Anindya menuruni anak tangga setelah Papanya memanggil untuk segera turun dan sarapan bersama.
"Anin .. Ini Tante Tesa," ucap Papa pada Anin yang baru saja sampai diruang makan dan terpaksa duduk disalah satu kursi yang masih kosong.
"Tesa, Dia putri semata wayangku. Bidadari yang paling berharga untukku," jelas Papa pada Tesa.
"Halo Anin ... Nama saya Tesa. Teserah mau panggil dengan sebutan apa," ucap Tesa dengan lembut sambil mengulurkan tangannya.
"Anin," jawab Anin singkat.
"Anin ... Papa harap, kamu bisa bersikap sopan dengan Tante Tessa. Dia akan menjadi istri Papa sebentar lagi," jelas Richi begitu tegas menegaskan.
Anin adalah anak semata wayang Richi. Anin ditinggalkan selamanya oleh Mamanya saat ia berusia satu tahun. Mama Anin menglami komplikasi setelah melahirkan Anin dan kebocoran jantung.
Sejak saat itu, hidup Richi benar -benar berubah total. Lelaki paruh baya itu sering bergonta ganti pasangan hanya untuk menyenangkan dirinya saja, hingga ia bertemu dengan Tesa. Tesa adalah karyawan baru di Perusahaan Richi. Usia Tesa lebih tua dua tahun dari Richi. Tesa juga berpisah dengan suaminya karena masalah keluarga.
Mereka merasa banyak kecocokan dan berniat untuk menikah.
"Anin mau berangkat ke Kampus, Pa. Permisi," pamit Anin pada sang Papa.
Tanpa ada kecupan dan tanpa ada ciuman tangan. Richi merasa sangat bersalah sekali membuat Tesa menjadi an perempuan yang salah pergaulan sekarang.
"Sabar Mas ... Namanya juga anak remaja," jelas Tesa berusaha menenangkan Richi.
"Aku seperti gagal menjaga Anin," jelas Richi merasa bersalah.
***
"Anin!" panggil Sarah dari arah loby. Sarah mau mampir ke Koperasi Kampus untuk membeli cemilan.
"Hei!" jawab Anin yang langsung mneghampiri Sarah.
"Gimana nanti malam? Jadi kan? Seneng -seneng kita," bisik Sarah pada Anin.
"Pokoknya oke," jawab Anin santai.
"Giliran kamu yang traktir lho, Nin," ucap Sarah pada Anin.
"Siap Sarah ..." jawab Anin mantap.
Anin tak sengaja menatap gerombolan lelaki yang lewat di depannya. Benar, itu adalah Mathew, kakak tingkatnya. Ia masuk dalam genk orchid - alias orang -orang chaya dan berduid.
"Gebetan kamu tuh, Nin," ucap sarah menyenggol lengan Anin.
"Hu um ... Cuma bisa ngeliatin aja Sar. Gak bisa digapai. Kamu tahu kan, genk orchid kaya apa? Mereka itu hanya suka mempermainkan wanita saja. Terus kriteria mereka itu tinggi banget," jelas Anin pada Sarah.
"Iya juga sih. Aku juga kayaknya hanya bermimpi saja untuk bisa dapetin Josh," ucap Sarah dengan senyum penuh kepasrahan.
Seharian ini, Anin sudah lelah berada di Kampus. Kuliah Anin begitu full sekali sampai sore. Niatnya, Anin tidak mau pulang. Anin malah berjalan -jalan melewati jalanan yang sepi dan mobilnya mogok dipinggir jalan.
"Argh! Kenapa lagi ini!" teriak Anin kesal.
Anin keluar dari mobilnya dan membuka kap mobiluntuk melihat apa yang salah dari mobilnya hingga tidak mau jalan. Padahal Anin sama sekali tidak tahu soal mesin mobil. Biasanya Anin hanya membawa ke bengkel dan membayar lalu selesai.
Anin bertolak pinggang. Kedua matanya mengedarkan pandangan untuk mencari bala bantuan. Tapi, sayang sekali, jalanan itu begitu sepi dan sama sekali tidak ada orang atau kendaraan yang lalu lalang.
Anin mendesah kesal sambil memukul mobilnya. Anin segera masuk kembali ke dalam mobil dan menemukan ponslenya juga mati karena daya baterai habis. Memang benar -benar hari sial sekali.
Tok ... Tok ... Tok ...
Ada seseorang yang mengetuk kaca mobilnya dan Anin menoleh ke arah kaca mobil.
Kedua matanya dikucek kembali untuk memastikan siapa yang datang dan mengetuk kaca mobilnya.
Anin membuka pintu mobilnya dan menatap Mathew yang berdiri menatap lekat Anin yang setengah berkeringat.
"Mobilnya kenapa?" tanya Mathew lembut.
"Hemm ... Tahu -tahu mati," jawab Anin singkat.
Anin menatap motor besar Mathew yang parkir dibelakang mobil Anin.
Mathew segera mendekati kap mobil dan menyorot senter yag ada diponselnya mengarah pada mesin mobil. Mathew mengutak atik sebentar dan menyuruh Anin untuk menyalakan kembali stater mobil itu.
Benar saja, mobil itu langsung menyala kembali. Mathew menutup kap mobil itu dan mendekati pintu mobil Anin.
Anin kembali keluar dari mobil itu dan mengucapkan terima kasih pada Mahew.
"Terima kasih ya? Sudah mau bantu Anin," ucap Anin lembut.
"Iya. Tapi ini gak gratis," ucap Mathew lirih menatap Anin dengan penuh damba.
"Apa maksud kamu?" tanya Anin bingung.
"Ya ada bayarannya," jawab Mathew singkat.
"Oh ... Sebentar." Anin segera masuk kembali ke dalam mobil dan mnegambil tas kecilnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang untuk Mathew.
Anin menyerahkan uang itu pada Mathew. "Ini ambilah."
"Aku gak butuh uang kamu." Mathew begitu tegas menjawab.
"Lalu?" tanya Anin dibuat semakin bingung.
"Aku ingin kamu menjadi kekasihku," jelas Mathew dengan suara lantang.
"Kekasih?" tanay Anin tak percaya. berulang kali, Anin mengerjapkan kedua maanya. Ini mimpi atau benar -benar nyat. Siapa yang menolak kalau seorang Mathew yang tampan dan pintar mengajaknya pacaran. Ini sungguh kesempatan yang langka.
"Gimana? Malah bengong aja! Mau atau gak?" tanya Mathew dengan suara tegas.
"Mau Kak!" jawab Anin keras dan begitu semangat. Walaupun suaranya sedikit bergetar karena gugup.
Mathew tersenyum tipis hingga Anin tidak tahu jika Mathew hanya ingin mengorek informasi tentang Papanya saja.