Sasha tidak pernah menyangka jika kebohongan yang ia buat akan berakhir seperti ini. Nadia tetap bersih keras untuk mendatangi bapak Sasha dan melamarnya malam ini juga, tanpa mau mendengarkan penjelasan dari Gala.
Alhasil, kini Sasha terjebak dalam suasana yang menegangkan, duduk di sofa rumahnya bersama ayah, Gala dan juga Nadia.
“Niat saya datang ke sini, untuk menyelesaikan masalah yang sudah dibuat oleh Gala dan Sasha. Saya harap Bapak tidak terkejut dengan kedatangan saya,” ucap Nadia lembut namun tegas kepada Hendra-ayah Sasha.
Hendra, tentu sangat terkejut dengan kehadiran Nadia dan Gala. Apalagi ia tidak pernah bertemu dengan mereka sebelumnya. Ditambah lagi melihat gaun robek Sasha, memunculkan sejumlah pikiran buruk dalam otaknya. “Apa yang telah Sasha perbuat, Bu? Apa anak saya berbuat sesuatu hal yang tidak pantas?”
“Jadi gini, Pak. Sasha tadi ada di rumah saya karena acara ulang tahun anak saya. Tapi, saya memergoki Sasha dan adik saya Gala sedang berada di dalam kamar. Sasha keluar dari kamar sudah dengan kondisi baju yang seperti ini.”
“Astaga!” Hendra seketika syok. Namun, ia masih bisa mengontrol emosinya. “Apa bener itu, Sha? Kamu ini malu-maluin Bapak aja!”
“Maafin Sasha, Pak. Sasha enggak bermaksud gitu,” lirih Sasha sambil terus menunduk. Ia tidak berani mengangkat kepala karena takut mendapat amukan dari Bapaknya.
Hendra sendiri hanya bisa membuang napas kasar meskipun ia ingin sekali memaki Sasha. Hanya saja, keberadaan Nadia dan Gala membuatnya harus menahan keinginannya. Ia benar-benar tidak menyangka dengan kelakuan anak gadisnya itu.
“Kesalahan bukan hanya dari Sasha, Pak. Adik saya Gala juga pasti sedang khilaf tadi. Makanya, kedatangan saya ke sini untuk bertanggung jawab. Saya ingin Gala dan Sasha menikah secepatnya saja.”
“Mbak?!” Gala seketika mendelik kaget mendengar ucapan kakaknya itu. Ia sudah menahan diri untuk tidak marah dari tadi. Namun, keputusan sepihak Nadia tentu memberatkannya. “Aku gak mau nikah sama dia, Mbak?”
“Kamu harus tanggung jawab, Gala. Sasha itu anak gadis. Kalau masa depannya suram gara-gara kamu, gimana?” bentak Nadia tegas.
“Tapi aku gak ngapain-ngapain dia, Mbak!” Gala ganti melotot ke arah Sasha dan memberi kode untuk segera berbicara yang sebenarnya terjadi.
Namun, Gala malah menangkap raut bahagia dari gadis yang terus menunduk itu. Entah apa yang dipikirkan Sasha. Gadis itu bahkan terlihat sama sekali tidak berusaha membuat klarifikasi. Yang jelas sikap Sasha membuat Gala tidak habis pikir.
“Gak ngapa-ngapain gimana? Mbak lihat sendiri dengan kedua mata Mbak tadi, ya!” Suara Nadia kembali meninggi. Namun, ia buru-buru menghirup udara dalam-dalam untuk mereda emosinya sendiri. Nadia ganti beralih ke Sasha dan bertanya, “Gimana, Sha? Kamu mau kan nikah sama Gala?”
Sasha seketika kesulitan menelan air liurnya. Sekelebat perasaan bahagia itu muncul karena membayangkan jika dirinya akan selalu bersama dengan Gala. Namun, hanya selang beberapa detik, perasaan senang itu langsung berubah karena tahu Gala jika belum menyukainya.
Akhirnya, ia mencoba memulai berbicara, “Tante … kalau misalnya Sasha dan Om Gala pacaran dulu, gimana?” Pikir Sasha, dengan berpacaran, mereka akan mudah beradaptasi dan membiasakan diri bersama. Sehingga Gala bisa menyukainya.
Namun, Nadia ternyata menolak tegas permintaan Sasha. “Enggak bisa, Sha. Tante gak mau ambil resiko.”
Ya, Nadia belum bisa percaya kepada Gala dan dia takut Sasha akan hamil. Dia harus mengambil tindakan tegas agar semua masalah terselesaikan.
Nadia ganti bertanya ke Hendra tanpa memberi kesempatan Sasha berbicara lagi. “Gimana, Pak? Apa Bapak setuju dengan keputusan ini? Saya rasa jalan ini yang terbaik untuk keduanya.”
Hendra sendiri terlihat sangat kecewa. Pria itu bahkan hanya menghela napas panjang berkali-kali sedari tadi. “Sebenarnya saya tidak ingin Sasha menikah secepat ini. Dia itu baru saja lulus SMA satu bulan yang lalu. Saya ingin Sasha itu sukses dulu dalam berkarier. Tapi, mau gimana lagi kalau sudah seperti ini. Saya juga takut kalau Sasha hamil di luar nikah.”
“Pak, Sasha gak mungkin akan hamil. Beneran! Tadi itu—“ Gala mencoba menghentikan rencana pernikahan ini.
Namun, sebelum Gala bisa melanjutkan ucapannya, pintu rumah Sasha didobrak secara kasar oleh dua pria berpawakan besar. Hal itu tentu membuat seisi rumah langsung menoleh ke sumber suara.
Terlihat, seorang laki-laki yang berumur 40 tahunan, tampak masuk ke dalam rumah setelah membelah dua laki-laki pendobrak dengan seringai yang menakutkan. “Hendra! Mana janji kamu yang akan membayar utang kamu, hah?” teriaknya garang.
Laki-laki itu adalah Tono. Seorang rentenir yang meminjamkan uang kepada Hendra beberapa waktu yang lalu.
“Pak Tono?” Hendra terlihat benar-benar panik menghadapi kedatangan Tono. Wajahnya pucat, keringat dingin seketika membasahi dahinya.
Nadia dan Gala tampak saling bertukar pandang. Mereka seolah memahami situasi rumit yang sedang terjadi saat ini.
“Pak Tono, saya mohon, ini bukan waktu yang tepat untuk membahas masalah utang. Saya sedang kedatangan tamu,” ucap Hendra mencoba menjelaskan.
“Aku tidak peduli! Malam ini kamu harus lunasi semua utang kamu, karena hari ini sudah lebih dari hari yang sudah kamu janjikan!”
Sasha melihat betapa cemasnya Hendra. Ia segera memegangi Hendra yang terlihat bergetar dan mulai kesulitan bernapas. “Bapak,” ucapnya lirih.
“Maaf kalau saya menyela.” Kali ini Nadia mencoba menenangkan situasi. “Tolong berikan Pak Hendra waktu lagi. Kami sedang membahas masalah penting saat ini.”
“Kamu gak usah ikut campur urusan saya, ya! Saya gak ada urusan sama kamu!” teriak Tono dengan raut yang menakutkan.
“Saya tahu. Saya bukan mau ikut campur. Tapi kami memang sedang membahas masalah penting! Jadi tolong berikan Pak Hendra kelonggaran!” jawab Nadia tidak mau kalah.
“Kurang ajar kamu berani menyela saya, ya!” Tono berangsur maju bahkan hampir memukul Nadia.
Beruntung, Gala langsung tanggap dan mencekal tangan Tono dengan tangkas. “Jangan berani-berani mukul wanita, ya!”
Melihat sikap berani Gala, Sasha semakin terpesona, meski dia tahu ini bukanlah saat yang tepat. Hanya saja, Gala benar-benar membuatnya ingin mendapatkan laki-laki dewasa itu.
Namun, lamunan Sasha langsung bubar jalan saat tangan Hendra terasa meremas tangannya. Saat menoleh, Hendra sudah menunduk sambil memegangi wajahnya yang berubah pucat. Napas Hendra bahkan mulai terengah-engah.
“Pak! Bapak” teriak Sasha panik.
Teriakan Sasha jelas memicu seluruh isi ruangan seketika menoleh.
Nadia maupun Gala seketika panik. “Sha! Ayo bawa Bapak kamu ke rumah sakit!” ucap Nadia. “Gala! Bantuin Sasha gendong Bapaknya!” perintah Nadia lagi yang langsung diangguki Gala.
Sementara Tono, dia tetap berdiri di tempatnya dengan ekspresi tidak peduli. “Jangan coba-coba lari dari tanggung jawab ya, Hendra! Kamu pasti pura-pura biar aku pergi, kan? Aku gak akan biarin kamu pergi sebelum membayar utang kamu!”
Tono bahkan memerintahkan kedua anak buahnya untuk menghadang pintu agar Hendra tidak bisa keluar dari sana.
“Pak Tono jahat banget! Bapak jadi kayak gini karena Pak Tono! Terus Pak Tono gak ngebolehin kami pergi? Kalau terjadi apa-apa sama Bapak gimana?” teriak Sasha kesal sambil menangis. Sasha yang telah dibantu Gala untuk membopong tubuh Hendra terpaksa berhenti karena cegahan Tono.
“Alah! Paling juga cuma akal-akalan si Hendra aja. Pokoknya kalian gak boleh pergi!” jawab Tono tidak peduli.
Melihat kondisi bapaknya yang kesakitan, membuat Sasha tidak bisa tinggal diam. Dia harus memikirkan cara supaya bapaknya segera bisa dibawa ke rumah sakit. Lalu, seperti seolah mendapat ilham, dengan tegas Sasha berkata, “Pak Tono, tolong biarin kami pergi. Utang Bapak akan dilunasi sama calon suami saya.”
“Calon suami?” Alis Tono menyerngit karena mempertanyakan maksud ucapan Sasha.
“Iya. Dia adalah calon suami saya,” ucap Sasha sambil menunjuk Gala.
Gala seketika mendelik, karena terkejut dengan pernyataan Sasha. “Aku?” tanya Gala bingung. Bukan hanya bingung karena Sasha memanggilnya dengan sebutan calon suami. Namun, Gala juga terkejut karena dia yang harus membayar utang Hendra.
Hanya saja, Nadia ternyata mendukung sikap Sasha. “Iya, benar. Dia adalah calon suami Sasha. Dia nanti yang akan bayar utang Pak Hendra. Andra bisa datang ke kantornya besok.”
“Mbak ….” Gala ingin protes. Tapi, Nadia lebih dulu menyerahkan kartu nama Gala yang ia simpan di dompetnya kepada Tono.
Tono segera meraih kartu nama itu dan tersenyum lebar saat membaca nama Gala di sana. “Gala Dirgantara? Jadi, kamu ini CEO Abiyana Group? Oke. Nantikan kedatanganku besok di kantormu.”