Ketahuan?

1012 Kata
Guru baru saja keluar dari kelas. Pembelajaran hari ini sudah berakhir. Cellyn merengganggkan otot-ototnya yang terasa kaku karena hampir seharian duduk di kursi. Tugas sangat banyak, untuk ke kantin pun dia tak sempat. Sekarang perut Cellyn keroncongan. Akibat tak terisi kecuali sarapan, itu juga sedikit. Cellyn memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri karena pegal. "Kita mau pulang, ikut bareng nggak Cell?" tanya Katrina. Gadis itu bersama Edel dan Naya sudah menggendong tas masing-masing. "Enggak bisa gue. Masih ada urusan." "Urusan apa emang sore-sore begini?" selidik Naya. "Beresin loker gue. Ada barang yang harus gue bawa pulang. Kalian duluan aja. Gue bentar doang paling." "Ya udah, kalau bentar kita tungguin," sahut Edel. Duh, maksud Cellyn bukan seperti itu. Cellyn ingin mereka pulang bukan menunggu. "Nggak usah deh. Kalian duluan aja, gue juga nanti pulang sama Darrel." "Kebetulan dong! Gue tungguin ya biar bisa lihat Darrel!" "Yee kalau itu modus lo doang babi!" Katrina mendorong bahu Naya. "Terserah gue onta!" "Udah, udah. Malah ribut, mending pulang." "Bener kata Edel, kalian pulang gih sana." Akhirnya ketiga sahabat Cellyn mau juga menuruti permintaannya. Mereka melambaikan tangan pada Cellyn. Di kelas sekarang tersisa Cellyn, Denin dan Kevin. Yang lain sudah pulang pastinya. Cellyn tak terlalu dekat dengan Kevin, tapi ia dekat dengan Denin. Tapi tak enak rasanya kalau Cellyn menyapa Denin tapi Kevin tidak. Jadi dia menunggu di kursi sampai kedua orang itu juga keluar. Namun bukannya keluar, Denin menghampiri Cellyn. "Kok masih di kelas, nggak pulang?" "Bentar lagi." "Nunggu siapa Cell? Mau pacaran ya lo?" Cellyn melempar bukunya ke Denin. "Pacar, pacar! Mana pacar gue? Sini gue mau lihat!" Denin meringis, Cellyn menakutkan. "Galak bener sih lo, makanya jomlo." "Den lo udah pernah ngerasain sepatu gue belum?" "Belum sih, tapi pasti bau." "Denin!" teriakan Cellyn mengundang perhatian Kevin. Cowok itu menoleh sebentar lalu kembali fokus ke ponsel. "Jangan takut sendirian di kelas ya, gue sama Kevin mau cabut." "Gue bukan penakut." "Ah masa? Tuh di ...." "Udah deh, nggak usah nyebelin!" Denin justru tertawa, tapi kabar baiknya dia segera menjauh dan mengajak Kevin juga. "Huft, akhirnya." Cellyn bergegas meninggalkan kelas. setelah kedua orang tadi tak terlihat. Dia menuju tempat loker kelas X berada. Di sana sangat sepi. Tak terlihat tanda-tanda orang lain. Cellyn mencari loker yang ia tuju. Tempatnya di paling ujung. Pintu loker itu terbuka dengan mudah berkat kunci di tangan Cellyn. Dia segera memasukkan barang yang dibutuhkan ke dalam tas. Cellyn melihat sekeliling, sepertinya aman. Merasa sudah cukup, Cellyn menutup loker. "Astaga babi!" Bagaimana tidak kaget? Edel, Naya dan Katrina tiba-tiba sudah berada di samping pintu loker, mengagetkan Cellyn. "Lama banget sih di kelas, ngapain aja lo?" "Gue nggak ngapa-ngapain Nay. Terus kalian masih di sini ngapain?" "Nungguin lo Cell. Nih bocil satu mau ketemu Darrel." Katrina menunjuk Naya kesal. "Eh tapi lo kok di sini?" "Oh, itu gue ngambil buku di loker, sama bersihin kertas yang nggak kepake lagi." Edel ikut menyenderkan badan di loker. "Udah kan Cell? Ayo pulang." "Iya, iya, pulang." Cellyn bernapas lega, setidaknya mereka tidak tau apa yang dia masukkan ke dalam tas. ***** Sementara itu, di ujung yang lain Kevin dan Denin sedang menunggu seseorang. Yang pasti orang itu adalah orang yang akan mengambil kotak bekal di loker Kevin. Sudah hampir satu jam mereka menunggu tapi tak ada yang datang ke sana. Sebenarnya Denin ragu, orang itu akan mengambil kotak bekal itu. "Dia tau mungkin kalau lo nungguin di sini." "Gimana bisa? Nggak mungkin lah," sangal Kevin. "Ya bisa aja, buktinya dia nggak dateng." "Ck, bentar lagi juga dia buka loker gue." Denin tertawa. "Kev, Kev, yakin banget sih lo. Kalau yang ngasih bekal lo selama ini bukan cewek tapi cowok gimana? Nggak pingsan lo?" "k*****t! Gue yakin dia cewek." "Siapa tau ada cowok yang diem-diem suka sama lo." Kevin menendang lutut Denin agar cowok itu mau berhenti dan mengamati saja. "Awas aja dia nggak dateng gara-gara suara lo Den." Namun nyatanya bukan suara Denin yang menyebabkan orang itu tak datang. Sampai magrib mereka menunggu, memang tak ada yang mengambil kotak bekal Kevin. Rasa penasaran Kevin semakin besar. Dia semakin ingin tau siapa orang yang pintar itu. "Mungkin lo bener Den, dia udah tau kalau kita di sini." "Gue bilang juga apa!" "Sorry bro." "Tau gini gue udah main ps di rumah." "Gue traktir lo makan, jangan khawatir." Denin mengusap perutnya. "Nah gitu dong, sogokan lo lumayan juga buat perut gue berhenti keroncongan." Kalau sekarang lo nggak datang, gue tunggu sampai gue tau siapa lo sebenernya, batin Kevin. ***** Kevin melempar kotak bekal yang sudah terisi ke depan meja Denin. Dugaan Kevin memang benar. "Lo liat sendiri kan? Kotaknya penuh lagi." "Gila!" Denin takjub seraya meneliti kotak itu. "Pagi banget berarti dia." "Gue kira dia bakal ambil pulang sekolah, ternyata gue salah." "Dia punya dua kotak dong?" "Mungkin aja, gue juga nggak tau." Kevin duduk di kursinya, sebelah Denin. "Satu kelas kan bawa bekal, gue bisa cek punya mereka satu-satu." "Kevin, Kevin." Denin menepuk pundak Kevin. "Sepingin itu lo harus tau dia siapa? Biarin aja kenapa sih? Lagian makanannya juga enak." "Gue nggak nyaman." "Halah, ngomong nyaman kayak pacaran aja lo." "Lo tau siapa yang datang paling pagi di kelas ini?" Denin berpikir sejenak, dia ketua kelas dan berangkat paling pagi, tapi hari ini dia tak melihat siapa pun yang datang lebih awal. "Kalau hari ini gue sih yang pertama di kelas. Tapi biasanya ada Danis, Jessie, sama ...." "Woilah Cell, lo kesiangan baru sampai jam segini?" teriak Naya. "Siapa lagi selain mereka?" tanya Kevin penasaran. "Cellyn. Dia juga pagi kalau berangkat. Tapi nggak mungkin lah dia, inceran gue tuh." Kevin mendorong kursi Denin. Dia juga tak menuduh Cellyn, sangat tidak mungkin. Dari nama-nama yang disebutkan Denin tadi, Danis paling mungkin. Dia orang yang misterius di kelas, jarang mengobrol dengan teman-teman. "Jangan bilang lo nuduh Danis?" Kevin mengangkat bahu. "Siapa tau, mungkin aja dia." "Ngeri amat bro. Danis misterius gitu, nggak takut lo?" "Kenapa harus takut? Gue mau berterima kasih." Denin melotot, tak bisa menebak pikiran Kevin. "Lo nggak akan nembak dia kan gara-gara dia selama ini udah baik, udah bikinin sarapan?" "Nggak lah b**o!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN