudian tiga kali. Sebuah kode. Perempuan itu melangkah lagi ke kamar mandi. Melanjutkan mandi yang tadi sempat tertunda. Menggosok kuat-kuat tubuhnya sehingga tak tersisa lagi aroma laki-laki tambun yang sempat menyentuhnya tadi. Membiarkan air shower membasahi kepala hingga mata kaki. Menyejukkan pikiran-pikirannya yang sedikit panas. Meluruskan beberapa rencananya yang kusut. Mengatur ulang strateginya. Lepas badannya segar dan pikirannya jernih kembali, dia melangkah keluar kamar mandi. Kamarnya sudah bersih. Tidak ada lagi tanda-tanda bekas pergumulan berdarah yang dia lakukan. Seprai sudah berganti putih bersih. Tak ada tubuh laki-laki tertelungkup di atasnya. Sebuah amplop coklat tergeletak di atas kasur. Bonus. Bibirnya melukiskan garis lengkung kegirangan. Namun lengkungan itu berubah menjadi garis lurus dengan cepat. Bersamaan dengan perubahan itu di wajahnya, teriakan melengking terdengar dari luar kamar. Dia tahu apa artinya. Lekas dia berpakaian dan membereskan barang bawaannya yang tak seberapa. Dia pun menyelinap meninggalkan kamar tanpa memandang beberapa orang yang berkerumun di depan pintu sebuah kamar. Mereka ingin tahu, apa yang membuat seorang perempuan berteriak sangat nyaring dan ketakutan seperti itu. Perempuan yang berjalan menunduk dan menghindari kamera CCTV di beberapa sudut itu memilih turun melalui tangga darurat. Di lobby, kehebohan dan kepanikan di lantai atas belum terlalu terasa. Kesibukan masih berjalan seperti biasa. Hotel ini tidak terlalu ramai, musim liburan belum datang. Perempuan itu mengatur langkahnya dengan anggun, kepalanya sedikit ditundukkan ketika melewati CCTV. Dia menyenggol bahu seseorang di depan pintu keluar dan buru-buru minta maaf, lalu berjalan sedikit lebih cepat menuju antrean taksi. Sebuah taksi berhenti tepat di depannya dan dengan cekatan, seorang petugas hotel membukakan pintu untuknya. Dia memasuki taksi itu dan menemukan sebuah amplop coklat persegi yang lumayan tebal di kursi belakang. Dia meraih amplop itu dan mengintip isinya, lalu duduk menyandar dan membiarkan supir taksi membawanya ke Bandara Vancouver. 'Aku akan tiba di Jerman tak lama lagi.' Dia pun mulai bersenandung dalam hati. 'You go and I'll come with you little baby ...' ©

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Call Girl Contract

read
331.1K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
955.4K
bc

Rewind Our Time

read
164.5K
bc

My Sexy Boss ⚠️

read
545.4K
bc

Sang Penggoda (Indonesia)

read
98.3K
bc

HOT NIGHT

read
613.3K
bc

Bermain Panas dengan Bosku

read
1.2M

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook