Bab 1

934 Kata
Suasana di Bandara Internasional Soekarno-Hatta begitu ramai seperti biasanya. Terlihat Antoni Mawardi yang mengenakan kacamata hitam berjalan keluar dari pintu kedatangan sambil menarik koper di tangannya. Sampai di tempat area penjemputan ia mendengus kesal mendapati bahwa orang yang bertugas untuk menjemputnya hari ini belum datang sama sekali. Pria itu segera merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya. Setelah mengeluarkan ponsel, ia langsung mencari nomor telepon sopir pribadinya dan menelponnya. “Dimana kamu?” Tanya pria itu dengan nada kesal. Belum mendengar jelas jawaban dari sopirnya di telepon, Toni dikagetkan dengan pelukan erat dari belakang. Awalnya pria itu cukup terkejut, namun ia langsung terdiam dan memasang wajah datar saat mengenal jelas aroma parfum dari orang yang tengah memeluknya saat ini. “Selamat datang tunanganku yang ganteng,” ujar gadis yang memeluknya saat ini. Pria yang dipeluk itu segera menjauhkan ponselnya dari telinga lalu memutuskan sambungan telepon tersebut. “Lepasin pelukan kamu Chilla,” perintahnya dengan nada datar dan tegas. Gadis yang dipanggil Chilla itu malah memberikan gelengan dan semakin mengeratkan pelukannya pada tunangannya itu. “Aku tuh lagi meluapkan rasa kangen, masa nggak boleh peluk sih,” jawab Chilla dengan nada manjanya. Toni menghembuskan nafas kasar melihat wanita yang memeluknya ini tidak mendengarkan perintah darinya. Ia segera melepaskan tangan Chilla yang berada di pinggangnya dengan kasar dan membalikkan badannya menatap wanita itu. “Apa kamu nggak malu meluk kaya tadi di tempat umum kaya gini? Kamu pikir kita ini anak remaja yang masih harus melakukan hal alay dengan mengumbar kemesraan?” Chilla mendengus kesal mendengar pertanyaan yang Toni ajukan dengan nada kesal. “Nggak di tempat umum juga kamu tetap bersikap dingin sama aku,” gumam Chilla menggerutu. Toni hanya bisa menggeleng melihat tingkah wanita yang berstatus sebagai tunangannya ini. Dua tahun yang lalu, ia terpaksa menggantikan kakaknya Bagas untuk bertunangan dengan wanita ini. Lalu, karena tuntutan Papa Chilla yang ingin calon suami anaknya meneruskan bisnis keluarga, membuat dirinya terpaksa harus mengambil S2 di luar negeri sebelum mulai bekerja di perusahaan keluarganya setelah selama ini selalu menghindari hal itu. “Pasti kamu kan yang nyuruh sopir aku buat nggak dateng jemput di bandara?” Chilla tentu saja langsung memberikan anggukan sambil tersenyum antusias pada Toni. “Soalnya aku maunya biar aku aja yang jemput kamu, kan aku kangen sama tunangan aku. Gimana kalau sekalian kita makan siang bareng?” Toni memberikan gelengan pada Chilla. “Aku capek mau istirahat,” jawab Toni dengan nada datar dan dingin. Chilla tentu saja merasa sedikit kecewa mendengar Toni yang menolak makan siang bersama dirinya, namun ada sedikit rasa senang karena setidaknya Toni tetap mau pulang bersama dengan dirinya. Toni merasa jengah melihat senyum bahagia yang selalu Chilla tampilkan saat mereka bersama, padahal ia sudah kerap kali berusaha bersikap dingin dan ketus pada wanita itu. Toni berjalan duluan untuk keluar dari area terminal bandara menuju area parkiran sambil menarik koper di tangannya. Chilla tentu saja segera menyusul tunangannya itu untuk mengarahkan dimana tempat ia memarkirkan mobil miliknya. Sampai di tempat parkiran Toni segera mengulurkan tangannya ke arah Chilla. Hal itu tentu saja membuat gadis yang berdiri di sampingnya terkejut sambil tersenyum sumringah melihatnya. Dengan perlahan dan sedikit malu-malu Chilla mengulurkan pelan tangannya untuk meraih uluran tangan Toni padanya saat ini. Begitu tangan mereka hampir bersentuhan, dengan cepat Toni menghindari tangan Chilla. “Kamu mau ngapain?” Tanya Toni sambil menatap bingung Chilla. “Aku minta kunci mobil.” Debaran cepat di jantung Chilla perlahan mulai senyap setelah mendengar perkataan Toni. Baru saja ia merasakan berbunga-bunga oleh pria itu, namun dengan cepat pria itu seperti menghempas dirinya hingga ke dasar jurang. Dengan memasang wajah kecewa dan kesal Chilla merogoh tas miliknya untuk mencari kunci mobil yang diminta Toni. Ketika sudah menemukan benda itu, Chilla segera menyerahkannya pada pria itu. Toni hanya menatap bingung pada wanita itu karena merasa bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan apapun. Ia memilih mengabaikan sikap tidak jelas dari Chilla dan langsung berjalan menuju bagian belakang mobil untuk membuka bagasi dan meletakkan koper miliknya ke dalam sana. Selesai dengan urusannya Toni segera berjalan masuk ke dalam mobil dan langsung menyalakan mesin mobil tersebut. Ia segera melajukan dengan perlahan benda besi tersebut untuk keluar dari area parkiran bandara. ***** Chilla berjalan masuk ke dalam kamarnya dengan wajah lesu. Setelah mengantar Toni pulang ke rumahnya, pria itu malah menyuruh dirinya untuk langsung pulang karena beralasan ingin beristirahat. Chilla langsung menuju meja riasnya dan membuka laci di mejanya tersebut. Di dalam laci tersebut terdapat banyak botol obat yang membuatnya menghembuskan nafas lelah begitu melihatnya. Walau enggan, namun wanita itu segera meraih beberapa obat yang ada di dalam lacinya lalu ia masukkan ke dalam mulut, setelah itu barulah ia mengambil air putih yang ada di dekat meja tersebut untuk membantunya menelan obat-obat tersebut. Di tengah kegiatannya tiba-tiba ponselnya berdering. “Halo na,” jawab Chilla begitu ia sudah menekan tombol hijau dan menempelkan ponselnya ke telinga. “Tunangan kamu udah balik Indonesia?” Tanya Diana yang langsung pada intinya. “Iya. Aku baru aja balik habis jemput dia.” “Berarti aku nggak salah lihat dong sekarang. Dia lagi makan bareng cewek lain,” ujar Diana. Chilla sedikit terkejut mendengar informasi yang disampaikan Diana padanya. “Kamu salah lihat deh kayanya, soalnya aku baru aja anter dia ke rumahnya tadi. Katanya dia capek dan mau istirahat, makanya aku disuruh pulang.” ”Astaga Chilla, aku nggak mungkin salah lihat. Masa aku nggak bisa ngenalin muka Antoni.” “Kirim alamatnya sekarang,” pinta Chilla. Sebelum Diana menjawab ia sudah memutuskan sambungan teleponnya. Chilla segera meraih kunci mobilnya lagi dan berjalan cepat keluar dari kamarnya. Ia langsung menuruni tangga dan berlari keluar dari rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN