Neraka Untuk Aasfa

2077 Kata
Seluruh mata karyawan Golden Company memandang nanar pada sosok wanita bertubuh langsing dengan tinggi 178 cm, mirip model dunia. Dengan balutan kemeja putih serta celana panjang coklat muda dipadu dengan blazer warna senada, membuat gadis itu terlihat sangat profesional. Hari pertama kanaya menginjakkan kaki, di Golden Company sudah membuat beratus pasang mata menatapnya penuh kekaguman. Langkah anggunnya membawa Kanaya menuju lift khusus staf pimpinan yang akan mengantarkannya ke ruang meeting utama. Di sana telah menunggu Aasfa dan Amelia beserta Revan juga beberapa model yang akan ikut menandatangani perjanjian kerja sama antara Golden Company dan A&A agency. “Selamat pagi semua, maaf saya terlambat.” Kanaya yang baru saja masuk ke ruang meeting langsung mengambil alih rapat, meminta berkas pada Yurika, sekretaris Revan. Namun wanita yang memiliki kulit seputih s**u itu hanya melengos dan berjalan mendekati Aasfa, duduk di samping pria yang telah kehilangan pesonanya. “Hemb, bisakah kau bantu menjelaskan kepada seluruh orang yang ada di ruangan rapat ini tentang siapa diriku, Revan!” pinta Kanaya. Dengan gayanya yang anggun, ia menyandarkan diri di kursi, mengetuk-ngetukkan ujung pena pada meja dan memberikan tatapan dingin pada Yurika. Aasfa, Amelia, dan Revan menahan napas, mereka sudah cukup mengenal karakter Kanaya, diam tetapi tegas. Kini sang big boss baru merasa disepelekan oleh sekretaris Aasfa, sedangkan si biang kerok Yurika terlihat semakin jumawa memperlihatkan kedekatannya dengan Aasfa. Sangat menjijikkan, melihat seorang sekretaris berpakaian mini, memperlihatkan belahan d**a menempel pada seorang pria yang notabene adalah atasannya. Revan berdiri dan mengetuk meja beberapa kali meminta perhatian pada semua yang ada diruangan. “Ugh, semuanya, ini hanya perkenalan non formal, tetapi wajib kalian ketahui. Saat ini yang duduk di hadapan kalian adalah Presiden Direktur kita yang baru, Nona Kanaya!” Mata Yurika membulat sempurna, kaget mendapati bahwa wanita yang ia abaikan barusan ternyata bos besar di perusahaan tempatnya bekerja. Kebingungan melanda sekretaris Aasfa, bukankan sang boss adalah Komisaris perusahaan dan anak tunggal dari Presdir Golden Company, bagaimana bisa big boss yang tidak pernah ia lihat ternyata semuda ini? Gerak gelisah Yurika terpeta dari sikapnya yang serba salah, ia hanya bisa mengangguk sopan dan tersenyum sekilas dan mulai memperbaiki sikapnya, sementara beberapa model yang pernah berurusan dengan Yurika, tertawa mencemooh gadis itu, sudah terkena getah akibat perbuatannya sendiri. “Yurika, kenapa kau tidak menjadi model saja seperti mereka? dengan cara berpakaianmu yang minim dan pamer buah d**a seperti itu, aku yakin kau akan cepat naik pamor!” tegur Kanaya pedas. “saya tidak melarang kalian untuk tampil modis, tapi tolong agar bisa membedakan antara modis dan murahan. Kecuali saat kalian sedang fashion show , silahkan!” Kali ini, menghunus tajam kata-kata kanaya, menusuk hati Yurika, semakin membuat gadis cantik itu terlihat malu dan gelisah. “Maaf Bu, tidak akan saya ulangi,” ucap Yurika pelan. Semua mata tertuju pada Kanaya, kagum dan segan membaur jadi satu di hati semua yang ada di ruangan itu, kecuali Yurika. Sejak masuknya Kanaya dan mengambil alih jalannya rapat, gadis itu sudah tidak menyukai kehadirannya, di tambah lagi sikap Kanaya yang menurutnya sangat arogan, membuat bibit-bibit dendam di hati Yurika tumbuh dengan subur hanya dalam hitungan menit saja. “Bisa kita mulai rapat ini? tanya Aasfa, mencoba mencairkann suasana, disambut riuh oleh Amelia dan Revan. Mereka bertiga kompak memulai rapat yang sempat tertunda, meski pun tidak ada persetujuan dari Kanaya. Big boss muda yang cantik dan kaya raya itu sudah mulai menunjukkan taringnya. Walaupun mereka berteman, tetapi di kantor hubungan mereka adalah atasan dan bawahan sehingga alasan apa pun tidak dibenarkan untuk mereka menganggap sepele kemarahan Kanaya. *** Aasfa, menghempaskan file yang baru saja mereka tanda tangani bersama, sementara Revan dan Amelia duduk mematung. Mereka semua tidak menyangka jika Kanaya akan mengambil langkah yang sangat extreme, pengurangan dan pembatasan jumlah model dari A&A agency untuk Golden Company? Selama ini tidak pernah ada masalah, kerja sama antara Golden Company dan A&A agency, tidak mempengaruhi perusahaan karena jelas di dalamnya saling menguntungkan. “Aku coba bicara dengan Kanaya, bagaimana?” tanya Amelia lemah. Gadis tomboy itu bagai tak bernyawa ketika dari tiga puluh lima model yang mereka ajukan, Kanaya hanya menyambut sepuluh orang yang menurutnya itu pun sudah lebih dari cukup untuk membantu memasarkan brand mereka. “Kau tidak mendengar apa yang dikatakannya? Jika hanya untuk iklan, perusahaannya tidak akan melakukan penambahan, kecuali untuk live show!” jawab Aasfa separuh berteriak. Pemuda berambut ikal itu kemarin telah kehilangan hartanya, tadi pagi kehilangan wibawa di hadapan bawahannya dan sekarang dirinya juga harus menerima kehilangan separuh pemasukan untuk perusahaan yang baru ia rintis akibat revisi kontrak dengan Golden Company. Revan memijit kepalanya, sakit hati, terluka, dan kecewa menyatu dalam diri pemuda bermata elang itu. Ia sudah tidak sanggup lagi untuk berpikir, mencerna apalagi jika harus ikut berteriak marah seperti Aasfa atau mengeluh sedih seperti Amelia. Sebuah notice pesan chat, masuk ke ponsel Revan. Saat melihat siapa pengirimnya, bergegas Revan membuka pesan tersebut. [Bisa bertemu? Jangan ada yang tau, ini hanya kita berdua] sebuah pesan dari kanaya. [Ada apa? kapan dan di mana?] Balas Revan singkat. [sekarang, di tea and coffe. Datanglah, aku butuh bantuanmu] kembali balasan pesan dari kanaya di terima Revan. [Share Location, aku berangkat sekarang.] Revan menutup ponselnya setelah mengirim balasan untuk kanaya. “Maaf, kutinggal sebentar. Ada client penting sedang menungguku.” Revan bergegas menuju Tea and Coffe, meninggalkan Amelia dan Aasfa yang memandang kepergiannya dengan perasaan dongkol. Pemuda yang memilki watak sangat keras tersebut memacu mobilnya dengan kencang, intuisinya mengatakan, kanaya ingin membicarakan tentang pembatasan model yang akan membawakan iklan untuk Golden Company. *** “Terima kasih sudah bersedia datang,” ucap kanaya pelan. Gadis itu sengaja meminta Revan datang menemuinya di Tea and Coffe, sebuah cafe sederhana di pinggiran kota yang jarang di kunjungi oleh selebritis ternama atau pengusaha kaya. Tempat yang paling tepat untuk membicarakan hal penting tetapi dalam suasana santai. Revan mengedarkan pandangan ke sekeliling cafe, suasana terasa tenang dengan minimnya pengunjung yang datang. Iringan musik lembut semakin membuai pengunjung untuk betah duduk berlama-lama di cafe tersebut. “Ada apa kau memanggilku?” tanya Revan. “pesanlah dulu minum untukmu, setelah itu baru kita bicara,” tawar kanaya sembari memberikan buku menu pada Revan. “pesankan saja coffe latte untukku.” Revan meletakan buku menu yang diberikan oleh Kanaya, dirinya tidak sabar ingin mendengar apa yang akan gadis itu katakan. Kanaya memanggil waitress, memesan secangkir coffe latte untuk revan dan secangkir jasmin tea untuknya serta beberapa potong cake. Wanita itu tidak ingin terburu-buru membicarakan hal yang bisa membuat kepala pemuda itu pecah jika mendengarnya. “Kau marah dengan keputusanku, yang membatasi beberapa model dari agency mu untuk menjadi bintang iklan dari product Golden Company?” tanya Kanaya lembut. Ia ingin memastikan terlebih dulu, apa yang ada di hati lawan bicaranya saat ini. “Marah? Apa aku punya hak untuk marah atas keputusanmu? Aku hanya kecewa karena alasan yang kau berikan tidak masuk akal!” Revan mulai mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada di hatinya. Jika diturutkan emosinya saat ini, mungkin meja, kursi, dan semua pengunjung yang ada di cafe, sudah terpelanting keluar akibat ulahnya. Waitress datang membawakan pesanan Kanaya, gadis itu menyesap tehnya dengan hikmat. Aroma melati yang menguar dari teh tersebut, mampu membuat pikirannya menjadi lebih tenang. Sementara Revan, ia juga menyeruput kopinya santai, walau masih ada sisa amarah di hati. “Aku mengerti, sebab itu aku mengajakmu kemari, bukan Amelia. Adikmu itu mirip keranjang sampah, ia bisa menampung dan menerima cerita dari siapa saja, tetapi sayang, mulutnya juga bocor untuk mengumbar rahasia.” Kanaya membayangkan sahabatnya. Amelia sejak dulu memang terkenal suka bicara, bahkan rahasia pribadinya sendiri bisa ia ceritakan pada seribu orang. Itulah yang membuat Kanaya tidak bisa mempercayai Amelia untuk membantunya dalam beberapa hal, sedangkan Revan, pemuda itu hanya tersenyum membenarkan kata-kata Kanaya “Kau ingat Arinda, mantan kekasih Aasfa sekaligus ibu dari Abigail?” Kanaya mulai mengajukan tanya. “Iya, aku ingat, lantas apa hubungannya dengan keputusanmu tadi pagi?” Mendengar pertanyaan Kanaya, hati Revan mulai digelitik rasa penasaran. Apa sebenarnya yang gadis itu ketahui dan apa yang ingin ia bicarakan. “Arinda dan Yurika adalah saudara sepupu dan dari desas desus yang aku terima, wanita itu akan segera pulang ke Indonesia.” Kanaya diam sesaat memperhatikan reaksi Revan atas penjelasannya, menunggu beberapa detik untuk melanjutkan cerita, setelah melihat pemuda itu masih diam menyimak tiap kata yang keluar dari mulut kanaya. “Tidak ada yang salah dengan kepulangan Arinda, karena saat ini ia masih menikmati, dirinya berada di puncak karier. Yang salah adalah Yurika, sekretaris Aasfa sekaligus sepupu dari Arinda.” Kanaya kembali terdiam, melihat Revan mulai merubah posisi duduknya menjadi lebih santai tetapi serius mendengarkan semua ucapan yang ia keluarkan. Pemuda itu menjadi semakin penasaran, sebab selama ini dirinya memang tidak pernah mengetahui bahwa Yurika adalah sepupu dari Arinda. “Gadis itu, berusaha mendekati Aasfa, maksudku berusaha mendapatkan hati Aasfa, tepatnya harta sahabatmu. Ia ingin memanfaatkan Arinda dan Abigail sebagai jalan untuk mendapatkan semuanya,” jelas kanaya. “Aku memang membenci sahabatmu, ada hutang yang harus ia bayar, tetapi menyelamatkan harta keluarga Anggono, lebih penting saat ini.” Revan mulai mengerti arah pembicaraan Kanaya, pantas saja gadis di hadapannya ini tidak mau bicara pada Amelia. Adiknya berteman baik dengan Yurika, wajar jika Kanaya meminta bantuanya dari pada bicara jujur pada dua orang cebong yang baru menetas itu. Revan menyayangkan selain bermulut bocor, ternyata adiknya sangat bodoh mau berteman dengan perempuan penghisap darah seperti Yurika. Begitu juga Aasfa,sudah setua itu jika melihat wanita bertubuh bohay, bisa menjadikannya seorang i***t. “Lantas, apa mau mu sekarang?” “Kau tau pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui? Mari kita mulai permainan.” Kanaya mengedipkan matanya pada Revan, pemuda itu tersenyum sumir, lantas mereka berdua mulai tertawa dan menyusun rencana. *** Aasfa merutuk kesialan hidupnya. Bagaimana semua kegagalan bisa ia dapatkan di usia yang masih begitu muda. Berulang kali, pemuda itu menghempaskan kepalannya, memukul udara, membuang semua amarah yang dirinya sendiri bingung, entah bagaimana harus menyalurkannya. “Dari pada kau cuma memukul angin, tidak akan memberimu kepuasan. Kenapa tidak kau hancurkan saja barang-barang yang ada di depanmu?” Pertanyaan bernada mengejek dari Kanaya mengagetkan pemuda itu, entah kapan dia masuk ke ruang kerjanya Aasfa, dan duduk santai memperhatikannya yang sedang di mabuk amarah. “Kau, keluar! Beraninya kau masuk ke ruang kerjaku!” teriak Aasfa, jarinya menunjuk tepat ke arah wajah Kanaya. “Aku? Keluar? Apa tidak salah? kau lupa jika rumah ini, beserta seluruh isinya sudah jadi milikku?” tanya Kanaya, senyum menghina tercetak di bibirnya. “Kau ...!” Wajah Aasfa bersemu merah, antara marah dan malu menjadi satu. Gadis itu benar, bagaimana dirinya bisa tidak tahu malu, mengusir tuan rumah dari istananya sendiri. Sungguh memalukan, bagaimana bisa dirinya melupakan sudah menjadi gembel ,menumpang hidup pada orang yang pernah dihinanya. “Apa? sudah kubilang, jika kau marah hancurkan saja baraang-barang yang ada di depanmu, aku akan melihatnya dengan senang hati.” Kanaya tetap duduk santai memperhatikan emosi Aasfa yang tidak terkendali. Wanita itu seolah sengaja ingin memancing kemarahan Aasfa, membuat darah pemuda itu semakin naik ke ubun-ubun. Aasfa yang terpancing membanting semua barang yang ada dimeja kerja, gelas, hiasan dan komputer menjadi sasaran amukan Aasfa. Tidak cukup hanya itu, ia juga menghamburkan dan mengacak-acak buku yang tersusun rapi di rak buku. Kanaya hanya diam dan memperhatikan pemuda itu melampiaskan kemarahannya hingga selesai. Setelah semua keadaan menjadi tenang dan Aasfa kehabisan tenaga, bahkan untuk bicara saja dirinya sudah merasa tidak bertenaga, barulah gadis itu berdiri dengan tangan bersedakap di d**a. “Karena kau sudah membuat ruangan ini berantakan, maka kau harus membereskannya, jangan coba-coba untuk menyuruh pelayan membantumu, lakukan itu seorang diri!” perintah kanaya. Mata Aasfa mendelik mendengar ucapan Kanaya, sekali lagi amarahnya bangkit. Ingin rasanya ia mencekik leher gadis itu, tapi sayang tenaganya telah habis, hingga dirinya hanya bisa memberikan tatap mata penuh kebencian kepada gadis itu. Tawa jahat keluar dari bibir kanaya, sedikit puas melihat laki-laki yang dibencinya menjadi seorang manusia bodoh tanpa bisa berbuat apa-apa kecuali menuruti perintahnya. “Satu lagi, karena yang kau hancurkan itu adalah harta milikku, maka kau harus menggantinya, jika menolak aku akan menuntut ganti rugi melalui jalur hukum.” Wajah Aasfa semakin memerah, Kanaya benar-benar telah berhasil mengerjai dirinya. Perempuan yang terlihat anggun dan elegan ternyata seorang serigala, memanfaatkan kelemahan orang lain untuk keuntungannya sendiri. Aasfa melemparkan sebuah buku pada kanaya, tetapi gadis itu berhasil menangkap dan mengembalikan pada pria yang terlihat frustasi dengan semua keusilan yang ia buat. Sebelum meninggalkan Aasfa bersama semua kerusakan yang ia buat, Kanaya menyunggingkan senyumnya, sekali lagi mengejek Aasfa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN