Sebuah mobil melaju dengan kecepatan sedang menembus jalanan sepi di perbatasan kota. Di sepanjang jalan terpapar pohon-pohon tinggi menjulang yang mengiringi perjalanan mereka. Hari sudah semakin sore dan sepasang suami istri dalam mobil tersebut masih terlihat bingung mencari alamat yang dituju. Dengan kedua alis yang mengerut Colline, sang istri bergantian menoleh kanan kirinya untuk melihat ke sekitar dimana hanya terdapat hamparan pohon-pohon tinggi di sekitar mereka. Sementara Robert, sang suami selain sibuk mengemudikan mobil sewaannya, pria paruh baya itu juga sibuk meneliti kembali alamat yang tertera pada lembaran sobekan kertas yang di dapatkannya dari tetangga sekitar rumah Zayn, sepupunya yang selama ini dikiranya masih tinggal di daerah Washington dan ternyata sudah pindah di daerah pedalaman seperti ini. Robert melihat ke sekelilingnya yang terlihat semakin gelap dan semakin jauh dari pemukiman penduduk. Pria itu kembali meneliti alamat yang tertera pada sobekan kertasnya setelah menghentikan sejenak laju mobil mereka.
"Colline, benarkah mereka menulis alamat ini?" tanya Robert sambil menoleh ke arah istrinya dengan raut wajah penuh tanya. Collin menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pria itu.
"Mereka benar menulisnya sendiri Robert. Mereka juga mengatakan bahwa tempat itu memang sedikit terpencil." jelas Collin. Robert menghela nafasnya lelah dengan sikap absurd sepupunya itu. Bagaimana bisa anak itu pindah tanpa memberi kabar terlebih dahulu kepada keluarganya. Sekarang anggota keluarga yang lain juga merasa kesulitan untuk menyampaikan berita duka tentang kematian kedua orang tuanya di Paris. Dan sekarang mereka membutuhkan kehadiran Zayn untuk membicarakan masalah surat wasiat di antara anggota keluarga.
"Hahh kenapa harus di pedalaman seperti ini pindahnya, dasar anak itu." rutuk Robert sambil menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Collin hanya tersenyum kecil mendengar gerutuan suaminya itu. Memang tempat yang mereka tuju ini benar-benar terletak sangat jauh dari pinggiran kota. Collin menoleh ke belakang dimana seorang balita cantik berumur sepuluh bulan tengah tertidur pulas pada tempat box yang di khususkan untuk seorang balita. Syukurlah balitanya masih tertidur dengan nyaman di tempatnya. Collin kembali mengarahkan kepalanya melihat Robert yang tengah mengecek google map di ponselnya dan kemudian pria paruh baya itu mendecak kesal.
"Ada apa Robert?" tanya Colline ketika mendengar decakan pria itu.
"Tidak ada sinyal di tempat ini, dear." Jawab Robert sambil menghela napas lelah.
"Lalu bagaimana kita sekarang?"
"Ya sudah. Coba lihat ini, di peta kita tinggal lurus saja kan sampai nanti kita berada di ujung jalan, nanti ada pertigaan. Tinggal ikuti saja jalannya lalu belok kiri. Lebih baik kita secepatnya melanjutkan perjalanan karena sudah terlalu jauh jika kita kembali ke kota, bagaimana?" usul Robert sambil meminta pendapat istrinya. Colline melempar pandang ke arah balitanya yang masih tertidur di kursi belakang nampak pulas sekali sebelum kembali menatap Robert. Colline menganggukkan kepalanya kemudian.
"Ya, kurasa tidak apa-apa. Aku ikut padamu saja, Robert. Dan lebih baik secepatnya kita sampai di tempat, kasian baby kita." ujar Colline dan Robert menganggukkan kepalanya mengerti. Pria paruh baya itu mulai menjalankan mobilnya kembali melanjutkan perjalanan mereka.
Tiba di penghujung jalan mereka akhirnya menemukan tiang penunjuk arah tujuan yang terbuat dari kayu bertuliskan arah desa bernama Wiston. Dengan semangat Robert membelokkan laju mobil mengikuti arah tujuan mereka yang berada di sebelah kanan. Tanpa menyadari bahwa sebenarnya tiang penunjuk tersebut sudah patah dan menunjukkan arah yang salah. Kini mereka telah mengambil arah jalan memasuki hutan Terlarang.
Tidak lama kemudian setelah kepergian mobil Robert, dari arah yang berlawanan muncul satu pengendara mobil berisi dua orang penduduk pria yang berhenti di dekat tiang penunjuk arah. Mereka sama-sama keluar dari mobil. Seorang pria paruh baya berputar ke belakang untuk mengambil barang. Dan pria yang terlihat lebih muda lagi melangkah mendekati tiang penunjuk tersebut. Dengan tarikan kuat pria tersebut berhasil mencabut tiang kayu itu. Lalu memasangnya dengan tiang baru yang di bawa oleh pria paruh baya yang tadi. Selama menunggu pemasangan yang baru tersebut selesai, pria paruh baya itu melihat ke sekitar mereka dengan santai. Dirapikannya rompi kuning yang dipakainya sambil memerhatikan arah jalan di depannya.
"Hahh untung saja ada yang melihat tiang penunjuk ini bergeser, Rom. Jadi kita bisa cepat-cepat menggantinya dengan yang baru." ujarnya yang lalu memerhatikan pengerjaan pria yang dipanggil Rom di depannya itu. Rom tersenyum kecil menanggapinya sambil tetap melanjutkan pekerjaannya memasang tiang penunjuk arah yang baru itu.
"Kau benar, tuan Ben. Akan sangat berbahaya jika pendatang baru mengambil arah yang salah dan memasuki kawasan hutan Terlarang di sana. Mungkin saja mereka tidak akan selamat atau pun bisa kembali keluar dari hutan tersebut."
"Hem ya." jawab pria paruh baya itu sambil mengamati arah jalan menuju hutan Terlarang yang di bicarakan mereka barusan. "Seperti namanya, hutan itu sangat berbahaya untuk dijamah seorang manusia, bahkan untuk penduduk desa kita sekali pun. Entah apa yang ada di dalamnya hingga membuat tiap manusia yang memasuki hutan itu tidak akan kembali lagi untuk selamanya. Kalau pun ada yang bisa kembali, biasanya mereka akan berubah menjadi gila dan pada akhirnya tetap akan mati juga secara perlahan." lanjut pria paruh baya itu. Pemuda bernama Rom itu mengambil palu dan memukul-mukul atas tiang kayu yang baru di pasangnya. Memastikan tiang itu benar-benar menancap ke tanah dan terpasang dengan benar.
"Saya pernah mendengar ada desas-desus yang menceritakan mengenai seorang pemuda yang bernama Zayn telah memasuki hutan Terlarang itu, tuan."
"Benarkah? Zayn? Apakah dia pemuda pendatang di desa kita Rom?" tanya Ben.
"Anda benar, tuan. Dia pendatang baru di desa kita. Mungkin sekitar dua-tiga tahun yang lalu pemuda itu datang ke desa, saat anda masih berada di kota sebelah. Pemuda itu tinggal di tepi danau bersama istrinya. Mereka baru saja menikah. Sang istri melapor kepada Kepala desa, tuan Thomas, bahwa suaminya belum kembali sejak dia pamit untuk berburu di tepi hutan Terlarang dua hari sebelumnya. Tuan Thomas menjadi marah besar karena suami istri tersebut tidak mendengarkan peringatannya untuk tidak memasuki hutan tersebut. Akhirnya tuan Thomas mengerahkan beberapa warga setempat untuk ikut mencari pria itu, tuan. Dan hasilnya nihil. Warga juga tidak bisa berharap lebih karena mereka sudah bisa menebak akhirnya. Pria itu tidak akan selamat. Lalu tidak disangka setelah sepuluh hari kemudian pria itu akhirnya berhasil keluar dari hutan dalam keadaan yang mengenaskan. Tubuhnya penuh luka-luka dan cakaran seperti berasal dari binatang buas. Dan seperti yang anda bicarakan barusan. Pria itu mendapatkan gangguan mental dan berakhir meninggal kemudian. Namun ada sesuatu yang menarik perhatian warga sekitar, tuan. Pria itu sempat mengigau ketakutan dan menyebut kata 'monster, iblis', dan selebihnya pria itu tidak berhenti ketakutan seakan ada sesuatu yang menghantuinya, dari situlah penduduk desa semakin yakin bahwa tidak hanya binatang buas yang tinggal di dalam hutan Terlarang, namun juga beberapa jenis makhluk asing berada di dalamnya. Begitu tuan Ben." jelas Rom panjang lebar dan pria paruh baya itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya memahami cerita itu.
"Lalu dimana istri pria bernama Zayn itu sekarang, Rom?"
"Entahlah tuan. Saya dengar wanita itu sudah pergi meninggalkan desa."
"Pasti wanita itu ketakutan, Rom. Bagi penduduk setempat saja hutan Terlarang merupakan sebuah momok yang harus dihindari, apalagi untuk seorang pendatang baru seperti mereka. Seharusnya pendatang baru seperti mereka juga tidak boleh bersikap seenaknya bahkan sampai tidak mengacuhkan ucapan dari Kepala desa setempat. Itu akan merugikan mereka sendiri nantinya."
"Anda benar, tuan Ben. Padahal dilihat dari manapun kawasan desa yang kita tinggali ini terlihat seperti tidak biasa. Siapa pun pasti akan berpikir ulang untuk memilih tinggal di tempat yang begitu jauh dari kota ini dan di kelilingi hutan belantara. Bahkan pemerintah kota saja juga terlihat tidak yakin untuk memberikan subsidi tambahan di desa kita, saking banyaknya orang hilang di tempat ini. Harusnya penduduk baru seperti mereka lebih memperhatikan peraturan yang tertulis di desa kita ya, tuan."
"Kau benar, Rom. Yah, anak zaman sekarang memang terkadang sangat sulit untuk sekedar bertingkah sopan di tempat baru. Kebanyakan dari mereka sering kali mengabaikan dan meremehkan aturan-aturan seperti itu dengan alasan mereka sudah tidak mempercayai hal-hal berbau mistis seperti itu. Padahal kenyataannya mau tidak mau mereka harus percaya bahwa kita di dunia ini juga hidup berdampingan dengan segala jenis makhluk yang entah ada dan tiada. Tidak ada salahnya untuk menuruti aturan itu. Bukankah kita lebih baik menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bukan."
"Benar, tuan Ben. Saya pernah mendengar ada suatu pepatah yang mengatakan, 'Desa mawa cara, negara mawa tata' yang berarti setiap daerah memiliki adat istiadat atau aturan yang berbeda-beda. Paman saya pernah mengunjungi suatu negara bernama Indonesia, tuan Ben. Beliau mengatakan bahwa negara itu memiliki beragam budaya di dalamnya. Banyak pulau-pulau indah dan makanan lezat di sana. Dan yang menariknya tuan Ben, ada satu pulau yang pernah di kunjungi paman saya. Pulau tersebut terkenal memiliki berbagai macam cerita mistis di dalamnya. Bahkan banyak orang percaya di tiap daerah di pulau tersebut kita harus ekstra berhati-hati dan selalu mengikuti aturan di daerah setempat, namun itulah daya tariknya tuan. Selepas itu semua, negara Indonesia adalah negara yang sangat indah. Banyak turis yang mengunjungi negara itu dan banyak tempat indah di dalamnya. Saya juga berharap suatu hari bisa datang kesana, tuan. Paman saya pernah memperlihatkan foto-foto yang di dapatkannya ketika mengunjungi beberapa pulau di sana, dan seperti yang di katakannya. Saya berharap suatu hari desa kita bisa menarik banyak pengunjung dan bisa melihat sisi lain dari desa kita. Terlalu disayangkan jika banyak pemandangan indah di desa kita terlewatkan, tuan." ucap pemuda bernama Rom itu. Pandangannya tertuju ke arah sepinya jalan yang menuju hutan Terlarang.
"Akan lebih baik jika kita bisa menutup rapat akses menuju hutan Terlarang itu agar tidak banyak kasus seseorang yang hilang di sana, tuan Ben." lanjut Rom. Pria bernama Ben tersebut ikut menatap ke arah hutan Terlarang sejenak sebelum kembali beralih ke arah pemuda pintar di depannya itu dengan senyuman puas.
"Saya juga berharap banyak pemuda pintar sepertimu yang masih hidup di zaman sekarang, Rom. Sepertinya kau sudah pantas untuk menjadi kandidat Kepala desa yang baru, anak muda hahaha." ucap pria paruh baya itu sambil tertawa senang. Membuat pemuda di depannya menjadi tersipu malu atas pujiannya.
"Ah, tuan Ben. Anda terlalu memuji saya. Saya masih harus banyak belajar dari ini, tuan."
"Ya, kau benar Rom. Belajarlah sebanyak mungkin untuk membuat dunia menjadi lebih baik. Aku yakin kau akan menjadi anak yang berhasil, Rom."
"Terima kasih, tuan Ben. Saya akan belajar lebih baik lagi."
"Itu jawaban yang bagus. Apa kau sudah menyelesaikan pemasangannya, Rom?" tanya Ben sambil mengecek pemasangan tiang penunjuk jalan yang baru.
"Saya sudah menyelesaikannya, tuan Ben."
"Baiklah, kalau begitu mari kita pulang sebelum hari semakin sore, Rom. Bawa tiang yang lama itu dan masukkan ke dalam bagasi mobil."
"Baik, tuan Ben." jawab Rom dengan patuh. Mereka meninggalkan tempat itu dan kembali ke desa setelah menyelesaikan semuanya.