Juna

1628 Kata
Cita citanya adalah menjadi tukang insinyur seperti di film Doel Anak Sekolah. Kalau Juna malah anak nasi kuning. Dia anak ke 2 dari tiga bersaudara. Sedari kecil ia sudah menemani ibunya berjualan. Mulai subuh bersama ibunya pergi ke dapur khusus yang jaraknya sekitar 1 km dari rumah. Dahulu sang ibu adalah asisten mbahnya Juna. Karena factor usia usaha tersebut menurun ke ibunya Juna. Ayahnya Juna dulunya adalah calon aparatur Negara atau lebih kerennya bahasa sekarang Pegawai Negeri Sipil. Sebuah pekerjaan mengabdi pada Negara. Tapi itu baru calon belum resmi menjadi pegawai tetap pemerintahan. Cukup lama ia mengabdi sebagai tenaga honorer di instansi pemerintah yang membawahi pintu masuk jalur laut. Sayang setelah beberapa lama mengabdi ia lebih memilih mundur alias resign. Padahal saat itu ia akan di angkat untuk menjadi tenaga tetap atau PNS resmi. Perbedaan prinsip dan pergolakan batin adalah alasan sang ayah kala itu. Keluarga Juna memulai kehidupan ekonominya dari nol. Mulai ibu yang bekerja sebagai pembantu buat si Mbah Juna yang berjualan nasi kuning. Dengan ketekunannya hingga akhirnya ia menjadi penerus dari usaha tersebut yang menjadi legenda di kota Juna tinggal. Sementara sang ayah pasca resign dari kerjaan ia tidak mau berpangku tangan. Dengan basicnya yang dahulu memang berasal dari keturunan nelayan, membuat ayah sangat pintar dalam membantu istrinya jualan. Terutama soal memilih ikan yang terbaik hingga membersihkannya. Kedua saudara kandung Juna selisih usianya tidak terpaut jauh, sekitar 2 tahun lebih. Cara lahirnyapun ada perbedaan di antara ketiganya. Anak pertama dan ketiga lahirnya secara normal. Tidak ada ciri khusus saat ia lahir. Semua berjalan normal. Hanya dengan bantuan bidan kampung, kedua adik dan kakaknya lahir ke dunia dengan lancar dan selamat. Ia langsung di adzankan oleh Ayah. Beda halnya lagi dengan si Juna. Ia di lahirkan dengan cara tidak normal, yaitu melalui proses operasi cesar. Sejak dalam kandungan ia sudah membuat repot kedua orang tuanya. Melalui mimpi sang Ibu sering di goda makhluk dari dunia sebelah. Juna kecil yang belum lahir sudah menjadi rebutan. Baik dari dunia gaib maupun dunia nyata. Segala macam firasat sering menghampiri kedua orang tuanya. Salah satunya adalah arwah leluhurnya yang hadir kala malam si Ibu sedang gelisah. Ia merasa seharian ini ada yang mengawasinya. Semua gerak geriknya tidak luput dalam pengawasan sosok yang tampak menyeramkan itu. Sang Ayah yang selalu berada di sisi Ibu selalu memberi support dan melindunginya. Segala macam perlengkapan mitos orang hamil sudah Ibu siapkan di dalam sebuah kantung yang memang sengaja di siapkan saat mulai hamil Juna. Di antaranya adalah bawang merah tunggal, jarum, peniti, silet, duri landak serta tasbih kecil yang di gabungkan jadi satu dalam kantung hitam tersebut. Entah apa maksud dari barang itu semua. Secara ilmiah juga belum terbukti manfaatnya. Tapi karena sudah menjadi tradisi turun temurun dari orang tua terdahulu, membuat Ibu dan Ayah hanya pasrah mengikuti mitos tersebut. Memasuki usia kandungan tujuh bulan, berat badan Ibu cukup berat dan di anggap di atas batas normal. Begitu juga dengan kondisi bayi dalam kandungan Ibu, ia semakin besar. Namun semuanya masih sehat, tidak ada yang aneh terjadi. Hingga ujian kembali menerpa sang Ibu dengan calon bayinya. Tanpa ada firasat tiba tiba di jalan ia di tabrak sebuah mobil box. Saat itu ia sedang di bonceng oleh adik iparnya. Aneh, dengan kecelakaan demikian seharusnya korban mengalami cukup parah. Tapi Ibu hanya mengalami luka kecil di kakinya, begitu juga perutnya. Ia tidak merasakan sakit sedikitpun. Justru kendaraan mobil box tersebut yang kondisinya cukup lumayan parah. Body depannya peyok ke dalam. Untung supirnya tidak terluka. Padahal jika dipikir secara logic seharusnya sang Ibu yang mengalami kecelakaan cukup parah, karena ia yang di tabrak mobil. Namun justru sebaliknya. Setelah itu kejadiannya berlangsung damai, keduanya saling memaafkan. Beberapa saat pasca kejadian itu, Ayah baru tahu setelah di beritahu Ibu jika ia baru saja di tabrak mobil orang. Sang Ayah begitu mendengar orang yang ia kasihi dalam bahaya, tanpa menunggu selesai bicara Ibu langsung tancap gas menuju lokasi. Terlihat aura kemarahan yang akan meledak dari raut wajah Ayah. Seorang diri ia mencari pelaku yang telah menabrak istrinya. Namun keadaan tidak sesuai harapan, pelaku sudah tidak di temukan di lokasi karena sedari tadi sudah berjalan meninggalkan lokasi. Begitulah ayah jika sudah hilang kesabarannya. Orang yang melihat pasti akan keder di buatnya. Makanya orang di kampung selalu segan dan menghormati ayah Juna. Tak heran ia selalu di tunjuk sebagai Ketua RT. Tapi ayah Juna hanya sekali menjabat, karena enggan terlalu lama mengemban amanat tersebut. Ia merasa terbebani dengan jabatan tersebut, ayah lebih senang melakukan hobinya memancing atau membantu jualan ibu. Meski secara lahir terlihat istimewa, tapi tidak dengan tingkah lakunya. Ia sama seperti bocah pada umumnya. Bermain, berlari mengejar bola, berenang, dan permainan anak anak yang lainnya. Berteman dengan teman sebayanya juga tak pernah memilih, mau ia agama apa, dari suku apa, kaya atau miskin, semuanya sama saja. Juna bisa dengan mudah menyesuaikan adab dalam pertemanan. Letak rumah Juna sangat berdekatan dengan rumah Didi dan Cecep. Mereka sangat akrab dalam pertemanan selain dengan Yuyung, Peyok, dan Alex. Hubungan keluarga mereka juga akrab. Setiap moment hari besar mereka saling mengunjungi satu sama lain. Begitu juga di rumah ada acara syukuran, pasti dengan sigap keluarga Cecep datang membantu memasak di rumah Juna. Begitu juga sebaliknya. Tradisi seperti ini sudah menjadi bagian dari kehidupan di kampung tersebut. Saat moment bagi rapor untuk bocah SD, dagangan ibu sangat laris manis. Mulai dari semalam orang sudah pada memesan nasi kuning. Kadang sampai kewalahan melayaninya. Karena khawatir kesiangan Juna dan ibu sampai menginap di rumah nenek yang memang menjadi pusat memasak jualan ibu. Juna kecil meski tak memiliki prestasi akademik di sekolah, ia tidaklah termasuk siswa yang tidak pintar. Nilainya biasa tapi selalu di senangi kala pelajaran menulis arab. Guru agamanya paling senang dengan tulisan bocah tersebut. Sementara di bidang olahraga, ia sangat menyukai voli yang memang sudah menjadi olahraga favorit di kampungnya. Hampir seluruh keluarga besar Juna adalah pemain voli level tarkam. Untuk tingkat sekolah menengah pertama ia juga memilih sekolah yang berbeda dengan teman teman di kampungnya. Pilihannya adalah di SMP 1, kebetulan satu kawasan juga dengan sekolah Didi dan Cecep. Tapi mereka adik kelas dari Juna yang selisih 2 tahun.  Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, dan tidak semua orang memiliki pengalaman spiritual yang sama. Dunia sebelah memang suatu hal yang unik dan wajib dipercaya bahwa dunia itu memang ada. Sebuah dunia dengan segala hal mistis, suatu hal yang sangat sulit kita terima dengan akal sehat, tetapi benar-benar ada dan terjadi. Dulu, waktu awal mengenal dunia sebelah, banyak hal-hal aneh yang terjadi. Paling sering yang kita dengar adalah kemampuan melihat atau merasakan sosok-sosok aneh atau demit, sosok yang tidak enak dilihat—seperti demit yang sudah melegenda di negara +62, ada kunti, ponci, om gun, kuyang dan kawan-kawannya. Namun, tidak semua dunia sebelah itu identik dengan hal-hal yang negatif. Banyak juga sesuatu yang positif, yang bisa mengubah kita menjadi lebih baik. Semua tergantung pada iman dan akhlak kita, mau dibawa ke mana? Hanya kita dan Sang Pencipta yang tahu dan itu adalah pilihan kita dalam hidup ini. Banyak hal yang berkesan selama menjalani kehidupan baru tersebut. Akan kucoba berbagi satu per satu dan semoga bisa diambil hikmahnya dari setiap cerita ini. Kumulai dari rukun iman yang ke-2, yaitu iman kepada malaikat. Ada tiga kali kejadian yang secara sadar maupun tidak—mimpi—ketika bertemu dengan sang malaikat. Yang pertama adalah pada saat sedang menunaikan sholat Dzuhur di sebuah masjid yang terletak di pusat Kota Samarinda, tepatnya Simpang Empat Lembuswana. Pagi itu, seperti biasa aku melakukan kegiatan surfing ria di dunia maya. Tanpa sengaja kulihat sebuah unggahan seorang sahabat mengenai gangguan yang sering ia alami dari dunia sebelah. Hati yang tergerak mencoba untuk memberi sedikit solusi kepada sahabat tersebut. Tak disangka yang menjawab malah sahabat yang lain. Jawaban yang diterima pun kurang baik menurutku. Hingga sahabat tadi membuat sebuah status di wall pribadinya yang menyindir niat baikku. Sedih, pasti iya. Memang, terkadang memang niat baik itu tidak selalu berakhir dengan indah. Jadilah, pagi hari itu terasa menjemukan. Bekerja pun tidak fokus. Dalam perjalanan menuju lokasi kerja, selalu terbayang dengan niat baik tersebut. Sunggu aku tidak menyangka seorang sahabat yang dulunya dekat, tetapi akhirnya harus menjauh. Sahabat tersebut pun merasa bangga dengan status yang menyerang sahabatnya sendiri. Namun aku yakin, di balik itu semua, ternyata Allah punya rencana yang indah. Hingga waktu hampir memasuki dzuhur, aku menyempatkan beristirahat sejenak di parkiran masjid. Kejadian pagi tadi tidak juga mau menghilang. Rasa sedih itu masih membekas, aku seakan-akan tak percaya semua yang telah terjadi. Tanpa terasa panggilan yang wajib kupenuhi pun telah tiba. Waktunya sholat Dzuhur. Alhamdulillah ada secercah harapan dalam hati ketika Sang Khaliq menyerukan panggilan. Semua berjalan seperti biasa, sholat berjemaah dengan jemaah yang saat itu memenuhi setengah masjid Al-Ma’Ruf. Rakaat pertama hingga rakaat kedua berlalu normal. Namun, ketika mulai memasuki rakaat ketiga, terjadilah sesuatu yang sangat tidak masuk akal. Napas dalam tubuh yang awalnya berjalan normal, perlahan berubah. Jantungku seakan-akan berdetak agak cepat dari biasanya. Sekujur badan mulai terasa sejuk dan sejuknya beda dengan situasi sehari-hari, sangat beda. Kondisi di sekitar terasa hening seketika. Dalam hitungan detik semuanya berubah. Semua serba putih bersih dan nyaman terlihat. Jemaah yang tadinya ada di dalam masjid seperti hilang tak berbekas. Yang ada malah sosok-sosok bersayap yang hadir begitu cepat, hanya dalam kedipan mata. Mereka hadir awalnya satu per satu, namun lama-kelamaan kehadirannya semakin banyak. Jumlahnya? Puluhan? Ratusan? Entahlah. Hadirnya “mereka” membuat mood booster langsung full, seakan-akan ada semangat baru. Seakan kerisauanku telah dijawab. Tanpa terasa air mata pun mulai menetes. “Masya Allah. Ya Allah, apa ini, Rabb, apa arti ini semua, Ya Rabb?” Selalu pertanyaan itu yang kupanjatkan setiap mengalami kejadian-kejadian yang aneh. Hingga akhirnya tanpa terasa sholat Dzuhur sudah memasuki rakaat akhir. Semua berubah menjadi normal. Sementara wajahku masih terasa basah akan air mata yang jatuh tadi.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN