6

1099 Kata
Baru kali ini, Mathew merasa dijauhi oleh teman satu genk -nya termasuk Josh, sang ketua genk yang biasanya bersikap bijak dan adil. Selama ini, Mathew tidak pernah tahu kalau Josh menyukai Anin, adik tingkatnya sekaligus calon adik tirinya. Pikirannya semakin kacau. Semalaman Mathew bersama Anin di dalam kamar apartemennya. Maslaah ini tidak ada yang tahu kecuali Sarah. Tapi, berita tentang jadian antara Mathew dan Anin sudah tersebar diseluruh Kampus. Mathew memegang gelas kopinya dan memutar -mutar hingga es batu di dalam gelas itu bercampur dan menghasilkan bunyi khas yang membuat giginya terasa linu. Kedua matanay menatap ke arah lantai tiga, dimana Josh dan yang lainnya sedang berkumpul sambil menatap ke arah dirinya. "Kenapa jadi begini sih?" umpat Mathew begitu kesal. Sarah setengah berlari menuju kantin kampus dan mendekati Mathew. "Kak? Anin mana?" tanya Sarah begitu sopan. Mathew menoleh ke arah Sarah dan melirik sekilas ke arah atas. Dirinya masih ditatap tajam oleh Josh. Mathew menatap Sarah dan memberikan kode untuk diam. "Bisa gak sih, gak usah bahas itu di Kampus!" pinta Mathew pada Sarah. Sarah mengangguk pelan memahami apa yang dipinta oleh Mathew. Sarah mengambil alat tulis dan menulis sesuatu dikertas lalu diberikan pada Mathew. Sarah pun pergi. "Kak ... Papa Anin sedang cari Anin. Tolong kasih tahu, Anin dimana? Kalau sampai sore ini tidak pulang, Papa Anin bakal lapor polisi. Ini nomorSarah. Hubungi Sarah secepatnya." Mathew membaca lalu mengambil ponslenya dan mulai chat dengan Sarah. Intinya, Mathew tidak mau, Sarah mmebahas Anin di Kampus. Lalu, informasi tentang jadian juga janagn pernah disebar lagi di Kampus. Sarah sempat menanyakan alasan Mathew apa? Mathew hanya menjawab singkat. Ini semua demi kebaikan Anin. Mathew juga berjanji setelah pulang Ngampus, ia akan menyuruh Anin pulang ke rumah papanya. Anin emmang masih istirahat dirumahnya. Sarah cukup mengerti dan paham. Kondisi Anin tadi malam benar -benar mabuk berat. Untung saja ada Mathew. Tidak mungkin Sarah membawa Anin menginap dirumahnya. Apalagi ada Kakek yang sedang berkunjung dan mneginap dirumahnya. Bisa dapat ceramah tujuh hari tujuh malam kalau tahu dirinya dan sahabatnya itu sedang mauk. Mathew meneguk sisa es kopi digelasnya hingga habis lalu membayar semua pesanan makanan yang ia pesan untuk dibawa pulang lalu pergi menuju area parkir. Ponsel Mathew bergetar di dalam saku celana. Dering nadanya pun ikut berbunyi nyaring. Mathew kembali mengambil ponselnya dan menemukan sang Mama sedang meneleponnya. Rasanya malas sekali mengangkat telepon dari sang Mama sejak kejadian hari itu. Rumah Papanya dianggap seperti rumah m***m oleh Tesa dengan bebas membawa pacar barunya untuk datang sekedar main atau makan malam. Tapi, Hari itu berbeda. Kebetulan Mathew ada acara dengan anak -anak genk Orchid sampai malam. mathew pun ijin untuk pulang larut dan mengadakan pesta dirumah Josh. Saat pulang, rumah mathew begitu sepi. Ia melihat mobil Papa Anin masih ada di depan. Ruang tamu juga berantakan. Lalu, tanpa sengaja, Mathew mendengar desahan nikmat dengan pemilik suara Tesa dari dalam kamar tidur Tesa. Hati mathew begitu hancur lebur saat itu. Suara apa lagi? Kalau bukan suara dari kedua orang tua yang sedang bucin akut? "Kenapa?" tanya Mathew ketus saat ia mengangkat ponsel itu. "Sayang ... Kamu dimana? Mama mau ketemu," pinta Tesa pada Mathew. "Di Kampus. Mathew lagi banyak tugas. Mama mending ketemu sama Pak Tua itu sjaa. Bukankah dia yang bisa membahagiakan Mama. Mathew itu hanya anak ingusan saja!" jelas Mathew penuh emosi. Rasa kesalnya seperti terluapkan begitu sjaa. "Mathew ... Berapa kali Mama minta maaf dan selalu bilang. Panggil Om Richi dengan sebutan yang sopan. Dia lelkai baik, sama seperti Papa kamu," jelas Tesa tak mau kalah memuji Richi di depan Mathew. "Terus?" tanya mathew semakin ketus. "Anin, putri sematawayang Om Richi belum pulang sejak semalam. Kamu kan satu Kampus sama Anin. Tolong cari kabar Anin. Kmau bisa, Mathew? Demi Mama, sayang ..." pinta Tesa dengan nada memohon. "Mathew sibuk!" sentak Mathew begitu kesal. Sambungan telepon itu dimatikan sepihak oleh Mathew dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. hatinya begitu panas terbakar rasa cemburu. "Maafkan Mathew, Pa. Mathew tidak bisa menjaga Mama sesuai amanat Papa." Batin Mathew di dalam hati. Mathew pun langsung menaiki motor besarnya lalu pergi keluar dari area Kampus menuju Apartemennya yang memang jaraknya cukup jauh. *** Anin bangun dari tidurnya dan duduk di atas kasur sambil memegang kealanya yang masih berdenyut. Perutnya terasa mual da rasanya aa yang baik ke atas dan ingin dimuntahkan. Anin berusaha keras berdiri dengan seimbang sambil memegang apa saja yang bisa membantunya berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Anin menggapai wastafel dan menunduk sambil menyalakan air keran. Ia memuntahkan semua isi di dalam perutnya. Semua cairan yang berbau dan sangat membuat perutnya lebih baik dan tidak begitu eneg seperti sebelumnya. "Huh ... Minuman neraka! Rsaanya benar -benar bikin pusing." Anin mengumpat kesal. Anin berusaha menegakkan tubuhnya dan berdiri dengan benar. Ia menatap dirinya yang acak -acakkan. Kembennya sudah melorot sampai perut namun sama sekali tak terasa. Anin menatap tubuhnya dari pantulan kaca. Ia memandang dengan jelas. Ini benar tubuhnya yang penuh luka atau apa? Kenapa banyak tanda merah di bagian d**a dan lehernya. Anin menggelung rambutnya yang panjang ke atas. Menatap lehernya di bagian depan dan samping ada beberapa tanda merah yang panjang dan tak beraturan. Ujung dadanya yang berbentuk bultana hitan juga terasa sakit. Anin memegang dadanya dan melihat apa yang terjadi disana. "Kok sakit ya? Kenapa?" tanya Anin di dalam hati. Anin mmebenarkan kembennya dan mencuci muka dengan air keran yang masih mengucur diwastafel. Anin kembali ke masuk kamar dan melihat seluruh isi amar ini. Banyak foto Mathew terpajang di kamar ini. Ada foto besar yang menampilkan Mathew dengan d**a bidang yang kekar dan memperlihatkan otot tangannya. Entah foto macam apa itu. ceklek ... Anin mendengar ada suara bunyi dari arah luar. Ia bergegas naik ke atas kasur dan masuk ke dalam selimut lagi lalu memejamkan kedua matanya. Mathew membuka pintu kamarnya dan melihat Anin yang masih tertidur pulas di kasurnya. Mathew masuk ke dalam dan melepas kemejanya lalu disampirkan begitu saja dikursi. Mathew hanya memakai kaos dalam yang pas ditubuhnya dengan celana jeans yang terkancing jauh dibawah pusarnya. Garis dibawah pusar itu jelas terlihat dengan tulang yang sedikit menyembul membuat kesan seksi pada tubuh Mathew. Mathew mendekati Anin yang masih memejamkan kedua matanya. Ia melihat wajah Anin yang sedikit basah lalu diusap pelan. Mathew pikir itu keringat. Bibir Anin yang tipis diusap dengan ibu jarinya. Nafsu Mathew kembali memuncak melihat Anin. Waah Mathew didekatkan perlahan ke arah Ani, dan bibirnya mulai menempel sebelum akhirnya Anin tersadar kalau lelaki yang ia sukai itu sednag menciumnya. Ini sungguh moment luar biasa yang langka. Berarti apa yang dilakukan Mathew tadi malam, tidak dirasakan nikmatnya oleh Anin karena rasa mabuknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN