Dia Motivator, atau Cenayang?

1312 Kata
"Eh Na.. Anaa.. Kamu mau kemana?" tanya kedua sahabatnya Ana, yaitu Luna dan Clarissa. Ketika menyadari bahwa Ana buru-buru berbalik arah dan pergi meninggalkan keduanya, setelah gadis cantik itu melihat sang pujaan hati yang biasanya terlihat cuek, datar dan dingin, layaknya manusia kutub, kini terlihat asyik mengobrol dengan seorang gadis yang cantik dan anggun dengan hijabnya yang berwarna merah itu. Setelah melihat pemandangan di pojok lapangan tadi, entah kenapa niatnya untuk melakukan aksi pendekatannya dengan Rayhan, hilang entah kemana. Yang Ana rasakan kini ialah perasaan sesak yang teramat di dadanya. Padahal apa yang ia lihat tadi, belum tentu sesuai dengan prasangkanya. Ya, Ana pikir pasti ada sesuatu di antara Rayhan dengan gadis cantik berhijab merah itu. Dilihat dari keduanya yang asyik mengobrol dan tertawa. bahkan bisa dilihatnya Rayhan berani menatap gadis itu lama. Hal yang sangat langka dilihat olehnya. Rayhan yang terkenal dengan manusia datar dan dingin layaknya manusia kutub, jika berhadapan dengan perempuan, kini bisa cair bahkan sampai tertawa dengan seorang gadis cantik berhijab merah itu. pasti ada hubungan spesial kan di antara mereka berdua? Entahlah, memikirkan itu semua membuat Ana semakin merasa sesak saja. ********** Setelah berlalu dari lapangan, Ana melangkahkan kakinya dengan cepat mencari tempat yang bisa menenangkan hatinya. Tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang melihat wajah muramnya, bahkan sesekali dia menabrak orang yang mengganggu jalannya karena berjalan dengan tergesa-gesa. Tidak peduli dengan semua itu, yang terlintas di benaknya sekarang adalah menjauh dari semua orang. Hingga langkahnya berhenti di suatu tempat yang lumayan sepi, karena pada saat itu kebanyakan mahasiswa lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di kantin, mengisi perut mereka yang kelaparan setelah berjam-jam di kelas. Ana duduk di sebuah kursi panjang. Tatapannya lurus kedepan. Sesekali dia memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang diciptakan oleh pepohonan yang rindang di sekitarnya. Juga sesekali menatap hamparan bunga yang indah, yang berada tidak jauh darinya, menghiasi dan menambah keindahan tempat dirinya kini berada. Ya, sekarang Ana sedang berada di taman untuk menenangkan hatinya, dan juga perasaanya yang kini sedang terluka. Tidak peduli akan kedua sahabatnya yang tengah sibuk mencarinya. "Taman memang tempat terbaik untuk menenangkan diri," ucap seseorang yang terdengar dari arah belakang Ana, membuat Ana yang sedang memejamkan mata kini membuka matanya tanpa menoleh ke belakang. "Boleh aku duduk disini?" tanya seseorang itu yang sekarang sudah berada di sebelah Ana, meminta persetujuannya untuk duduk di sebelahnya. Tidak ada jawaban yang terdengar dari gadis itu. Tapi melihat dia menganggukkan kepalanya, seseorang itu tersenyum kecil, kemudian duduk di samping Ana. "Tempat ini adalah tempat favoritku kalau lagi di kampus, dan butuh ketenangan. Bukan untuk menghilang atau lari dari masalah, tapi beristirahat sejenak dari masalah," ucap seseorang itu sambil menatap lurus ke depan, menatap betapa indahnya hamparan bunga yang ada di depannya. Ana yang mendengar apa yang di ucapkan seseorang itu, hanya membalasnya dengan anggukkan tanda setuju, tanpa menoleh ke arah seseorang itu. "Tuhan memberikan masalah bukan tanpa sebab, tapi Tuhan yakin kalau hamba-Nya pasti mampu melewati masalah yang Ia berikan. Aku nggak tau kamu punya masalah apa. Entah itu soal nilai, keuangan, keluarga atau mungkin soal percintaan. Tapi aku yakin, kamu pasti bisa menjalani dan melewatinya," lanjutnya diiringi dengan senyuman manis yang dapat mempesona siapa saja yang melihatnya. Ana menatap sebentar kearahnya, dan membalas senyuman itu. Ana merasa lebih baik sekarang. meski dia tidak mengenal orang yang duduk di sebelahnya ini, tapi mendengarnya berbicara, Ana pikir apakah seseorang itu bisa menebak apa yang dia pikirkan? Entahlah, kenapa kata-kata yang seseorang itu ucapkan adalah kata-kata yang ingin ia dengar dan butuhkan untuk sedikit menenangkan hatinya saat ini. Kata-katanya langsung meresap ke sanubari. "Dulu aku berfikir segala sesuatu bisa kita dapatkan dengan mudah. Asal kita mau berusaha, dan optimis kalau kita bisa mendapatkannya. Tapi kenyataannya nggak semudah itu, bahkan baru aja aku mau usaha, udah ada aja penghalangnya," ucap Ana yang mulai berani untuk menceritakan sedikit masalahnya. Sebenarnya Ana bukanlah tipe orang yang bisa dengan mudah membicarakan sesuatu yang bisa dibilang privasinya. Ana hanya percaya kepada orang-orang terdekatnya, seperti Bundanya, Luna dan Clarissa. Tapi entahlah, kenapa dia seakan percaya bahwa orang di sampingnya ini, bisa dia percayai untuk mendengar dan menyimpan keluh kesah yang dia ceritakan. "Kamu bener kok, ada kata-kata seperti ini 'Perjuangan itu tidak akan mengkhianati hasil' dan aku percaya akan itu. Kamu juga harus yakin, kalau bersama kesulitan itu pasti akan ada kemudahan. Jadi jangan menyerah, tetap optimis bahwa apa pun masalahnya, kamu pasti bisa melewatinya," ucap seseorang itu, yang diakhiri dengan gerakan tangan yang menunjukkan arti semangat, yang langsung saja dibalas oleh senyuman manis Ana. Ana pikir apakah orang yang ada di sebelahnya ini adalah seorang motivator? Yang selalu bisa membuat seseorang lebih semangat dan lebih optimis dengan kata-katanya, Atau mungkin seseorang ini adalah cenayang? Yang bisa menebak kegundahannya. Entahlah, siapa pun orang ini, yang jelas ia harus mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya, karena apa yang orang ini ucapkan kepadanya, langsung masuk kedalam hatinya, membuat dirinya meresa lebih tenang dan lebih baik. Setelah itu hanya keheningan yang hadir di antara mereka berdua. keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. hingga bunyi notifikasi pesan dari seseorang itu yang memecah kesunyian. "Aku ada urusan mendadak nih, duluan ya, jangan kebanyakan melamun, nanti kesambet lho, he he he," Ucap seseorang itu sambil tersenyum manis ke arah Ana, lantas berdiri dan bergegas pergi meninggalkan taman. "Tunggu." Baru beberapa langkah, Ana menghentikan seseorang itu. Dia membalikkan badannya seraya menatap Ana dengan satu alisnya yang terangkat seolah bertanya ada apa. "Thanks ya," ucap Ana sambil tersenyum manis menatap seseorang itu. "Terima kasih untuk apa? Perasaan aku nggak ngapa-ngapain deh, cuma duduk dan sepertinya mengganggu ketenangan kamu," ucap seseorang itu heran, dengan kening mengkerut, dan satu alisnya yang terangkat ke atas. "Ha ha, memang awalnya kedatangan kamu mengganggu ketenangan aku, tapi aku bersyukur tadi tidak mengusirmu, karena mendengar ucapan kamu tadi, aku jadi merasa lebih baik. Sekali lagi terima kasih ya." Ana menatap seseorang itu sambil tersenyum manis, kemudian bertanya. "Aku Ana, kamu..?" "Aku, Putra" jawab seseorang itu kemudian pamit dan berbalik meninggalkan taman. Meninggalkan Ana yang perasaannya kini sudah sedikit membaik setelah mengobrol sebentar tadi. Sekarang Ana berusaha untuk berfikir positif terhadap takdirnya dengan Rayhan. Kalau jodoh nggak bakalan kemana bukan? Setelah merasa dirinya lebih baik, Ana memutuskan untuk bergegas pergi meninggalkan taman. Saking nyaman dan tenangnya dia menyendiri di tempat itu, dia sampai lupa kalau tadi dia bersama sahabat-sahabat terbaiknya. Mereka berdua pasti sedang kebingungan mencari keberadaannya. Ana berinisiatif untuk menelepon Luna, untuk memberitahu kalau dirinya tadi buru-buru karena ada urusan penting, jadi tidak sempat pamit kepada kedua sahabatnya itu. Dalam hati Ana bermonolog, meminta maaf kepada kedua sahabat tersayangnya itu, karena telah membohongi mereka berdua. "Halo, Lun?" sapa Ana lewat telepon. "Halo, Na. Kamu sekarang ada dimana sih? Dari tadi aku sama Clarissa nyariin kamu tau, ke sana ke mari seperti anak ilang terpisah sama ibunya di pasar," omel Luna panjang lebar. Karena sudah lelah mencari keberadaan Ana ke sana dan ke mari namun tak kunjung ketemu. "Hehe, sorry ya, Lun. Tadi tuh aku ada urusan mendadak. Jadi gak sempet pamit dulu sama kalian berdua." "Urusan mendadak apa baper gara-gara liat Rayhan sama gadis cantik berhijab merah itu?" "Beneran urusan mendadak, sayangku.. Udah dulu ya, sampai ketemu besok di tempat biasa," ucap Ana yang langsung mengakhiri pembicaraannya dengan Luna lewat telepon. Sekali lagi Ana bermonolog dalam hati setelah mengakhiri teleponnya dengan Luna. Meminta ampun kepada Tuhan dan meminta maaf kepada kedua sahabatnya karena telah berbohong. "Yah, Na.. Ana.. Aku belum selesai lho ngomongnya, malah dimatiin lagi teleponnya," ucap Luna sebal, karena Ana mematikan teleponnya secara sepihak. "Awas aja ya, Na. Nyebelin banget sih ini orang. Besok aku serbu kamu abis-abisan pokoknya. Awas aja. Dari tadi kita berdua nyariin dia, dianya malah santai-santai aja, bilangnya ada urusan lah, udah gitu main matiin telepon sepihak lagi tanpa ngebiarin aku ngomong dulu. Abis kamu Na besok sama aku. Abisss," ucap Luna kesal seakan-akan ada Ana di depannya. Clarissa yang berdiri di sebelahnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN