AKU 17 TAHUN DAN SUAMIKU 40 TAHUN

AKU 17 TAHUN DAN SUAMIKU 40 TAHUN

book_age16+
483
IKUTI
1.4K
BACA
detective
small town
like
intro-logo
Uraian

Dinda, seorang gadis yang di paksa menikah oleh Ibunya kepada seorang pria berusia 40 tahun. Dinda sangat menolak karena perbedaan umur yang begitu jauh tapi Ibunya kekeh dan berhasil menikahkan mereka berdua, hingga akhirnya Dinda harus tinggal dengan lelaki tua itu, Dinda sangat menderita karena tak ada rasa cinta, namun semuanya berubah ketika Ibu mertuanya datang.

Witing tresno jalaran Soko kulino, cinta akan akan datang seiring berjalannya waktu, cinta muncul karena sering bertemu.

Joko, sebutan lelaki itu yang akhirnya berhasil memenangkan hati Dinda hingga mereka saling jatuh cinta dan bucin. Banyak sekali cerita lucu dan romantis di dalam rumah tangga mereka.

chap-preview
Pratinjau gratis
Di Paksa menikah
AKU 17 TAHUN DAN SUAMIKU 40 TAHUN "Sekarang kau sudah menjadi milikku, kemari lah Dinda lakukan kewajibanmu," ucap lelaki itu. "Tidak! aku tidak mau," aku masih berusaha menolaknya. Rasanya aku tak slera jika harus melayani laki-laki tua yang baru saja menikahi ku dengan paksa itu. Laki-laki tua itu terus menarikku yang berada di pojok kamar, aku hanya bisa menangis namun dia tak memperdulikan tangisan ku dan masih berusaha untuk menarikku ke atas ranjang. Plakk...tamparan mendarat di pipiku, namun aku lebih baik merasakan tamparan itu dari pada harus dekat dengannya. "Sudah mahal-mahal aku membelimu tapi kau malah jual mahal begini," ucapnya lagi. Ibu dan ayahku memang telah menjualku pada laki-laki tua ini, mereka sudah merencanakan semuanya tanpa aku ketahui, ayah dan ibuku memang mata duitan mereka rela berbuat apa saja demi uang. "Tapi aku tidak mau, lepaskan aku," kataku. Aku menangis sejadi-jadinya seperti orang kesurupan namun tak ada yang bisa membantuku sekarang, aku hanya tinggal berdua dirumah ini. Kini dia berhasil menggeretku, aku terus melawan dan dia berusaha untuk dekat denganku. "Aku mohon lepaskan aku!" Teriakku. Aku hanya bisa memelas padanya dan memohon agar tidak melakukan apa-apa padaku, walaupun sekarang aku sudah menjadi istrinya tapi aku tetap tak rela. Saat wajahnya itu mulai mendekat di wajahku tiba-tiba ada yang mengetuk pintu di luar, untuk sementara waktu aku selamat. "Dinda, ibu datang," suara ibuku. Ternyata yang datang adalah ibu, langsung saja aku keluar dan mengelap wajahku yang sudah basah air mata. "Iya Bu," lirihku. "Ini ibu bawa pakaian kamu, tadi ketinggalan kan," kata ibuku. Ibu terlihat sangat peduli padaku, tapi semua berubah ketika laki-laki tua itu pergi. "Kamu habis nangis ya?" Tanya ibu. "Ibu, aku mau pulang," rengekku. "Tidak! kau harus tetap disini, awas sampai kamu buat masalah!" Ibu malah mengancamku. Mendengar itu ibu langsung berpamitan pulang pada si laki-laki tua, aku diam tak bisa berkata apa-apa lagi. "Joko, saya pamit pulang dulu ya," ucap ibu sangat ramah. Laki-laki tua itu datang menghampiri ibu dan berbasa-basi sebentar. "Kok cuman sebentar?" Tanyanya. "Iya cuma ngantar baju saja kok," kata ibu. Saat ibu melangkah pergi keluar aku berlutut memegang kaki ibu, aku berharap ibu akan membawaku pulang kerumah. "Lepaskan Dinda!" "Ibu aku mau pulang!" Aku mencoba merayu ibuku sekali lagi. Aku kembali menangis sejadi-jadinya sambil memeluk kaki ibu yang melangkah keluar. Laki-laki tua itu hanya melihat tindakan yang aku lakukan. "Kau jangan seperti ini, malu jika nanti ada yang lihat!" Bisik ibu. "Biar Bu, biar semua orang tau," ucapku. Ibu menghentakkan kakinya dengan kasar hingga aku terpelanting jatuh, kemudian ibu membungkuk sambil mencengkram rahang ku dengan kuat. "Jangan sampai kelakuanmu ini membuat aku kehilangan semua uangku!" Bisik nya lagi. Ibu berbisik pelan dan aku yakin laki-laki tua itu tidak akan mendengar nya. "Eh maaf ya Joko, maklum mungkin karena belum terbiasa," kata ibu. Ibu langsung pergi setengah berlari agar aku tak menghentikan nya lagi, dan setelah ibu pergi aku tak tahu apa yang akan di lakukan laki-laki tua itu padaku. "Apa kau ingin pergi menyusul ibumu?" Tanyanya. Suara laki-laki tua itu setengah berteriak dan seperti mengancamku, aku takut dan tak menjawab. Kini wajahnya kembali berada tepat di hadapan ku sambil meniupkan asap rokok dari mulutnya dan langsung pergi dari hadapan ku. ✨✨✨✨✨ Pagi ini aku terbangun dan baru menyadari bahwa semalam aku tertidur di sofa ruang tengah, aku langsung mengecek pakaianku dan berharap laki-laki tua itu tidak menyentuhku. Ternyata aku masih aman, langsung saja aku pergi untuk membersihkan diri, selesai mandi aku bercermin dan memandangi wajahku yang terbilang cantik ini, body ku bagus, kulitku putih hanya saja aku tidak tinggi. Dulu aku berharap akan mendapatkan suami yang aku idamkan, ya meskipun Mas Joko itu tidak jelek tapi aku merasa dia terlalu tua karena umurnya hampir sama dengan ayahku. Tok...tok terdengar ketukan pintu, sepertinya diluar ada tamu, atau itu adalah mas Joko. "Assalamualaikum Dinda," ucapnya. "Waalaikumsallam, eh Bella ayo masuk," kataku. Ternyata yang datang adalah sahabatkuku, dia datang untuk memberi kado dan ucapan selamat atas pernikahanku. "Maaf ya Din, kemari aku tidak datang dan baru sempat sekarang," ujarnya. "Tak usah repot-repot begini Bell," kataku. "Tidak kok, oh iya mana suami mu?" Tanyanya. Aku hanya menggeleng pada Bella, karena memang aku tidak tahu kemana perginya Mas Joko. "Bell, menurutmu aku harus bagaimana ketika aku menikah dengan laki-laki berusia 40 tahun," aku malah curhat pada Bella. "Apa suamimu berusia 40 tahun Din?" Tanyanya. Aku mengangguk pada Bella. "Wah itu usia yang sangat matang, dan menurutku itu bukan masalah dan kamu bisa menjalani rumah tangga seperti pada umumnya," katanya sangat santai. "Lalu bagaimana bisa aku menjalani rumah tangga tanpa cinta!" Aku tetap ngeyel. "Din, mau bagaimana pun dia sekarang adalah suami mu, dan kamu harus menerima nya," kata Bella. Sepertinya jawaban dari Bella tak membuat aku lebih tenang, semua sama saja aku tetap tak bisa mencintai mas Joko. "Yasudah ya Din, aku pamit pulang dulu." Mungkin Bella tak mau tau lebih lanjut masalah pernikahanku, dan tak mau ikut campur hingga akhirnya dia memilih untuk pulang. Sekarang aku bingung harus bagaimana lagi, aku ingin kabur tapi aku tak punya tujuan, akhirnya aku pergi kerumah ibu ya meskipun nanti ibu pasti akan marah. ... "Ibu, ayah," Aku memanggil ibu dan ayahku di depan pintu. "Dinda kenapa kamu kesini, sana pulang kerumah suamimu!" Kata ibu. "Dinda tak mau tinggal bersama laki-laki itu Bu," kataku. Ibu menarik tanganku agar tidak masuk kerumah dan menyuruhku pulang kerumah Mas Joko. "Eh sudah-sudah biarkan Dinda masuk saja, malu sama tetangga," ujar Ayah. Untung saja ayah mengizinkanku masuk, setelah ibu dan ayah menjual ku pada Mas Joko degan harga yang cukup mahal, kini di dalam rumah ibu terpajang lemari kristal baru dan sofa baru semuanya serba baru. Aku terbelalak melihat semua yang ada, jika ibu tak menjualku mana mungkin ibu bisa membeli ini semua. "Harusnya kau bersyukur ibu nikahkan dengan si Joko yang kaya itu, buka malah nangis-nangis tidak jelas," gumam ibu. "Bagaimana aku mau bersyukur jika di nikahkan dengan laki-laki yang tidak aku cintai Bu," kataku melawan. Karena ibu terlihat masih kesal pada ku jadi aku hanya bermain dengan adikku Salsha yang berusia 5 tahun. Dari tadi pagi aku main kerumah ibu sampai sore jam 4 aku belum pulang, dan memang tak mau pulang. "Din, pulang sana sudah sore," Ibu mulai mengusirku dari sini. "Dini mau tidur disini saja Bu," kataku. "Tidak, kau harus pulang!" Perintah ibu. Saat aku dan ibu sedikit berdebat tiba-tiba mobil mas Joko datang terparkir di halaman depan rumah ibu. "Tuh Joko sudah jemput, sana pulang!" Kata ibu. Ibu terus saja mengusik ku. "Eh Joko, ini Dinda dari tadi nungguin kamu untuk menjemput," Ibu memang pandai berakting dengan berpura-pura manis di depan mas Joko. "Iya ayo Din, kita pulang," kata Mas Joko. "Tidak, aku mau disini saja!" Kataku. "Ibuku ada di rumah sudah menunggu, katanya ingin bertemu denganmu," jelasnya. Ternyata tadi Mas Joko menjemput ibunya yang tinggal di desa, karena memang saat aku dan Mas Joko menikah aku tak melihat kedua orang tua nya. Dan dengan paksaan ibu yang cukup kejam aku bersedia ikut Mas Joko, karena kejadian tadi malam tak mungkin terulang lagi kerena sekarang dirumah mas Joko ada ibunya. ... Hanya membutuhkan waktu 10 menit saja untuk kami sampai di rumah, akupun langsung masuk kedalam rumah tanpa memperdulikan Mas Joko. "Assalamualaikum," ucapanku. "Waalaikumsallam," Ibu mertuaku langsung menyambutku dengan hangat, terlihat usia mertuaku sudah tua sekitar 65 tahunan keatas. "Ibu sudah datang," kataku. "Itu Bu, istri Joko," Dari belakang mas Joko memperkenalkanku pada ibunya. "Duhh ayune mantuku," Sedikit pujian keluar dari mulut wanita bertubuh kurus itu, hingga tangannya yang keriput meraba wajahku penuh kagum. Setelah itu aku langsung mandi dan pergi ke kamar, aku mulai rebahan karena tubuhku merasa capek, tiba-tiba Mas Joko masuk dan mengunci pintu dia ikut berbaring di sampingku, sontak saja aku langsung bangun dan pergi, namun tanganku sudah di genggam oleh Mas Joko. "Lepaskan aku!" Pekikku. "Aku ini suamimu, kenapa kamu bertingkah seperti itu," katanya. Lagi-lagi wajah laki-laki tua itu mendekat di depan ku, aku memejamkan mata dan meronta-ronta sampai akhirnya aku berhasil melepas genggaman nya dan berlari keluar. ✨✨✨✨✨ Baru saja tiga hari aku berada di rumah ini, tapi sekarang aku tidak merasakan ketakutan yang luar biasa seperti waktu pertama aku menginjakkan kaki disini, mungkin aku sudah terbiasa dengan semua hal yang ada disini. "Ibu lagi apa?" Pagi ini aku melihat melihat ibu sudah berada di dapur. "Lagi masak nduk," jawabnya. "Biar Dinda bantu ya Bu, ibu masak apa?" Tanyaku. "Masak opor ayam kesukaan Joko," jawabnya. Ternyata laki-laki tua itu suka dengan opor ayam. "Sini Bu, biar Dinda yang kupas bawangnya." Aku mengambil alih mengupas bawang dan membiarkan ibu mertuaku mengambil rempah-rempah yang tidak aku ketahui. "Oh iya ini, Joko itu sangat suka olahan dari ayam nduk, tapi anehnya Joko tidak suka telur ayam" Aku hanya mengangguk mendengar perkataan ibu mertuaku, perihal makanan favorit mas Joko. "Masak apa Bu?" Tanya Mas Joko. Mungkin karena mencium aroma opor ayam ini mas Joko langsung datang menuju dapur. "Masak kesukaan mu," jawabnya. "Wah sudah lama Joko tidak makan masakan ibu," ujar Mas Joko. Ibu mertuaku tadi cerita bahwa ia tidak bertemu dengan mas Joko sudah sekitar 8 bulan dan jika ibu meminta untuk di bawa kesini Mas Joko selalu beralasan tidak ada yang akan menjaga ibu jika tinggal dirumahnya, karena mas Joko tinggal sendirian, dan mas Joko tidak tega jika saat dia bekerja meninggalkan ibu nya. "Bahkan sekarang kamu bisa menikmati masakan dari istrimu," Ujar ibu dengan sedikit tertawa kecil. "Asal kamu tau nduk, dulu Joko sangat susah jika ibu suruh cepat-cepat menikah, lihatlah kini wajahnya sudah mulai keriput baru dia menikah," kata ibu bercanda. Sontak aku tertawa mendengar ucapan ibu, begitu pula dengan ibu tapi mas Joko terlihat hanya memamerkan gigi nya saja. "Aku keriput ini karena terlalu lelah bekerja Bu," Terdengar mas Joko sedikit menyangkal ucapan ibu tadi, sambil tangan mas Joko memijat pundak ibu yang sedang memasak. Sepertinya Mas Joko sangat menyayangi ibunya, dan meskipun aku sudah terbiasa dengan adanya mas Joko di sekitarku tapi aku masih enggan untuk bicara. "Sudah matang ayo-ayo kita sarapan," kata ibu. Aku dan ibu menyiapkan makanan ke atas meja makan dan terlihat mas Joko juga ikut membantu. Setelah sarapan selesai mas Joko terburu-buru untuk pergi bekerja di tempat usaha kayu nya, yang aku tahu mas Joko menjual papan kayu untuk di jadikan pondasi rumah dan sebagainya, ya hanya itu yang aku tau. Mas Joko terlihat mencium tangan ibu dan mencium keningnya, setelah itu dia datang mendekat padaku dan menyodorkan tangan nya, karena gugup aku langsung mencium tangan Mas Joko. "Ibu saja di cium masa istri kamu tidak, Pye lah kamu ini!" Ujar ibu sambil menepuk Mas Joko. Aku langsung gugup tidak mungkin juga aku menolaknya di depan ibu, aku juga melihat Mas Joko salah tingkah. Dan akhirnya, pluk...ciuman itu mendarat di keningku untuk pertama kalinya. "Yasudah ibu mau istirahat sebentar ya nduk," ucap ibu. "Iya buk, biar Dinda saja yang beresin ini semua," kataku. Kemarin sebelum ibu datang aku memang tak melakukan pekerjaan apapun di rumah, dan sekarang aku memutuskan untuk membersihkan semua sudut di rumah ini. Setelah aku membersihkan rumah, kini aku masuk kamar dan mulai mengganti seprainya, saat aku membuka laci aku kaget karena melihat uang yang begitu banyak. "Ah ceroboh sekali, bagaimana kalau ada yang mencuri," gumamku. Aku menggerutu sendiri di dalam kamar, tapi aku sama sekali tak menyentuh uang itu dan lebih baik membersihkan yang lain saja. Setelah semua selesai aku mandi dan langsung beristirahat karena lumayan capek juga membersihkan rumah yang lumayan besar ini. *** "Apa kau tidak akan bangun," Terdengar lirih suara laki-laki di telingaku. "Emmmm," Rasanya aku belum ingin bangun dari tidurku. "Apa kau tak ingin bangun lagi," ucapnya lagi. "Aku baru saja tidur," gumamku. Aku menjawab masih dengan menekankan mataku. "Sekarang sudah hampir Maghrib." Mendengar itu sontak saja aku kaget dan langsung bangun, apa mungkin aku tidur selama itu. Langsung saja aku pergi mandi dan menunaikan sholat Maghrib. "Nduk." "Iya Bu," jawabku. Ibu terdengar memanggil ku di depan kamar, segeralah aku keluar. "Tolong belikan ibu obat sakit pinggang ya, stok obat ibu habis," kata ibu. Aku mengangguk tapi aku bingung bagaimana aku pergi ke apotik yang jaraknya cukup jauh tak mungkin malam-malam begini aku jalan kaki, karena dirumah mas Joko hanya ada mobil dan motor besar dan aku hanya bisa pakai motor matic saja. "Ayo aku antar," kata Mas Joko. Aku menggeleng mendengar tawaran dari mas Joko. "Silahkan saja jalan kalau kau mau di jegat hantu penunggu jembatan," Laki-laki tua itu kini menakuti ku sambil berjalan ke luar menuju mobil, terpaksa aku mengikutinya dan ikut naik mobil bersama nya. "Sekalian beli makan ya," katanya. Aku masih diam dan tak bicara sepatah katapun. "Yang penting kamu ikut saja dan jangan menolak, awas saja sampai membuat ku malu," Lagi-lagi aku diam, sampai akhirnya aku makan malam di luar dengan mas Joko, aku memesan gurame bakar pedas manis sama dengan mas Joko. "Kamu lapar?" Ternyata mas Joko menyadari saat aku makan dengan lahap nya, apa boleh buat aku hanya mengangguk karena yang dia katakan benar adanya. Setelah makan malam singkat kami selesai langsung saja kami pergi, ku kira mas Joko akan langsung pergi ke apotik ternyata tidak, mas Joko mengajakku membeli perhiasan. "Kenapa kesini?" Aku mulai bicara pada laki-laki tua itu. "Sudah ayo ikut saja," Mas Joko memilihkan cincin polos dan cincing bermata biru. "Bagus yang mana?" Tanyanya. "Semua bagus," kataku. Setelah itu mas Joko beralih memilih gelang tapi kali ini dia sama sekali tak bertanya padaku bagus atau tidaknya. Setelah selesai barulah kami membeli obat untuk ibu dan makanan untuk ibu juga yang ada di rumah. "Assalamualaikum," ucapku. "Waalaikumsallam," lirih ibu. "Ini Bu obatnya, dan ini makanan untuk ibu," kataku. "Loh apa kalian sudah makan?" Tanya ibu cemas. "Sudah tadi sekalian Bu," jawab Mas Joko. Aku dan mas Joko membiarkan ibu makan dan beristirahat, dan langsung masuk ke kamar. "Langsung di pakai perhiasannya," kata Mas Joko. Aku masih diam dan tak bereaksi. "Akan aku pasangankan dan kamu cukup diam jangan menolak," katanya. tiba-tiba mas Joko mengambil semua perhiasan itu dan memasangkan nya, pertama Mas Joko memasang dua cincin tadi di tangan kiri karena di tangan kanan sudah ada cincin kawin, kemudian gelang, anting dan kalung. Aku tak melakukan penolakan karena dari awal dia sudah mengancamku. Ternyata mas Joko tidak seburuk yang aku bayangkan, tapi tetap saja aku belum bisa menerima dia dengan sepenuh hati. Tes pasaran.....NEXT????

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
31.0K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
9.0K
bc

Terjebak Pemuas Hasrat Om Maven

read
37.0K
bc

Petaka Semalam di Kamar Adik Ipar

read
6.9K
bc

Rayuan Sang Casanova

read
4.0K
bc

Desahan Sang Biduan

read
40.1K
bc

Benih Cinta Sang CEO 2

read
19.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook