Vera dan Mona menatap kepergian Jacob dan Ardin yang meninggalkan pesan mendalam bagi mereka. Mona yang cemas jika terjadinya canggung diantara dirinya dan Vera, berkali-kali menatap Vera dengan tatapan nanar. Akan tetapi, Vera mencucutkan bibirnya dan tampak wajah geram bersanding di wajahnya.
“Ver?” Mona mencoba menyapa Vera.
Vera melirik Mona sinis, sepertinya tidak berminat membalas sapaan Mona. Vera tetap mematung.
“Ver, lo—“
“Apa, Mon?! Lo kan sudah gue peringati jangan sampai masalah proposal itu terdengar sampai telinga Ardin dan kawan-kawan. Kalau udah kayak gini ceritanya kan bisa kacau! Lagian sih lo juga kegatelan cerita sama mereka mereka,” tutur Vera dengan nada santai, namun isinya cukup membuat Mona tergertak.
Mona jadi terdiam, dan menelan ludahnya. “Ah, kenapa Vera jadi berbicara seperti itu sama gue? Padahal kan gue gak ada cerita sama siapapun tentang ini, hanya dia,” batin Mona yang entah mengapa enggan ia ucapkan langsung ke Vera.
“Mon, lo itu sudah diperhatiin dan dipeduliin sama Ardin dan kawan-kawan, harusnya lo bisa lebih waspada lagi kalau ngelakuin sesuatu. Jangan asal jalan dan hasilnya begini kan, rencana kita gagal, semuanya terbongkar!” sambung Vera.
“Tapi, maaf ya Ver, gue seriusan gak ada cerita hal ini—“
“Ssst! Cukup Mon, gue lagi gak pengen dengar penjelasan lo!” timpal Vera ketika Mona belum usai menumpahkan unek-uneknya.
“Udah, kalau gitu mulai sekarang gue gak bisa bantu lo lagi dalam dunia permodelan. Gue gak akan mau lagi ngasih tau trik apapun untuk cari sponsor!” kalimat terakhir yang sempat diucapkan Vera, dan Vera meninggalkan Mona dari kafe vintage itu.
Mona tidak dapat menahan keinginan Vera, ia tak memberi salam apapun dan memandang bahu Vera ketika ia keluar melewat pintu selamat datang. Mona menatap nanar, ia berpikir bahwa, “Apakah ini saat saat terakhir karirku di dunia model? Apakah aku masih pantas untuk meneruskan cita-citaku?” batinnya mulai khawatir.
Mona kembali merebahkan tubuhnya ke sofa. Ia merelaksasikan tubuhnya, menutup kedua matanya dan menarik—mengembuskan napasnya pelan-pelan. Di dalam otaknya, terasa kosong dan tidak mampu memikirkan rencana apapun. Bibir Mona yang berbalut liptint merah itu, tampak pucat dan memudar. Sesekali ia mengatupkan bibirnya, menghilangkan rasa kacau yang terlintas di kepalanya.
“Sekarang, apa yang harus gue lakukan? Bingung banget deh gue!” serunya sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
***
“Din, lo kok keren banget deh tadi di depan Mona sama Vera, kayak superhero, cuy! Ahahaha,” seru Jacob di atas motor, tepat di belakang jok motor Ardin.
“Hahaha, itu sebagai bentuk rasa peduli gue sama Mona. Kasihan banget kan dia dimanfaatin Vera terus-terusan mengatas namakan karir modelnya,” balas Ardin.
“Iya sih. Dan biar Mona tau juga kalau lo—“
“Nah! Sebenarnya itu salah satu trik gue untuk menyenggol hati Mona. Kali aja dari kejadian tadi, ia mikir kalau perasaan gue ke dia itu lebih dari sekadar perhatian,” jelas Ardin.
Jacob pun menepuk tangan mendengar penjelasan dari temannya yang memang jago ngegombalin perempuan. “Lo gak perlu diragukan lagi sih, Din! Gue kasih empat jempol sekalian sama jempol kaki, ya! Ahahaha,” Jacob meninggikan temannya yang sudah berusaha itu.
“Menurut lo, kira-kira rencana gue untuk mengetuk hati Mona tadi, berhasil gak ya?” tanya Ardin.
“Hmm, gue gak bisa langsung nilai sih. Secara kan gue gak pengalaman sama sekali soal perasaan. Lo salah server nih kalau nanya ke gue!” jawab Jacob tanpa memberi jawaban mutlak.
“Ya semoga aja berhasil. Habis ini gue mau nge-chat Mona lah ya. Wira punya nomornya, ya kan?” ucap Ardin.
“Punya, kan tempo hari sempat nge-chat Mona juga,” balas Jacob.
“Ya udah, kita sekarang ke rumah Wira, ya!” usul Ardin dan Jacob mengiyakan.
Motor matic milik Ardin yang sudah mengebulkan asap karena jarang ganti oli itu, menambah kecepatan menjadi lima puluh lima kilometer per jam. Ardin memiliki rencana lain untuk melancarkan aksinya kembali, demi memikat hati Mona. Ardin adalah laki-laki yang pantang menyerah, apalagi urusan cinta yang sudah ada di depan mata. Sikat abiessss sampai tuntas! Begitu kira-kira slogan Ardin yang selalu ia bawa kemanapun ia melangkah.
Hingga akhirnya, Ardin dan Jacob memarkir motornya di dalam garasi mobil milik Wira. Luas garasi mobil yang biasanya cukup untuk mobil Sport Pajero itu, tidak ada apa-apanya ketika diparkirkan motor Ardin.
“Ardin, Jacob! Belum aja gue hubungi kalian, udah nongol aja di depan rumah gue,” sambut Wira dari balkon lantai tiga rumahnya.
Ardin dan Jacob menengadahkan kepalanya, demi bisa membalas Wira. “Iya, karena gue lagi gak ada pulsa, haha,” balas Ardin.
“Lah, lo emang sering gak ada pulsa, yang ada minta ditransferin atau nyomot pulsanya Jacob,” ledek Wira.
“Nah, tuh lo ngerti aja, Wir!” timpal Jacob.
Sejenak tawa mereka tumpah. Ketiga laki-laki ini, memiliki selera humor yang selaras.
“Ya udah, kalian berdua naik aja langsung ke lantai tiga. Kalau ditanya sama Mamak atau Bibik, bilangin aja mau ketemu sama Wira ganteng!” pinta Wira yang berhasil membuat Ardin dan Jacob berseru, “Huuuuu huuu huuuuu!”
Tanpa basa-basi, Jacob dan Ardin masuk ke dalam rumah Wira dan tak lupa untuk meminta izin pada Mamaknya Wira yang lagi asyik di ruang tamu.
“Siang, Tante,” serentak ucap Ardin dan Jacob.
“Oh, Nak Ardin, Nak Jacob, lama gak main ke rumah tante, nih. Masuk, masuk,” Mamaknya Wira mempersilakan dengan senyuman yang tak pernah ketinggalan di bibirnya.
Jacob dan Ardin melempar senyum dan mendatangi Mamaknya Wira.
“Maaf Tante, kita berdua mau nemuin Wira di lantai tiga. Apa boleh ya Te?” izin Jacob kedua kalinya dengan kemedok-an Jawanya.
“Oh ya sangat boleh dong! Eh tapi tolong bantu Tante bersihin ini dulu, ya,” Mamaknya Wira memberikan perintah. “Ayo, kalian berdua duduk dulu,” lanjutnya.
Ardin dan Jacob duduk manis di atas sofa beludru yang kisaran harganya ratusan juta itu. Memang beda rasa sofa yang ada di rumah Wira dan rumah Ardin yang bermodalkan kayu. Udah gitu kayunya bikin kesuban lagi, ewh!
“Ini, tolong kalian bersihin barang-barang Tante ini dengan rapi ya. Digosokan pelan saja, jangan sampai lecet,” kata Mamaknya Wira yang memperlihatkan langsung sepuluh emas batangan seberat 1 kilo dari Ant*m.
Melihat emas batangan yang segitu berat dan banyaknya, Ardin dan Jacob jadi insecure dong. Gimana enggak, mereka berdua tidak pernah memegang apalagi melihat emas batangan kayak gini. Lah sekarang, disuruh bersihin? Ckckc.
“Serius Te, kita berdua disuruh bersihin semua emas batangan ini?” tanya Jacob diliputi rasa tercengang.
“Iya, Te, saya malah nanti jadinya getar-getar waktu bersihinnya Te. Maklum, orang gak punya soalnya, hehe,” sambung Ardin.
“Santai aja kali, Nak Jacob, Nak Ardin. Kan kalian cuma bersihin aja, Tante gak suruh macem-macem kok. Tolong ya Nak,” ungkap Mamaknya Wira.
Akhirnya, Ardin dan Jacob getar-getar memegang emas batangan yang kini sudah ada di tangan mereka. Dibasuhnya emas itu dengan kain putih yang harum mewangi seperti bunga kuburan. Di tambah lagi, cairan pembersih kental yang sedikit demi sedikit dikenakan pada kain putih tersebut.
“Jac, semoga kita bisa nimbun emas batangan banyak-banyak juga, ya!” bisik Ardin.
“Iya, gue mupeng banget dah. Berapa duit ya ini belinya,” balas Jacob.
“Kalian mau juga ya emas batangan? Semua orang pasti pengen punya untuk investasi. Gak ada salahnya kalian bermimpi dulu, nanti mimpi itu pelan-pelan diwujudkan, ya,” timpal Mamaknya Wira. Jacob dan Wira menjadi malu karena obrolan singkatnya itu terdengar sampai telinga Mamaknya Wira. Mereka berdua tertawa saja di dalam hati.
“Saya juga sebenarnya belum bisa membeli emas batangan ini langsung banyak seperti ini. Yah, tapi suami saya yang bucin sekali sama saya, selalu membelikan emas batangan tiap saya ulang tahun. Memang, kali ini beratnya lebih banyak sih,” cerita Mamaknya Wira.
“Jadi, semua emas batangan ini adalah kado ulang tahun Tante dari Ayahnya Wira?” tanya Ardin yang masih membersihkan emas batangan tersebut.
Mamaknya Wira pun mengangguk sambil tersenyum. “Saya heran sama suami saya, suka sekali membelikan saya barang yang mahal-mahal. Padahal, saya bukan tipe orang yang hedon yang ingin punya barang mahal. Tapi, ya sudahlah.. hehehe,” kata Mamaknya Wira lagi.