"Langsung saja, saya tidak tertarik menikah dengan Anda." Arabella mengatakan tanpa basa basi terlebih dahulu. Tidak ada yang menyangka bahwa Brian datang ke negara ini. Dia benar-benar gila, itulah yang dipikirkan oleh Arabella tentang duda anak dua tersebut.
"Kenapa?" tanya Brian. Jujur saja ia cukup terkejut. Siapa yang tidak suka kepada dirinya? Walaupun usianya sudah empat puluh tahun, tapi Brian masih cukup tampan. Apalagi ia seorang pengusaha. Bukannya wanita menyukai pria seperti dirinya?
"Kita punya pandangan yang berbeda dalam menjalani kehidupan." Arabella memberikan jawaban yang cukup masuk akal. Ia tidak akan menyinggung soal umur maupun soal status Brian yang merupakan seorang duda.
"Apa yang berbeda?" Brian menginginkan penjelasan lebih detail.
"Jujur saja, saya mencari suami dari kalangan orang sederhana."
Brian hampir tertawa mendengar perkataan yang tidak masuk akal dari wanita di depannya.
"Saya tidak menerima alasan konyol seperti itu." Brian melipat tangan didepan dadaa. Dia sudah jauh-jauh datang kesini untuk bertemu langsung dengan Arabella. Tapi malah mendengar hal-hal konyol.
"Anda menginginkan seorang istri yang tetap berada di rumah, sedangkan saya tidak bisa melakukan itu." Arabella menambah penjelasannya. Semoga saja Brian dapat melihat perbedaan jauh tentang pandangan hidup mereka.
"Bukankah wanita merasa senang hanya berada di rumah saja?"
"Kebanyakan memang seperti itu. Tapi tidak dengan saya karena saya ingin melakukan banyak hal." Arabella mencoba untuk bersikap elegan dan dewasa. Jangan terpancing emosi apalagi mengatakan hal-hal yang tidak penting.
Brian terkekeh. "Tujuan bekerja apa?"
Arabella terdiam. Baginya bekerja sebagai seorang pengajar dan peneliti adalah hal yang menyenangkan. Tapi ia tidak tahu pikiran orang lain.
"Untuk uang bukan?" tanya Brian.
"Ya."
"Saya bisa memberikan uang. Jadi kenapa harus bekerja?" Brian berkata dengan santai. Arabella semakin yakin untuk tidak menikah dengan pria didepannya ini.
"Maaf, tuan. Saya menyukai pekerjaan saya sekarang. Jadi silahkan mencari wanita lain." Arabella menyesap kopi yang hampir dingin. Cuaca di luar cukup dingin, sehingga menikmati kopi panas adalah pilihan yang bagus.
"Apa kamu punya hak untuk menolak saya?" Brian tampak kesal. Hal itu terlihat dari ekspresi wajahnya.
"Tentu saja. Ini kehidupan saya." Arabella berkata dengan penuh keseriusan. Tidak ada yang ia takuti. Jika perusahaan Papanya benar-benar bangkrut, maka Arabella akan membawa Mamanya untuk tinggal disini bersama dirinya.
"Jangan bertingkah sombong seperti itu." Brian mengepalkan tangan.
"Saya tidak sombong, Tuan. Saya hanya mengatakan apa sudah saya pikirkan dan putuskan."
"Apa kamu kira ada pria yang mau menikah dengan wanita keras seperti kamu?" Tampaknya harga diri Brian sedikit terganggu karena penolakan yang diberikan oleh Arabella.
"Ada atau tidak ada, itu bukan urusan Anda, Tuan."
"Pria menginginkan wanita lembut dan penurut, sedangkan kamu tidak begitu. Sepertinya kamu tidak akan menikah seumur hidup dan menjadi perawan tua."
Arabella tidak boleh marah, dia berusaha menahan emosi dan menampilkan wajah tersenyum manis. "Baik, Tuan. Terima kasih sudah begitu peduli dengan saya."
"Saya tidak peduli. Saya hanya ingin mengingatkan tentang seberapa buruk kamu," balas Brian.
"Terima kasih, Tuan. Saya sangat tersentuh." Arabella masih mempertahankan senyum termanisnya walaupun hatinya merasa sangat jengkel sekali.
"Saya bertanya untuk terakhir kali, apa kamu tidak mau menikah dengan saya?" Brian bertanya dengan sungguh-sungguh walaupun melukai harga dirinya.
"Tidak, Tuan. Saya ini wanita dengan kepribadian yang buruk. Jadi, saya tidak cocok dengan pria yang luar biasa seperti Tuan." Arabella mengatakan dengan penuh penekanan. Jelas saja ia sedang menyindir Brian.
"Baguslah jika kamu sadar. Wanita seperti kamu memang tidak pantas untuk saya."
Arabella ingin tertawa. Jika tidak pantas, kenapa seperti orang yang punya keinginan besar untuk menikah dengan dirinya. Sungguh pria di depannya sangat lucu sekali. Bahkan dia mengatakan Arabella sebagai wanita yang memiliki kepribadian buruk.
"Masih baik saya ingin menikah dengan kamu. Apalagi Pak Wisnu sampai memohon-mohon agar saya mau menerima perjodohan ini."
Arabella terkejut. Apa papanya sampai memohon seperti yang dikatakan oleh Brian? Sungguh memalukan sekali Papanya memohon kepada pria yang buruk seperti Brian.
"Ternyata buang-buang waktu saya saja. Asal kamu tahu, banyak wanita diluar sana yang ingin menikah dengan saya." lanjut Brian lagi.
Arabella mengepalkan tangan. "Oh ya?"
"Jelas saja karena saya pria yang luar biasa." Brian menyombongkan diri. Arabella sampai ingin muntah karena kesombongan tersebut. Pria didepannya perlu cermin agar segera berkaca dan melihat seberapa buruk dirinya.
"Sayangnya pria luar biasa itu baru saja saya ditolak oleh wanita yang memiliki kepribadian buruk," ucap Arabella sambil tersenyum. Tentu saja senyum palsu.
"Apa kamu bilang?" sentak Brian dengan suara yang cukup meninggi. Tentu saja dia tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Arabella.
Arabella tertawa kecil. "Saya menolak anda, Tuan Brian yang luar biasa."
Kemarahan Brian tidak bisa ditahan lagi. Tatapan matanya begitu tajam seakan ingin memberi pelajaran kepada Arabella. Meskipun begitu, Arabella tidak takut sama sekali. Mereka ada ditempat umum, jadi jika Brian berani macam-macam maka Arabella tinggal berteriak saja.
"Sepertinya, pembicaraan kita cukup sampai disini saja." Arabella menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ternyata baru lima belas menit waktu berjalan, tapi bagi Arabella sudah sangat lama sekali. Beginilah kalau duduk dengan orang yang tidak disukai dan diharapkan.
"Kamu akan menyesal, Arabella!" Brian mengatakan dengan penuh penekanan. Bahkan urat leher dan tangannya terlihat dengan jelas.
Arabella tersenyum dengan palsu. "Saya tidak akan menyesal, Tuan Brian. Jadi carilah wanita lain."
Brian tidak tahan lagi. "Saya pastikan, kamu akan menyesal." Setelah mengatakan itu, Brian pergi meninggal Arabella.
"Menyesal apa?" ujar Arabella bermonolog sendiri. Dia bahkan tertawa kecil sambil membayangkan ekspresi wajah Brian yang memiliki tingkat kesombongan yang tinggi. Seharusnya Brian sadar diri tentang usia dan statusnya. Untuk apa kaya dan tampan jika kelakuan minus? Arabella tidak akan menikah dengan dirinya apapun yang terjadi.
Sekali lagi, Arabella hanya ingin menikah dengan pria biasa. Pria yang tidak akan menuntut banyak kepada dirinya sehingga Arabella bisa hidup seperti sebelum menikah.
Arabella meneguk kopi berwarna hitam sampai habis. Dia juga menikmati cake berwarna coklat dengan toping keju di atasnya. Sayang sekali karena harga cake yang sudah dipesan tidak murah.
***
Yu baru saja mendapat kabar jika satu temannya yaitu Zero akan menikah. Tentu saja ia senang walau ada perasaan aneh dalam dirinya. Keempat temannya sudah menikah, tinggal dirinya saja. Tapi kalau dipikir-pikir, apakah keinginan menikah memang dari dirinya atau hanya karena pengaruh lingkungan? Yu tidak ingin menikah karena dorongan dari lingkungan.
Tapi kalau hanya dirinya saja yang belum menikah, lebih baik Yu tinggal lama di negara ini. Pertemanan mereka pasti akan tercipta kecanggungan karena hanya dirinya yang belum menikah. Teman-temannya pasti ada perasaan kasihan kepada Yu karena belum menikah. Buktinya saja mereka tidak pernah membicarakan tentang kehidupan pernikahan jika berkumpul bersama. Kalau membahas soal anak, Yu juga tertarik untuk mendengarnya. Dia seperti memiliki banyak keponakan. Tiga anak dari Hiro dan Hana, dua anak dari Agam dan Zia, satu anak dari Lp dan Jihan.
Yu menatap langit-langit apartemen. "Apa dia harus menikah?" tanya sendiri.
Tidak ada jawaban sama sekali. "Apa kehidupan pernikahan menyenangkan?" Yu kembali bertanya. Tidak ada jawaban karena hanya ada dirinya di apartemen tersebut.
Yu tidak takut menikah. Keinginan menikah memang ada, tapi ia tidak mau terburu-buru. Setidaknya biarkan waktu berjalan dan dia menemukan seseorang yang bisa membuat jantungnya berdetak dengan cepat.
Hidupnya sedikit kacau, lebih baik mencari wanita yang penuh kelembutan. Yu ingin menciptakan rumah yang nyaman untuk anak-anaknya kelak. Dia tidak mau anaknya kelak merasakan kehidupan seperti dirinya.
Yu tertawa sendiri karena memikirkan tentang pernikahan. Bahkan ia sudah membayangkan rumah tangga dengan seorang wanita yang penuh kelembutan. Wanita yang akan menyambutnya saat pulang bekerja dengan senyum manis.
Sepertinya kehidupan pernikahan tidak terlalu buruk dibanding sendiri dalam kesepian yang tidak berkesudahan. Apalagi tahun ini umurnya sudah masuk tiga puluh satu tahun. Dia sudah cukup tua untuk bermain-main lagi.