Pagi yang cerah ana membuka mata lentiknya dan mendapati pria tampan sedang terlelap disampingnya. Wajah alex sangat tenang dan damai jika sedang tidur, ana tersenyum memandang wajah pria yang telah merenggut hatinya.
Alex membuka matanya langsung menatap manik indah dihadapannya.
"pagi mon amour"
Alex nenyunggingkan senyumnya yang tak pernah ditunjukan kepada wanita manapun.
Ana hanya tersenyum dan mengecup sekilas bibir sexy itu.
"pagi.... Ingin kopi?"
Tanya ana membuat alex gemas ingin memakan gadis ini.
"please..."
Ana bangkit dari tempat tidur bergegas mandi dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.
Hidangan tertata rapi diatas meja, alex keluar kamar mengenakan setelan kerjanya.
Mereka makan dalam diam saling terhanyut dalam pemikiran masing-masing tentang kejadian semalam. Canggung meliputi suasana sarapan mereka, alex yang dingin dan kejam tiba-tiba bertindak seperti remaja yang mengalami pubertas..
"malam ini temani aku ke jamuan ulang tahun perusahaan kolegaku. Aku tak menolerir keterlambatan"
"ehm.. Aku pergi dulu"
Ana hanya mengangguk dan tersenyum canggung.
***
Entah sudah berapa lama waktu yang ana habiskan didepan meja rias, beberapa pelayan membantu ana memakaikan gaun malam yang sangat pas ditubuhnya serta heels yang akan menyempurnakan penampilannya malam ini. Ana menghela nafas sementara para pelayan tadi sibuk memoles wajah ana sesuai dengan titah sang majikan.
Alex sibuk memperkenalkan ana kesana kemari sementara ana tengah jengah karena tak ada seorangpun yang dikenalnya dipesta ini.
Heels sialan mengapa wanita ingin menyakiti dirinya dengan menggunakan ini?
Ana memaki dalam hati sementara pria itu meninggalkan ana entah kemana.
Ana melirik kearah meja yang dipenuhi hidangan laut yang kelihatannya sedap
"Señorita..."
Ana menoleh kesumber suara, ia mendapati seorang pria tampan yang sedang tersenyum ramah kepadanya..
Ana mengangguk membalas senyum ramah pria itu..
"anda datang dengan siapa?"
Tanya pria itu menatap ana kagum wanita secantik ana.
"ehm..."
Ana berniat menjawab namun hingga saat ini ia sendiri bingung dengan kejelasan hubungannya dengan alex. Melihat kebingungan ana, sang pria mencoba menyairkan suasana.
"ehm.. Saya berasal dari España nona. Maukah nona...-"
"Tidak!!"
Suara bariton itu menyela perkataan pria itu.
"maaf señor saya akan menjinakkan peliharaan saya"
Alex menahan amarahnya ia mencengkram kuat tangan ana membuat ana meringis kesakitan, alex menyeret ana kehalaman belakang.
"aku benci melihat wajahmu merona dihadapan pria lain ana...."
Ana hanya menundukan kepala tak berani melihat alex yang sedang dikuasai amarah.
"apa kau sedang menggoda pengusaha lain?"
Ana masih bergeming tak berani menjawab.
"Jawaaab!!!"
Ana terkejut alex menarik dagunya hingga wajahnya tepat berada dihadapan wajah alex. Ia telah membangunkan singa yang tidur.
"aku bukan bonekamu"
Jawab ana lirih ia tak bisa membendung air matanya.
Alex memicingkan matanya
"jaga sikapmu jika masih ingin bernafas"
Sementara seseorang dari kejauhan sepasang mata menatap kedua anak manusia tersebut
"segera Ivanovic, akhirnya aku menemukan kelemahanmu"
Pria itu menyeringai dan berlalu pergi dari keramaian pesta itu.
.
.
.
.
.
Ana menahan sakit dipergelangan tangannya yang terikat diatas ranjang, ia tak mendapati pria itu yang semalam telah memperlakukan dirinya dengan kasar menggunakan peralatan sialannya..
Alex tak membiarkan ana keluar dari kamar barang sejengkal sekalipun dengan penjagaan ketat. Ana mengingat kejadian semalam ia mencoba kabur dari alex, namun pria itu sigap. Membawa ana kembali ke mansion miliknya, jadilah ana terkapar menjadi b***k s*x seorang Alexander.
Brrakkkk!!!
Alex membuka kasar pintu kamar mengahampiri ana dan mendorong tubuhnya dengan kasar ketembok...
Alex mencengkram leher ana yang sedari tadi hanya meringis mendapat perlakuan kasar alex.
"lepaskann monster brengsekk"
"jangan coba-coba..."
Air mata turun melewati wajah tirus ana, alex terdiam sesaat mengatur nafasnya yang tengah memburu karena amarah.
"d**a ini terasa sesak jika kau pergi, ada sesuatu yang membuatku merasa sakit jika kau tak disisiku..
Bisakah kau membantuku.. Mon Amour?"
"ini bukan permintaan"
Alex kembali kewajah dinginnya sambil menatap intens kearah ana.
Ia membungkam bibir ana oleh pagutan panas.
"akhhh...."
Ana mengerang merasakan perih dibibirnya yang akhirnya mengeluarkan bau anyir darah..
"itu hukuman untukmu"
Alex melenggang pergi sambil tertawa kencang...
Sakit Jiwa....
****************************
Ana mendapat kiriman dari toko bunga milik alena
Bagaimana wanita itu mengetahui keberadaanku?
Ana menghirup dalam mawar putih yang dikirim alena, ia mengambil sepucuk surat yang terselip didalamnya...
"nenek... Kau merindukanku"
Ana membuka surat itu perlahan..
Dear Anastasia
Jangan tanya mengapa aku bisa mengetahui keberadaan mu dear...
Waktuku tak banyak, aku akan segera memberitahu pembunuh Ayahmu jika sudah waktunya.
Kau takkan percaya ini
With love
Alena
Akhirnya ana akan menemui titik terang, tiba-tiba ana mendengar suara kegaduhan dari luar.
Ia buru-buru membakar surat itu dan membuangnya ketoilet, ana tak ingin membuat murka banteng pemarah itu.
Ana mengintip dari pintu kamar yang terbuka, memperlihatkan sosok kejam alex tengah mengeksekusi seseorang dengan belatinya. Ana berteriak kecil dan itu cukup membuat alex menoleh kearahnya, ana mundur beberapa langkah. Ingatan akan kejadian tragis ayahnya kembali terulang seperti sebuah kaset rusak yang terus mengulang kejadian mengerikan itu.
Brrakkkk!!!
Sekarang alex benar-benar telah merusak pintu kamarnya sendiri. Ia menghampiri ana dengan belati berlumuran darah masih digenggamannya.
Ana terjatuh merosot memohon pengampunan alexander..
Alex membuang sembarang belati teesebut, ia berlutut dihadapan ana yang menangis dikedua lututnya.
Mengapa kejadian mengerikan selalu ada dihidupku?
"apa aku menakutimu, mon amour?"
Alex membelai gadis mungil yang masih terisak itu.
"inilah hidupku, aku takkan menyembunyikannya darimu. Aku memang seorang pembunuh"
Ana mendongak menatap alex berharap hanya kebohongan yang diucap alex, ia menatap kedua manik tersebut namun tak ada kebohongan didapatnya.
*****
Ana sakit....
Ia hanya terduduk dipinggir jendela dengan mata sembab dan bibir pecah, pandangannya kosong. Alex mematikan laptopnya menghela nafas kasar, tak ada lagi bibir sexy yang selalu berucap tajam kepadanya..
Alex berjongkok dikedua kursi menghadap ana.
"mon amour... Hukumlah aku jika itu bisa membuat dirimu kembali, namun jangan kau meminta aku untuk melepasmu"
Ana hanya menatap datar pekarangan bunga yang ada dibalik jendela. Alex bangkit meninggalkan sendiri dengan lamunannya yang tak berujung, ia benar-benar lelah dengan semua ini.
Tak bisakah ia hidup tenang tanpa seorang pembunuh disekitarnya...
Seorang maid membawakan beberapa makanan untuk ana, ia masih tak menggiraukan panggilan maid tersebut.
"nona... Anda harus makan"
Ana tak menjawab
Maid itu menghela nafas, frustasi jika nona nya sudah begini..
"makanlah nona...
Tuan alexander akan membunuh saya jika nona tidak memakannya"
Ana melirik sekilas kearah maid, alex takkan main-main dengan ucapannya. Ana tak ingin alex terus membunuh seseorang yang tak berdosa hanya karena terus menolak apa yang diinginkannya.
Ana meminta maid tersebut menyuapinya dan membuat maid bernafas lega karena nona nya kembali makan...