Cinta yang di ingkari. . .
Rindu yang di abaikan.
Kesetiaan yang di khianati
Adalah tiga virus cinta perusak hati. . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hari ini Kalina menemani Akhtar rapat bersama klien disalah satu resto dibilangan Jakarta ia duduk di samping bersama supir Akhtar yang lain karena Toni sedang pergi mengemban tugas dari Akhtar, Akhtar orang yang serius dalam bekerja selalu sibuk dengan tab ditangannya. Kalina tidak masalah dengan hal itu, selagi Akhtar tidak memprotes pekerjaannya ia tidak masalah dengan itu semua. Kalina malah semangkin suka jika Akhtar tidak banyak bicara. Membuatnya tak perlu susah- susah bersikap ramah pada atasannya itu. Karena sejatinya Kalina juga bukan gadis yang banyak bicara. Membuat dirinya betah meskipun sungkan jika terlalu lama berdua saja dengan Akhtar. Kalina sebagai sekertarisnya selama hampir tiga bulan ini mulai mengerti kebiasaan dan cara kerja Akhtar ia sebisa mungkin menjadi sekertaris yang bisa diandalkan, mereka tiba di restoran mewah yang mengusung gaya Jepang, Kalina keluar lebih dulu diikuti oleh bosnya Akhtar berjalan mendahului Kalina, Akhtar duduk lebih dulu diruangan yang khusus mereka pesan untuk bertemu klien yang berasal dari luar negeri, selang beberapa waktu klien yang mereka tunggu datang, mereka membahas pekerjaan itu selama hampir satu jam, bahkan hari sudah mulai sore, Kalina cukup bosan tapi ia berusaha profesional melakukan pekerjaan, klien mereka merasa puas berakhir menandatangani kesepakatan, Akhtar dan Kalina masih terdiam dengan kesibukan masing masing selepas kepergian mitra kerjanya.
"Mau makan malam bersama??" tanya Akhtar pada Kalina mengingat mereka tidak memesan makanan berat karena klien mereka memiliki waktu singkat. dan hari juga sudah mulai gelap, cuaca juga sedikit mendung.
"Saya ikut Bapak saja."
"Kita cari tempat lain saja, saya tidak begitu suka makanan Chinese."
Kalina mengangguk setuju lalu merapikan bawaannya mengikuti langkah Akhtar pria tampan itu terlihat sangat muda meski sudah menginjak di usia tiga puluh lima tahun, tapi Kalina cukup sadar untuk tidak mengagumi milik orang lain. Mereka tiba disalah satu restoran yang cukup nyaman menurut Kalina, mereka memesan makan malam nya, lalu menikmati nya dalam diam hingga selesai, dan satu lagi pria dihadapannya ini juga sangat irit berbicara dan jarang tersenyum tapi tidak mengurangi nilai ketampanannya karena dengan begitu pun Akhtar semangkin terlihat berkharisma. Sopir yang bersama mereka undur diri karena ada tugas lain yang Akhtar perintahkan dan harus ia kerjakan, hari mulai hujan Akhtar melirik sekertarisnya ia melihat gadis disampingnya, berpikir mungkinkah ia harus membawa Kalina mampir kerumah orang tuanya, karena Akhtar berpikir untuk mampir kerumah orang tuanya, mengingat jarak tempat makan dirinya saat ini cukup dekat dengan kediaman orang tuanya, tapi jika menyuruh Kalina pulang sendiri rasanya tidak enak, karena cuaca sedang hujan lebat dan mobil Kalina juga berada di kantor, jadi Akhtar memutuskan untuk bertanya saja, ia melajukan mobilnya bersama sekertarisnya yang tidak pernah banyak bicara, tapi Akhtar menyukai itu, sosok Kalina memang hanya berbicara saat ditanya dan diperlukan saja tipe orang yang tidak suka mencampuri urusan orang batin Akhtar, sedangkan Kalina sendiri tidak mengerti mengapa supir Akhtar memilih undur diri, ia semangkin canggung jika hanya berdua bersama Akhtar didalam satu mobil, jika ingin memilih ia ingin kalau Akhtar juga memerintahkannya kembali sendirian meskipun dalam keadaan hujan lebat, tapi sepertinya bosnya itu tidak kunjung berbicara hingga mereka melaju meninggalkan area resto.
"Maaf jika kamu harus ikut dengan Saya, tapi saya harus mampir sebentar ke rumah orang tua Saya karena dekat di daerah sini, jika kamu mau pulang lebih dulu tidak apa apa." Kalina tampak berpikir dan melihat ke arah luar hujan begitu lebat.
"Mungkin ikut dengan Bapak pilihan lebih baik." Kalina tersenyum ke arah Akhtar yang sesekali terlihat menoleh kearahnya.
"Oke baiklah," Akhtar melajukan mobilnya masuk ke area perumahan dan berhenti disalah satu rumah besar yang memiliki pagar tinggi, Akhtar mengklakson agar satpam yang menjaga pintu membukakannya, satpam itu melihat Akhtar yang menurunkan kaca mobil langsung membuka nya, dan masuk membawa mobil itu kedalam. Rumah bercat putih itu tampak sunyi saat Kalina perhatikan dari luar ia berjalan mengikuti Akhtar yang berjalan masuk melalui pintu depan.
"Silahkan, ini rumah orang tua saya." Kalina hanya mengangguk singkat sambil tersenyum ke arah Akhtar. Akhtar mendorong pintu besar itu, masuk ke area lebih dalam lagi dan dibagian ruang tv ramai orang orang tengah berbincang bincang.
"Wahh anak Mama pulang." Suara wanita paruh baya menghampiri Akhtar memeluknya singkat dan mencium keningnya Akhtar membalas pelukan itu melepasnya lalu mencium tangan mamanya.
"Mah, jangan begitu lah, Akhtar ini sudah tua kayak anak remaja saja." ucap Akhtar tidak terima diperlakukan seperti itu, sementara Kalina masih berdiri dibelakang Akhtar ia bingung harus berbuat apa.
"Loh Mbak belum pulang?" tanya Akhtar memandang ke arah Arisa kakak perempuannya yang menetap di Bali, sambil berjalan mendekati papanya mencium tangan orang paling tua dirumah ini, saat itu lah semua orang melihat ke arah Kalina yang tersenyum canggung melihat ke arah orang orang yang tidak ia kenali, ada sekitar lima orang dewasa dan dua anak kecil di ruangan itu seketika suasana jadi membisu.
"Loh ini siapa Nak?" tanya ibunda Akhtar mendekati Kalina.
"Dia sekertaris Akhtar Mah,"
"Loh, bukannya sekertaris kamu Liana?" tanya sang mama lagi.
"Liana kan sudah menikah Mah, dia sudah resain dari pekerjaannya."
"Mama baru tau loh, kamu siapa namanya Nak, kok bisa kesini dengan Akhtar?"
"Kalina tante," Kalina mengulurkan tangannya mencium tangan wanita dihadapannya.
"Tadi ada rapat disalah satu resto dekat sini," tambah Kalina lagi, ia sambil berjalan mendekat ke arah orang orang berkumpul, sedangkan Akhtar sudah memangku balita laki laki yang tidak Kalina tahu.
"Mas, sejak kapan punya sekertaris cantik dan muda begini?" Akhtar menghentikan tindakannya menciumi keponakannya lalu memandang adik bungsunya yang tersenyum jahil kepadanya.
"Tanyakan saja pada orangnya!" jawab Akhtar datar.
"Mbak Kalina sudah lama menjadi sekertaris Mas Akhtar?"
"Belum, baru berjalan tiga bulan." Rayyan tampak mengangguk mengerti.
"Kenalin Mbak aku Rayyan, ini Mbak Arisa," menunjuk wanita disampingnya "Dia kakak tertua kami, yang tercantik setelah aku." ucap Rayyan gadis muda itu dengan percaya diri.
"Dan ini suaminya," menunjukkan pria disamping Arisa.
"Ini Mamaku tercantik dimata Papa dan ini Papa ku yang paling ganteng se Indonesia Raya." ucap Rayyan panjang lebar.
"Dan yang paling tampan tapi irit bicara itu Kakak aku Mas Akhtar." Kalina hanya tersenyum memandang kearah gadis itu ia bingung harus mengatakan apa.
"Oh iya Nak Kalina duduk dulu ya, setelah ini kita makan malam bersama."
"Kami sudah makan malam Ma." ucap Akhtar menjelaskan.
"Loh kok sudah makan, kamu sengaja mampir sudah makan malam, supaya Mama gak tahan kamu lama lama dirumah kan?" tanya mamanya kepada Akhtar yang hanya terdiam.
"Bukan begitu Ma, kebetulan tadi Akhtar dan Kalina makan malam selesai bertemu klien, dan karena dekat Akhtar mampir kemari,"
"Oh, jadi singgah kerumah orang tua itu hanya karena kebetulan." ucap mama Akhtar melihat kearah putranya.
"Ya gak begitu Ma,"
"Ya sudah terserah kamu saja, Mama mau siapin makan malam dulu, Kalina kamu harus makan dulu sebelum pulang oke?"
"Baik Tante." mama Akhtar tersenyum dan berlalu menuju area dapur, Kalina duduk diam bergabung bersama keluarga Akhtar.
"Mas, emang istri Mas yang paling cantik gak bakalan marah Mas bawa bawa cewek kerumah Mama?" Akhtar memandang adik bungsunya dengan pandangan tak suka lalu berdiri mendekati Rayyan yang menatap ke arahnya.
"Kamu itu masih kecil kuliah dulu yang bener, gak usah mikirin urusan orang dewasa." Akhtar menyentil kening Rayyan sedikit kuat membuat Rayyan berdesis tak terima, sedangkan Akhtar berjalan menjauh menaiki tangga dan hilang di balik pintu yang tidak Kalina tau itu ruangan apa ia masih memperhatikan satu satu orang yang berada disana mencoba bersikap lebih baik.
"Huh, dasar, Mas Akhtar pasti mau ngeles tuh langsung ngilang gitu aja."
"Kamu juga jangan ganggu Mas mu saja." ucap Arisa yang hanya terdiam dari tadi.
"Apaan sih Mbak, aku gak ganggu lo cuma nanya aja, emang salah sama pertanyaan Rayyan?" jawab Rayyan tak terima. Arisa hanya menggeleng kepala seraya bangkit dari duduknya.
"Kalina Mbak mau bantu Tante beres beres dulu ya Mbak tinggal ya, kamu duduk disini sama Rayyan gak apa apa kan?"
"Oh gak apa apa kok Mbak!" ucap Kalina sambil mencoba mendekati balita laki laki yang terlihat menggemaskan. Sementara ayah Akhtar dan suami mbak Risa sudah tidak terlihat sejak tadi, tinggallah Kalina dan Rayyan beserta anak perempuan berusia tujuh tahun putri pertama Arisa dan balita laki laki berusia dua tahun anak kedua Arisa yang masih tampak sangat menggemaskan.
"Mbak suka sama anak anak?"
"Suka banget, mereka sangat menggemaskan." ucap Kalina saat berusaha mencium bayi laki laki di pangkuannya.
"Andaikan Mas Akhtar belum menikah." Kalina hanya diam mendengar ucapan Rayyan
"Mbak Kalina umur berapa?"
"Aku dua puluh empat tahun."
"Wah hanya berjarak empat tahun saja dengan ku aku saat ini dua puluh tahun Mbak." Kalina tersenyum mendengar ucapan Rayyan. Acara makan malam itu telah dimulai kini semua nya telah berkumpul di meja makan Akhtar juga sudah ikut bergabung ia sudah terlihat lebih segar menggunakan pakaian santai, tampan sekali, batin Kalina tapi ia mencoba hanya sekedar menikmati semata tidak bermaksud jatuh hati ya mungkin begitu batin Kalina. mereka makan diselingi pembicaraan pekerjaan antara Akhtar, ayahnya dan juga suami Arisa, Kalina melirik jam tangannya menunjukkan pukul delapan malam lewat lima belas menit, Kalina hanya makan sekedar karena sudah merasa kenyang ia mencoba untuk menghormati orang tua atasannya karena sudah berbaik hati mengajaknya makan malam bersama, keluarga Akhtar termasuk orang orang yang welcome dan ramah meskipun dari kalangan atas.
"Kapan kamu dan Giana bisa main kemari?" suara mama Amalia bertanya kepada Akhtar.
"Akan aku usaha kan Ma, akhir akhir ini aku sangat banyak pekerjaan." ucap Akhtar datar.
"Akhtar, apa kalian sudah melakukan yang Mama usulkan?" Akhtar berhenti menyendok makanannya ia terdiam memikirkan ucapan ibunya.
"Belum Ma," jawab Akhtar.
"Kenapa??" tanya Amalia lagi.
"Kami belum memiliki waktu untuk melakukan pemeriksaan."
"Apa pekerjaanmu lebih penting dari memiliki keturunan, kamu sudah semangkin tua Nak, Mama hanya menyarankan yang terbaik untukmu dan Giana." Akhtar hanya diam tidak menjawab ucapan sang mama. Ia serba salah harus mengatakan apa kenyataannya Giana belum benar benar ingin memiliki anak.
"Mama benar Nak, kamu sudah cukup siap untuk memiliki anak dan menjadi Ayah, saat seusia mu, Papa sudah memiliki kamu dan Arisa." ucap papanya ikut menambahi, Akhtar masih juga belum bersuara ia masih setia dengan kebisuannya. Kalina yang terbilang masih sangat baru tidak pernah tau bagaimana kehidupan rumah tangga bosnya ia baru menjabat menjadi sekertaris Akhtar baru berjalan hampir tiga bulan, ia merasa sungkan hadir diantara keluarga ini yang tengah membahas hal pribadi.
"Akan aku bicarakan pada Giana Ma, Pa, semoga secepatnya kabar itu akan datang," Akhtar berdiri menyudahi makannya.
"Kalina jika kamu sudah selesai Saya menunggumu diruang depan kita pulang setelah kau selesai." Akhtar berjalan meninggalkan ruang makan itu Amalia hanya menghembuskan nafasnya memandang ke arah putranya.
"Om, Tante terimakasih sudah mengajak Saya makan bersama lain waktu Saya akan main kembali, Saya merasa sungkan membiarkan Pak Akhtar menunggu lama, tidak apa apa kan jika Saya pulang lebih dulu?" ucapnya sopan.
Kalina merasa canggung diantara kebisuan mereka ia memilih undur diri menyudahi makanannya.
"Terimah kasih Nak Kalina jangan merasa kapok ya main kemari?" ucap Amalia sambil tersenyum. Kalina mengangguk sopan lalu berjalan mendekati Akhtar yang sedang sibuk memegang tab nya.
"Ayo Pak, saya sudah selesai." Akhtar mendongakkan pandangannya melihat Kalina berdiri dihadapannya menenteng tas nya.
"Oke, sebentar." Akhtar bangkit berjalan menemui orang tuanya untuk pamit pulang.
"Kamu benar ingin pulang sekarang? tanya mamanya.
"Iya Mah, aku tidak mungkin pulang larut malam bersama Kalina."
"Baiklah hati hati." ucap Hadi dan Amalia bersamaan.
"Kamu ingat omongan Mama kan?" tanya Amalia lagi pada putranya.
"Aku tau Mah,,"
"Nak, Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Mama tidak pernah menyalahkan pilihan mu, jika kamu bahagia Mama juga bahagia." ucap Amalia sudah berkaca kaca, ia adalah seorang ibu ia bisa melihat putranya tak bahagia didalam pernikahannya tapi ia tahu putranya berusaha menyembunyikan kesedihannya sendiri. Akhtar memandang ibunya dengan perasaan bersalah ia tidak bisa memutar waktu dan menyalahkan dirinya sendiri wanita yang ia nikahi memang sempurna secara fisik dan finansial tapi ia tetap tidak bisa merasa bahagia. Bahagia yang sesungguhnya bukan dari dua hal itu melainkan dari hati dan cinta yang tulus, Akhtar berusaha menahan air matanya ia memeluk ibunya dengan sayang lalu melepas pelukan itu menatap ibunya yang tengah menangis.
"Mama jangan seperti ini aku merasa gagal menjadi seorang anak jika Mama masih saja mengkhawatirkan aku." Amalia hanya bisa mengangguk, Kalina yang menunggu di ruang depan hanya bisa menyaksikan adegan itu tanpa tau apa yang mereka bicarakan.
Akhtar melajukan mobilnya membelah jalanan Ibukota, didalam mobil itu tidak ada yang membuka percakapan Kalina yang merasa canggung memilih diam apalagi ia tengah bersama bosnya, ia kembali teringat ucapan ucapan mama Akhtar mungkin kah atasannya ini tidak bahagia didalam pernikahannya, ia mengingat kembali sosok istri Akhtar yang pernah datang ke kantornya, memang sosok yang sangat cantik bahkan Kalina saja merasa minder melihatnya tapi jika benar bos nya tidak bahagia, ternyata hidup ini memang adil mereka sepasang suami istri yang terlihat sempurna dimata umum memiliki masalah yang semua orang mungkin tidak mengetahuinya Kalina menoleh kearah atasannya saat itu lah Akhtar juga menoleh ke arahnya sesaat mereka saling memandang.
"Dimana tempat tinggal mu?" tanya Akhtar sesaat memutuskan pandangan mereka, Kalina yang masih merasa canggung mengucapkan salah satu alamat gedung apartemen di kota Jakarta, Akhtar menambah kecepatan laju mobilnya berusaha sampai lebih cepat.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
jangan lupa tekan love nya