"Hai," sapa Yelsi memperlihatkan keramahannya di hadapan Alma dan Juanda. Seolah tak ada niat terselubung dalam hatinya, padahal dia sudah merencanakan semua akal bulusnya dengan sempurna dan tertanam dalam kepalanya. Tinggal tunggu waktu yang tepat saja. Juanda tak menggubris. Menganggap seperti kentut yang harus segera dihindari, agar bau tak merusak filter hidung. "Sombong banget." Yelsi naik pitam. Bisa-bisanya laki-laki yang dulu nempel padanya seperti perangko malah jauh karena lemnya hilang. Diam-diam dia mengamati apa yang dilakukan Juanda dan Alma. Hanya bisaa berdiri di balik pintu yang tertutup tak sempurna, telinganya menempel—mendengar apa saja yang diobrolkan di dalam. "Pak Juan, tumben tidak bersama mbak Yelsi?" tanya dr. Dina, spesialis kulit dan kelamin. Mereka cukup a