bab 1
Malam itu, Kami berdua sedang beristirahat di kamar pengantin. Kami melepas lelah setelah seharian tadi sibuk menyalami tamu undangan yang datang. Walau Tak Banyak, tapi nyatanya acara itu lumayan melelahkan juga.
Resepsi pernikahan kami digelar tepat setelah acara ijab qobul yang berlangsung di pagi harinya.
Capek dan lelah, beginikah rasanya melangsungkan pesta. Tapi tak mengapa, toh kami bahagia juga. Ini adalah hari bersejarah dalam hidup kami berdua. Setelah sekian lamanya aku dan Mas Putra berpacaran, akhirnya hari ini cinta kami berdua berlabuh juga dipelaminan.
Kala itu, dikamar pengantin...
Kami berdua tak hentinya saling menatap, memandang dengan rasa yang penuh dengan cinta, buncah kebahagian itu jelas terlihat dikedua pelupuk mata kami.
jemariku dan Mas Putra saling bertaut, kami saling menggenggam tangan dengan mesra. Tak lama kemudian tangan Mas Putra pindah, perlahan lahan Mas Putra mulai membelai rambutku dengan gerakan lemah lembut nya.
Kupandangi wajah suamiku itu dengan mata yang berbinar. Tak bisa kupungkiri, aku sangat bahagia saat itu.
" Yu, apa kamu tau, Mas bahagia sekali hari ini. Akhirnya hari yang kita tunggu ini pun tiba juga. Dan kita berdua akhirnya resmi menjadi sepasang suami istri " Ucap Mas Putra dengan tatapan matanya yang lembut dan menenangkan.
Kutangkup tangan Mas Putra yang sedang meremas jemari tanganku, kemudian aku meletakkannya dikedua pipiku .
" Iya Mas, Ayu juga bahagia sekali. Mas, Ayu sangat mencintai Mas.. " Ucap ku lirih.
Mata kami saling mengunci disatu titik yang sama, berusaha saling menyelam kedalam retina masing masing. Kemudian pelan pelan Mas Putra mendekatkan kepalanya ke wajahku, hingga dahinya menyentuh keningku, pelan sekali. Dia melabuhkan bibirnya ke atas bibir ku.
Aku gugup sekali. Walau sudah lama kami berpacaran, tapi tak pernah sekalipun Mas Putra menyentuh ku secara berlebihan. Selama ini kami hanya sesekali bersentuhan, seperti sebatas berjabat tangan atau pun bergandengan tangan saja.
Selama ini pun, kami menjalani pacaran dengan LDR. Kami hanya beberapa kali bertemu dalam kurun waktu satu tahun. Aku kuliah diluar dari kota tempat tinggal kami, Sedang Mas Putra memilih tinggal menetap dikota tempat kelahiran kami. Mas putra bekerja sambil berkuliah disini.
...
Mas Putra pun mengecup singkat bibir ku, namun karena gugup, aku hanya terdiam saja. Lambat laun kecupan Mas Putra itu pun berubah menjadi semakin menuntut. Sontak saja aku membelalakkan mataku.
Melihat kegugupan ku, senyum Mas Putra terlihat mengembang.
" Kenapa Yu, kamu kelihatan gugup sekali " Kata Mas Putra sambil menatapku dengan matanya yang lembut.
" I... iya Mas. ..hehehhe " Aku hanya nyengir saja saat menanggapi ucapan Mas Putra itu.
Mas Putra kembali menelengkan kepalanya, kini dia berusaha mencium lagi bibirku lebih dalam. Aku yang tak tau harus bagaimana, hanya bisa diam terpaku. Tetapi karena gerakan Mas Putra yang semakin lama semakin menuntut, reflek, aku pun mulai membuka bibirku. Sehingga ciuman kami pun menjadi semakin dalam. Kami saling meresapi buncah kebahagiaan yang tertuang dalam kecupan itu. Hingga aku mulai kehabisan nafas, Mas Putra baru melepaskan tautan bibir kami. Dia menyeka bekas salivanya yang menempel diseputaran bibirku.
Aku terdiam dan hanya bisa menunduk malu.
" Yu, apa kamu merasa bahagia menikah denganku..." Ucap Mas Putra kemudian, dengan pandangan mata nya yang terlihat mulai berkabut.
" Iya... iya Mas, tentu saja. Ini kan memang rencana kita dari dulu. Kita sudah lama berpacaran kan, tentu aku sangat bahagia sekarang Mas.. " Ucapku mantab.
Mas Putra kembali mencumbui aku. Mencium bibir dan pipiku lembut, aku melihat kilatan gairah yang terbersit dipelupuk matanya.
Duh...aku harus bilang apa ni batinku, Mas Putra sudah sangat ingin sepertinya. Padahal kan aku lagi datang bulan, gimana ya. Hatiku bergejolak ingin mengatakan nya, tapi aku bingung untuk memulainya.
Semakin lama cumbuan Mas Putra semakin turun kebawah. Bermula dari leher hingga ke d**a, sampai akhirnya pakaian ku pun sudah terbuka, hingga batas separuh badan atasku. Entah bagaimana tadi awalnya, aku tak menyadari nya. Aku seperti terkena sihir. Aku hanya bisa diam mematung saja.
Saat Mas Putra hendak meneruskan lagi penjelajahanya menjadi semakin kebawah, sekuat tenaga, ku tahan tangannya yang besar itu.
" Mas maaf hentikan " suaraku tercekat. Suara ku menjadi agak serak, entah kenapa begitu, aku pun geli sendiri saat menyadarinya.
" Kenapa sayang..." ucap Mas Putra dengan suara beratnya.
Aku merasa kasian sebenarnya, tapi mau bagimana lagi, aku harus mengatakanya.
" Ada apa Yu, apa kamu belum siap, kamu tampak gugup sekali Yu. Mas putra memandangiku, dari sorot matanya seakan dia tengah menginginkan sesuatu.
" Memang katanya awalnya akan terasa sakit, tapi nanti lama kelamaan nggak kok Yu. Akan, ehm ... enak ..." Mas Putra menggodaku dengan menjawil daguku.
" Iya Mas, ayu memang gugup. Tapi bukan itu Mas alasan utamanya. Aku, tapi aku .. aku ... sekarang sedang datang bulan Mas, baru saja tadi pas ganti baju " Aku memalingkan wajahku, aku merasa tak tega melihat ekspresi nelangsa dari suamiku itu, tapi ya gimana lagi, memang tamu bulanan ini tidak bisa dikondisikan datangnya. Untung saja saat di pelaminan tadi, aku tak pingsan. Padahal tadi pun aku sudah merasa sakit, perutku rasanya nyeri sekali.
Sontak, Mas Putra lemas. Dia menepuk jidatnya dengan gerakan yang teramat dramatis sekali.
Puuuukk...
" Alamak Ayuu... baru juga malam pertama, aku harus berpuasa " Ucapnya dengan nada melas dan ekspresi yang amat memelas.
Aku pun hanya bisa menanggapi nya dengan nyengir kuda saja.
" Ya, gimana lagi Mas, memang sudah tanggal nya juga kok " Ucapku menjawab ucapan Mas Putra yang langsung ambruk disisiku. Aku membelainya, menenangkanya
" Sabar ya Mas, nanti kalau sudah bersih, Mas boleh lakuin itu seharian penuh. Bahkan tujuh hari tujuh malam pun kalau mas mau, Ayu siap layanin " Kataku, sambil mengelus pundak Mas Putra..
" Mas bisa bersabar yu, tapi adek kecil mas ini mana mau ngerti " Mas Putra bicara sambil menunjuk kebawah, aku spontan melihat kearah yang dia tunjuk.
Apaan itu kok seperti ada yang aneh diarah yang ditunjuk Mas Putra tadi, pikirku
Lantas aku mengulurkan tanganku perlahan. Dengan gerakan pelan kuusapkan tangan ku ke arah yang Mas Putra tunjuk tadi.
Astaga, apa itu?
" Aww... "
Aku menjerit lirih, spontan Mas Putra membekap mulutku.
" ssst... Yu jangan teriak kenceng kenceng, malu masih banyak tamu " Kata Mas Putra.
" Maaf, Ayu kaget Mas " Kataku lirih.
Mas Putra menarik selimut dan menutupi tubuh bagian bawahnya, Lantas memegang tanganku, menuntunnya pelan menuju bagian bawah tubuhnya yang sudah tertutup selimut itu.
Ah, Aku ini. Pasti kalian mengira aku mengada ngada banget kan ya. Memang aku tak sepolos itu. Aku tau lah sedikit sedikit. Tapi kan, baru kali ini aku bisa melihat nya secara langsung, bisa memegang lagi, ya tentulah itu membuat aku terkejut.
" Yu.. tolong Mas... " Ucap Mas Putra dengan suara nya yang terdengar semakin berat.
Aku pun hanya bisa mengangguk, walau aku sedikit bingung.
Mas Putra menuntun tanganku pelan, dia seolah memberi pengetahuan padaku tentang apa yang harus kulakukan selanjutnya. Dengan naluri kedewasaanku yang mendadak bangkit, aku pun akhirnya cepat memahami dan mengerti.
Pelan ku lakukan hal yang tak lazim bagiku itu. Aku melihat ada kilatan gairah dari mata Mas Putra. Semakin lama Mas Putra tampak rileks dan menikmati service dariku. Aku pun tak perlu menunggu arahan dari Mas Putra. Kemampuan itu muncul sendiri, entah dari mana asalnya.
Namun mata Mas Putra seperti mengiba. Dia lantas memberikan kode padaku, dia meminta hal lain. Dia berbisik pelan ditelingaku, Walau aku ragu namun aku tetap melakukan permintaan suamiku itu.
Aku mencoba mendekat, dan melakukan apa yang dia suruh.
Rasanya tentu aneh, tapi melihat Mas Putra keenakan dan menggelinjang seperti cacing kepanasan tak tentu arah, ditambah dengan mulutnya yang mendesah sambil meracau tak jelas dengan sesekali menyebut namaku, hatiku seperti menghangat, dan timbul rasa puas tersendiri.
Aah.. Aku jadi makin tak sabar ingin merasakan nya juga. Kapan ya tamu bulanan ini selesai. Alamak kalau menurut kebiasaan jadwal bulananku. Bisa jadi seminggu lagi ku harus menunggu, rasanya aku tak sabar menantikan nya.