Bubur Istimewa

1103 Kata
Dapur rumah Saskia cukup luas. Juan memperkirakan luasnya sama dengan luas dapurnya. Untuk ukuran rumahan, dapur Saskia terasa sangat longgar dengan hanya ada dua juru masak. Belum lagi masih ada dapur kotor. Berbeda dengan para pelayan, kedua juru masak menggunaka seragam hitam-hitam yang khas. Yang satu terlihat lebih senior dengan perawakan tubuh yang besar, berkepala plontos, dengan jambang lebat mengitari dagunya. Sedang satunya, berperawakan kurus tinggi dan terlihat pemalu. Kedua juru masak sangat tidak keberatan dengan kehadiran Juan yang kemudian menguasai dapur. Keduanya kemudian memilih mengerjakan pekerjaan lain seperti mencuci bahan makanan yang baru doibeli atau membantu Juan memberikan bumbu-bumbu dapur yang Juan tidak tahu letaknya. Soraya, menjadi asisten Juan. Tidak banyak yang dilakukannya karena Juan tentu lebih sigap melakukan ini dan itu. Dari mulai memotong, merajang, atau mem-blender, lebih bayak dilakukan Juan. Kesempatan Juan bersama Soraya, benar-benar dimanfaatkan Juan untuk mengenali keluarga Saskia lebih dalam. Beberapa hal dicatatnya dalam hati. Menjadi pertanyaan yang perlu ia ketahui dengan cara berbeda. Jangan sampai sesi tanya jawab di sela-sela memasak, memancing kecurigaan Soraya. Juan memasakkan bubur untuk ayah Saskia yang sudah lama jatuh sakit dan hanya bisa berbaring. Juan mulai penasaran dengan sosok ayah Saskia. Perasaannya meyakini sesuatu. "Jadi, selama Om sakit dan terkena stroke, belum pernah sekali pun melakukan terapi?" tanya Juan. Ia berusaha mengatur nadanya agar terdengar tak terlau antusias. "Julia yang menjadi terapinya. Dia yang meminta. Katanya sebagai tanda bakti...." Juan merasa jika kalimat Soraya mengambang. Ada hal yang membuatnya tak melanjutkan kalimatnya. "Benar-benar menantu baik, ya, Tan." Soraya tersenyum dengan cara yang aneh. Senyum itu tidak mengandung ketulusan. Tatapan Soraya juga menerawang. Dan Juan langsung berkesimpulan jika pun Soraya baik dengan Julia, tak lebih tindakan itu hanyalah hal lumrah sebagai ibu mertua pada menantunya. Bukan hal lebih seperti seorang mertua yang tulus menganggap menantunya sebagai bagian keluarga. "Lalu bagaimana kata dokter, Tan?" "Entahlah. Dokter hanya berhubungan dengan Julia dan Anggara. Tidak pernah dengan saya. Padahal saya istrinya." "Memangnya Tante belum pernah bicara dengan dokternya?" Soraya menggeleng. "Doter selalu datang, di sata saya sedang keluar. Saya sudah meminta pada Julia dan Anggara agar jadwal kunjungan dokter diinfokan ke saya. Tapi, Julia bilang kalau dokternya datang saat si dokter agak luang. Tidak bisa melakukan janji tepat karena pasiennya banyak." Dan Tante percaya? tanya Juan dalam hati. Hampir saja itu keluar sebagai lontaran pertanyaan mengandung kecurigaan. Namun untungnya Juan bisa mengeremnya. Pembicaraan kemudian mengalir pada hal lain, terutama seputar Saskia. Soraya sangat antusias menceritakan karakter putri tunggalnya itu. Dari caranya bicara, Juan paham jika Soraya begitu sangat emncintai sekaligus mengagumi putri tunggalnya itu. Soraya bahkan sangat mengandalkan Saskia untuk banyak hal. Sampai tak terasa, sarapan pagi istimewa dari Juan sudah selesai. Menu sarapan istimewa yang berkuah dan menyegarkan. Soto daging khas kota Solo. Agar dagingnya cepat empuk, Juan mengirisnya lebih tipis. Saat Soraya mencicipi kuahnya, Kedua bola matanya berputar-putra degan senyum yang merekah lebar. Juan juga memasakkan bubur udang untuk ayah Saskia. Ia akan menyiramiya dengna kuah soto agar bubur lebih segar dinikmati. "Tunggu dulu," cegah Soraya saat Juan akan menyirami bubur udang dengan kuah soto. Soraya kemudian menatap pada seorang juru masak. "San, coba kamu lihat apakah Mbak Julia sudah turun?" Juan mengernyit. Bingung akan apa hubungannya kuah soto yang akan dituang dengan Julia. Soraya yang kemudian kembali menatap Juan, menghela napas. "Julia melarang siapa pun mengantarkan makan pagi dan makan malam ke papanya Saskia. Katanya karena ada obat-obatan yang waktu minumnya berbeda waktu dan hanya dia yang tahu. Selain itu, papanya Saskia di awal-awal terlihat menolak pengobatan. Beberapa kali pil yang harusnya diminum, malah dilontarkan kembali. Dan..., yah..., hanya Julia yang bisa membujuk papanya Saskia untuk minum obat." Membujuk atau mengancam? batin Juan yang mulai mencurigai sesuatu atas sakitnya ayah Saskia. Tapi Juan memilih tak memperkeruh keadaan dulu. Ia harus bergerak sangat lembut hingga Julia tak menyadari bahwa dirinya diintai. Soraya mengajak Juan ke meja makan. Soraya juga meminta seorang pelayan untuk membangunkan Saskia, tetapi Juan melarang. Juan tidak ingin karena kedatangannya yang diawali tantangan, justru mengurangi jatah tidur Saskia. Soraya terkekeh mendengar alasan Juan dan menepuk lengan Juan. "Pantas saja Saskia memilihmu. Kamu menjadikannya ratu." Juan tersipu mendapat pujian seperti itu. Sesaat ia melupakan keadaan kalau dirinya sedang bersandiwara. Soraya muncul duluan dari arah dapur. Terlihat Julia melangkah lebar mendekati Soraya dengan senyum kecil yang seadanya. "Saya dengar pagi ini menunya istimewa. Bubur dengan kuah soto Solo. Pastinya lezat." Baru selesai mengucapkan kalimatnya, Julia melihat sosok Jua muncul dari arah dapur. Kedua mata Julia seketika melebar. Membeliak dengan gerakan bola mata yang terkejut. "Kamu ngapain pagi-pagi ke sini?" Julia melupakan situasinya. Sikapnya bertanya seolah ia sudah sangat akrab dengan Juan. "Memangnya kenapa kalau Juan datang pagi-pagi ke sini? Dia kan tidak menganggagumu." Nada tidak suka Soraya, menyadarkan Julia. Ia harusnya bersikap asing, dengan memberikan reaksi terkejut yang natural akan kemunculan orang baru. Ini tidak begitu. Julia begitu kasar dengan suaranya yang meninggi. Seolah-olah Juan sudah terbiasa menganggu di pagi hari. "Bukan begitu, Ma. Tapi, kita kan tidak pernah kedatangan tamu di pagi hari. Jadi ya..., agak kaget saja." Julia memperbaiki sikapnya dengan meninggalkan bekas kesengitan untuk Juan. "Memangnya jam berapa kamu datang? Kok, dari dapur?" Meski pertanyaan itu untuk Juan, tetapi Sorayalah yang menjawab bagai juru bicara. "Jam enam pagi Juan datang dan dia memasak sarapan untuk satu rumah. Juan memasak soto Solo dan bubur udang untuk papanya Saskia. Dia juga yang memberikan ide untuk memberikan siraman kuah soto agar papanya Saskia lebih lahap makan," jelas Soraya. Juan kagum dengan Soraya. Pertama kali mengenal wanita tersebut, tutur katanya begitu lembut dan terkesan lemah. Ternyata, Soraya bisa tegas juga dalam penyampaian. "Jangan memasak sembarangan untuk Papa. Papa itu tidak boleh makan terlalu banyak...." "Juan sudah paham, kan ada saya di dapur tadi," potong Soraya yang terlihat tidak betah dan tak ingin Julia memperpanjangnya. "Saya ingin mengenalkan Juan ke papanya Saskia. Pagi ini, biar kami yang antar sarapan dan obatnya." Juan menangkap kegelisahan dari mata Julia. Dugaanya mendekati benar kalau Julia pasti melakukan sesuatu pada ayahnyanya Saskia. "Mama kan tau, kalau Papa bisa saja berulah dan tidak mau meminum obatnya. Papa hanya mau minum obat dan ganti selang, jika dilakukan sama saya." "Terserah kamu sajalah." Nada malas terucap dari bibir Soraya. "Ayo, Juan ke meja makan. Kita sarapan sama-sama." Soraya melangkah melewati Julia yang menatap tajam Juan. Siratan matanya menyiratkan ketidaksukaan. Juan mengabaikan dan melangkah santai. Saat akan melewati Saskia, Juan dengan sengaja sedikit menunduk agar suaranya lebih dekat ke telinga Julia. "Saya akan mengetahui semuanya, Julia," ucap Juan berbisik. Julia langsung menoleh dan keduanya mulai adu mata. Julia melihat kesungguhan dan peperangan di mata Juan. Menyadari itu, d**a Julia berdegup cepat. Ia belum mengenali adiknya tapi sepertinya adiknya sudah melampaui dirinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN