11

1190 Kata
Pagi ini Vanilla bangun dengan mata bengkak karena menangis semalaman di bawah bantal, untuk pertama kalinya dia menangisi seorang pria. Ketika hendak berjalan ke arah dapur tiba-tiba Aref mengagetkan Vanilla, dia menelisik setiap inci wajah adiknya itu, semalam memang saat Vanilla pulang, Aref sudah di dalam kamar. "Kamu nangis, Van?" Vanilla terdiam, dia bingung harus berkata apa, percuma berbohong toh wajahnya sudah menjelaskan semua. Bodoh, seharusnya gue keluar kamar waktu Bang Aref berangkat kerja. "Vani, siapa yang buat kamu nangis? Arga?" Vanilla mengangguk lesu, berharap Aref tidak melakukan apa-apa tapi diluar dugaan, Aref langsung berlari keluar apartemen. Vanilla mengejarnya tapi pria itu tak mengindahkannya. Aref menghubungi seseorang di seberang sana. "Lo di mana?" Setelah panggilan itu terputus, Aref langsung menancapkan gas ke tempat yang dituju. Selama ini Aref memang kelihatan cuek dengan Vanilla tapi bukan berarti dia tidak peduli, justru dia sangat peduli karena hanya Vanilla keluarga yang dia miliki saat ini. Aref memarkirkan mobilnya di sebuah rumah mewah kemudian masuk ke dalam rumah tersebut dengan perasaan kesal, tadi Arga mengatakan bahwa dia sedang di rumah orangtuanya dan Arga menyebutkan alamatnya. Arga sudah rapi sepertinya hendak berangkat ke rumah sakit dan Ayahnya Argapun hendak berangkat kerja. Mata Aref menatap seorang perempuan yang dia tahu adalah teman Ariana sewaktu SMA. "Silakan duduk," ujar Arga. Aref enggan duduk, dia tetap berdiri seraya menatap tajam Arga. "Gak perlu, gue datang ke sini cuma mau kasih tahu lo kalau adik gue nangis, gue gak tahu kenapa dia nangis tapi yang jelas itu karena lo! Kalau lo gak bisa menjaga adik gue dengan baik lebih baik lo tinggalkan dia!" ujar Aref santai namun penuh penekanan. Belum sempat Arga menjawab ucapan Aref, Wisnu lebih dulu berdiri dan menepuk pundak Aref. "Jadi ini anak sulung Andra? Asal kamu tahu anak muda! Keluargamu memang tidak pantas bersanding dengan keluargaku." Setelah itu Wisnu keluar rumah hendak berangkat kerja. Lita bangkit dari tempat duduk untuk mengantar suaminya ke depan. Arga berdiri kemudian berkata, "maaf aku pasti akan memperbaiki hubunganku dengan Vanilla, aku sudah menghubungi Vanilla sejak semalam sampai pagi ini tapi nomornya tidak aktif." Aref tersenyum miring mencoba menahan emosinya. "Masih mau mempertahankan hubungan kalian di saat mereka belum bisa menerima kehadiran Vanilla?" Mereka yang Aref maksud adalah orangtua Arga. "Tentu saja, aku akan mempertahankan hubunganku dengan Vanilla dan aku akan membujuk orangtuaku agar merestui hubungan kami." Tak lama kemudian Lita masuk ke dalam rumah dan berkata sesuatu, "jangan memaksakan kehendakmu di saat Papa menentangnya, apalagi Kristal bisa menjadi istri kamu, Ga. Bukan begitu Kristal?" Kristal hanya melongo, bingung mau berkata apa. Akhirnya dia memutuskan untuk membantu Arga. Dia berdiri dan menghampiri Lita. "Tante, maaf kalau Kristal ikut campur, Arga berhak menentukan siapa perempuan yang akan menjadi istrinya. Bukan karena Arga anak Om dan Tante jadi bisa mengatur siapa istrinya Arga." "Ayahnya Arga dan Ayahnya Vanilla adalah pesaing bisnis," ujar Lita. "Saran Kristal, jangan menghalangi kebahagiaan mereka hanya karena permasalahan sesama orangtua. Maaf kalau Kristal lancang, ini hanya pendapat." Kristal menahan perih hatinya saat mengatakan itu, dia mencintai Arga tapi ia tidak ingin memaksakan kehendaknya saat Arga memilih perempuan lain. Setelah itu Lita naik ke lantai atas dan Aref pamit pulang, hanya ada Kristal dan Arga di sini. "Tal, sorry, aku gak bisa menepati janji aku untuk melamarmu ketika kita sama-sama dewasa," ujar Arga penuh rasa bersalah. Kristal adalah perempuan yang sangat baik dan lembut tapi pengisi hati Arga sekarang bukan lagi Kristal tetapi Vanilla. Kristal menghapus setitik air mata yang turun. "Gak apa-apa, Ga. Aku cukup mengerti bahwa cinta gak bisa dipaksakan, ini risiko aku yang masih bertahan mencintai kamu. Bohong kalau aku bilang baik-baik saja." "Tapi please, Ga. Kita tetap sahabatan ya. Jangan lupain aku. Masa persahabatan yang kita jalin selama ini harus renggang hanya karena Arga punya pacar." Arga mengangguk kemudian memeluk Kristal dan perempuan itu membalasnya. "I miss you, Kristalia Agatha," "I miss you too, Erlangga Argadian." Benar kata orang, persahabatan antara pria dan wanita tidak ada yang murni pasti salah satu atau keduanya memiliki rasa yang lebih dari seorang sahabat. Arga melepaskan pelukannya. "Tal, aku ke rumah sakit dulu ya." "Ikut, janji gak gangguin kerjaan kamu," Arga tersenyum kemudian mengangguk. Kristal mensejajarkan langkahnya dengan Arga. "Ga, kalau kamu ada waktu luang bantuin aku cari apartemen ya." Arga mengangguk kemudian mereka masuk ke dalam mobil. *** Aref sedang duduk di ruangan Papanya, menunggu Andra yang masih meeting, sebenarnya Andra sudah meminta Aref untuk menggantikannya memimpin perusahaan. Namun, Aref lebih suka memegang lensa kamera dari berkas-berkas perusahaan, menjadi fotografer handal adalah impiannya sejak kecil dan sekarang Aref sudah membuktikannya. Tak lama kemudian Andra masuk dan duduk di kursi kebesarannya, dia memandang Aref. "Tumben, ada apa?" "Di mana Mama?" tanya Aref to the point. Andra masih bersikap tenang. "Papa tidak tahu!" ujarnya enteng. Kemudian Aref beranjak dari sofa dan menghampiri Andra. "Cepat katakan di mana Mama sebelum aku hancurkan kantor kebanggaan Papa ini." "Papa bilang tidak tahu ya tidak tahu!" Aref tersenyum miring dan memandang romoh orangtuanya ini. "Papa gak mau ngaku?" jeda 3 detik. "Tinggal pilih Ariana atau Salsa yang aku buat masuk rumah sakit bahkan masuk kuburan?" Andra langsung melotot, dia tahu sekali Aref bukan pria yang main-main akan ucapannya. Dia menghela napas berat kemudian menjelaskannya. "Papa memang tahu keberadaan Mamamu, tapi—" Andra memijat pelipisnya. "Tapi kamu pasti akan kecewa dan mungkin sangat terpuruk." "Gak usah berbelit-belit, di mana Mama?" Andra berjalan ke brangkas tempat menyimpan dokumen-dokumen penting lalu ia mengeluarkan sepucuk surat usang dan menyerahkan kepada Aref. "Mungkin ini saatnya kamu tahu." "Maafkan, Papa!" ujarnya lagi. Aref menerima surat itu dan membukanya secara perlahan. Untuk kedua anakku, Aref dan Vanilla. Mama minta maaf karena gak bisa mempertahankan keutuhan keluarga kita, maaf jika Mama belum bisa menjadi Ibu yang baik untuk kalian. Kalian adalah anugerah terindah yang Tuhan titipkan kepada Mama. Sayang, maaf Mama gak bisa menemani kalian hingga masa tua nanti karena lebih memilih menyerah. Hidup Mama hancur, hati Mama bagai tertusuk ribuan jarum saat mengetahui Papa kalian menikah lagi, saat itu juga dunia Mama terasa gelap dan tak tahu arah. Jika kematian jalan satu-satu yang Mama pilih, kalian harus ikhlas jangan menangisi kepergian Mama. Perjalanan kalian masih panjang dan raihlah kebahagiaan itu. Mama lemah dan lebih memilih menyerah. Selamat tinggal semoga kita bertemu di tempat selanjutnya, Mama sayang sama kalian. Tania. Air mata Aref tumpah saat membaca tulisan tangan Mamanya itu. Bertahun-tahun Andra menyembunyikan hal ini dan itu membuat Aref benar-benar marah besar. Bruk. Aref menonjok wajah Andra hingga terhuyung ke belakang, dia tidak peduli pria yang ditonjoknya itu adalah Ayahnya sendiri. "Tahu hal apa yang paling aku sesalkan dalam hidupku?" Aref menarik napasnya. "Saya harus memiliki Ayah b***t seperti anda! Pertama menikahi pacarku, kedua gak bisa mempertahankan keutuhan keluarga kita, ketiga Mama bunuh diri karena kelakuan busuk anda, keempat anda menyembunyikan surat itu bertahun-tahun." Aref mengeluarkan segala uneg-uneg yang dia pendam selama ini. "Jadi katakan, di mana letak diri seorang Andra Mahesa yang harus aku banggakan? Persetan dengan harta dan jabatan yang anda miliki." "Selamat, mulai detik ini. Anda berhasil membuat Aref Frederick sangat membenci anda!" "Nanti whatasapp alamat pemakaman Mama," lanjutnya. Andra tidak bisa berkata apa-apa, ia memandang punggung Aref yang semakin menjauh hingga terdengar suara banting pintu yang memekakan telinga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN