1. KEJUTAN DIBALAS KEJUTAN
Seorang gadis tengah berjalan sambil menarik koper dengan ukuran cukup besar. Wajahnya yang cantik dengan rambut panjang sedikit pirang dibiarkan terurai tanpa merasa terganggu. Nampak dari raut wajahnya ia begitu senang karena akhirnya bisa menginjakkan kaki di Indonesia. Dua tahun bukan waktu sebentar sehingga rindunya begitu besar terhadap negara ini dan seseorang yang dicintai.
Langkah kaki gadis itu terhenti begitu mendengar suara ponsel yang beberapa menit yang diaktifkan. Dengan cepat tangannya mengambil benda pipih itu di dalam sling bag berwarna hitam dari brand terkenal. Saat melihat layar ponsel yang sedang menyala, bibirnya membentuk senyum yang lebar.
“Halo Papi. Leta sudah sampai, nih.”
“Semuanya aman?”
“Aman, Papi tenang saja.”
“Syukurlah. Papi sudah minta Pak Toto untuk jemput kamu, Sayang.”
Kening gadis itu mengkerut tajan. “Jangan, Pi. Aku sudah dijemput sama Valen. Minta Pak Toto balik lagi, deh,” ujarnya.
“Loh, kenapa minta jemput sama Valen? Kamu nggak kasihan sama dia ke airport malam-malam?”
“Baru juga jam 10, Pi. Lagian aku sama Valen mau langsung ke apartemen Baskara. Aku sudah bilang kan kalau mau ngasih kejutan ulang tahun ke dia.”
“Kamu serius? Nggak capek habis long flight terus langsung ke apartemen dia?”
“Papi gimana, sih? Aku sengaja pulang nyari tanggal yang pas dengan ulang tahun Baskara Walaupun capek, aku bisa tahan. Sudah dua kali aku nggak bisa kasih kejutan ulang tahun, jadi kali ini nggak boleh terlewatkan lagi,” jelasnya.
“Dia nggak ada flight?”
“Ada. Tapi katanya malam ini sudah landing. Jadi aku harus buru-buru. Sudah dulu telponnya, nanti aku kabari lagi. Bye Papi”
“Tapi Arletha …”
Belum selesai sang ayah bicara, sambungan telepon langsung ditutup. Gadis itu menghela napas mendengar kecerewetan ayahnya.
“Papi gimana, sih? Jauh-jauh hari sudah aku kasih tahu, masih juga protes,” gerutunya.
Gadis bernama Arletha Sheinafia Rhajaksa atau sering dipanggil Arletha adalah anak kesayangan dari keluarga Rhajaksa. Sebagai satu-satunya cucu di keluarga itu. Meski kedua orang tuanya sudah berpisah, ia tumbuh menjadi gadis yang berlimpah kasih sayang.
Banyak perhatian yang didapatkan, membuatnya menjadi gadis yang manja. Apalagi usianya yang sudah 22 tahun dan masih diperlakukan seperti anak kecil oleh ayahnya, membuat gadis itu semakin terlihat sebagai anak yang tidak bisa apa-apa di mata orang lain. Dianggap bisa mendapatkan apa pun yang diinginkan dengan koneksi keluarganya. Akan tetapi, Arletha bisa membuktikan kepada orang-orang kalau ia bisa memiliki karir yang cemerlang tanpa bantuan keluarga Rhajaksa.
“Aku harus buru-buru, Valen pasti sudah nunggu lama,” gumamnya.
Baru saja kakinya melangkah, Arletha menyadari kalau tali sepatu yang dikenakan terlepas. Ia berlutut untuk mengikatnya lagi. Tidak butuh waktu lama, ia selesai dan kembali berdiri. Sayang, karena tidak melihat ke sekitar, Arletha justru menabrak tubuh seseorang hingga membuatnya terjungkal ke belakang. Ia mengaduh kaget sekaligus sakit.
Jatuh dengan posisi b0kong mendarat lebih dulu tentu membuatnya sangat kesakitan dan malu. Namun tidak lama, ia mendengar suara seseorang yang membungkuk di hadapannya.
“Kamu tidak apa-apa?”
Arletha mendongak, melihat pria dewasa tengah mengulurkan tangan kepadanya dengan raut wajah khawatir. Kedua mata Arletha menyipit dengan bibir cemberut.
“Sudah jatuh begini, ya pasti kenapa-kenapa. Sakit tahu!” ujarnya kesal.
Kening pria itu mengkerut, kaget dengan reaksi Arletha. “Yang tidak hati-hati kan kamu. Saya sudah berusaha menghindar tapi kamu sendiri yang nabrak saya.”
Arletha bangun dari posisinya tanpa menerima bantuan pria di hadapannya. Ia sempat memperhatikan jika pria dewasa ini memiliki perawakan tinggi dengan garis wajah cukup tegas. Mungkin umurnya tidak jauh berbeda dengan ayahnya.
“Hai Nona, kamu nggak mau minta maaf?”
“Enggak!”
Dengan raut wajah khas yang jutek namun manis, Arletha pergi begitu saja. Meninggalkan pria itu yang sedang menatap heran akibat sikapnya yang mungkin tidak sopan.
‘Dasar om-om. Siapa yang salah, siapa yang disuruh minta maaf,” gerutunya sebal.
***
“Lama ya Val nunggunya?” tanya Arletha sambil masang sabuk pengaman. “Sorry ya. Tadi papi nelpon terus ada insiden kecil jadi lama.”
“Lumayan bikin kaki pegal terus keki karena nunggu sendirian,” sahut Valen. Gadis itu fokus mengemudikan mobilnya dan meninggalkan airport. “Tapi nggak masalah, sih. Asal oleh-oleh yang aku mau, nggak kamu lupain,” sambungnya.
“Oh tenang saja. Bantuan kamu hari ini, aku bayar dengan mahal.”
“Siap deh kanjeng ratu.”
Valen adalah sahabat Arletha sejak SMA hingga mereka kuliah di jurusan yang sama yaitu manajemen. Sayang, Arletha memilih untuk berhenti kuliah setelah jalan dua tahun dan mengejar mimpinya menjadi makeup artist profesional. Itu sebabnya ia harus tinggal di Paris selama dua tahun lamannya untuk sekolah singkat dan akhirnya bekerja. Meninggalkan keluarganya dan juga kekasihnya bernama Baskara.
“Ta, nggak sayang ninggalin karir di Paris? Padahal lagi bagus-bagusnya. Kapan lagi dapat peluang kerja dengan orang-orang penting dan terkenal kelas dunia?”
Arletha tersenyum tipis. Pertanyaan yang ia khawatirkan, akhirnya diutarakan pertama kali oleh sahabatnya. Dan hal ini pun sudah ia pikirkan dengan matang-matang.
“Sayang, sih. Tapi aku juga mau dekat dengan Baskara. Aku kasihan sama dia karena sudah nggak punya siapa-siapa. Dia butuh dukunganku, Val,” jawabnya. “Lagi pula, aku percaya kalau di Indonesia pun aku masih bisa berkarir dengan orang-orang hebat. Yang penting tetap berusaha. Apalagi pengalaman kerjaku pasti bisa jadi jaminan buat mereka percaya dengan kemampuanku.”
“Iya juga, sih. Kamu juga bisa lanjut kuliah kalau mau.”
“Soal itu, masih belum kepikiran. Aku sudah nyaman dengan pekerjaanku yang sekarang,” ujar Arletha.
***
Saat ini Arletha dan Valen sudah berada di apartemen milik Baskara. Keduanya sibuk menyiapkan kejutan untuk ulang tahun pria berusia 25 tahun itu. Jika melihat jadwal kerjanya, harusnya Baskara sudah berada di Jakarta dan mungkin sudah dalam perjalan pulang ke apartemen. Itu sebabnya Arletha dan Valen cukup gugup mempersiapkan semuanya agar segera selesai.
“Memangnya nggak apa-apa kamarnya kita dekor seperti ini?”
Arletha menggeleng sambil menatap balon udara dengan talia berisi fotonya dengan Baskara. Tidak itu saja, ada balon yang membentuk ucapan selamat ulang tahun. Kue dan buket bunga juga tidak boleh ketinggalan.
“Aku yakin Baskara pasti suka dengan kejutan ini. Apalagi aku nggak bilang soal rencanaku pulang dan menetap lagi di sini,” ucapnya senang.
Valen menggeleng heran. “Sebesar ini perhatian dan perjuangan kamu buat bikin Baskara senang. Awas saja kalian nggak sampai nikah. Aku yang minta ganti rugi.”
“Dih! Kenapa kamu yang minta ganti rugi?”
“Ya karena selama ini aku yang jadi kurir kamu, Arletha. Kirim ini itu untuk di Bas. Jadi kalau kalian putus, aku juga yang rugi waktu dan tenaga.”
Arletha berdecis dengan mata menyipit. “Makanya jangan ngomong yang buruk-buruk. Doakan hubunganku dan Baskara baik-baik saja. Lagian, mana mungkin kami sampai putus. Selama LDR kami selalu baik-baik saja. Dia nggak pernah ngeluh, malah selalu dukung aku selama aku berjuang di Paris.”
“Ya baguslah. Kalau si Baskara macam-macam, dia juga nggak akan selamat dari amukan Om Andra.”
“Mungkin,” gumamnya.
Arletha dan Valen terdiam ketika mendengar suara pintu apartemen yang dibuka. Wajah keduanya tegang karena ternyata si pemilik apartemen sudah pulang.
“Baskara datang, Val. Ayo rapikan semuanya,” ucap Arletha panik.
Valen pun buru-buru mengambil sisa sampah yang masih berantakan. Memastikan semuanya sudah berada di tempat yang semestinya.
“Buruan nyalain lilinnya.”
Akhirnya Arletha dan Valen sudah siap di posisi masing-masing. Arletha membawa kue dengan lilin menyala. Sedangkan Valen berdiri di dekat sakelar lampu agar bisa menghidupkan tepat waktu.
“Good luck!” ucap Valen.
Di dalam kamar yang gelap dan hanya ada cahaya lilin, keduanya berdiri dengan tegang. Arletha tidak bisa mendengar apakah Baskara akan masuk ke kamar atau tidak karena pria itu menyalakan televisi dengan suara yang cukup kencang. Namun ia tidak patah semangat, yakin kalau kejutannya akan berhasil.
“Kok lama, sih?” bisik Valen.
“Diam. Sebentar lagi dia masuk kamar.”
Dan benar saja, terdengar suara pintu dibuka dari luar. Dengan tidak sabar, Arletha bersiap untuk teriak. Mengucapkan selamat ulang tahun kepada pacarnya tercinta. Rencana yang sudah dipikirkan jauh-jauh hari.
“Happy birthday! Selamat …”
Arletha terdiam ketika lampu kamar dinyalakan dan melihat pemandangan di depan matanya. Seseorang yang ditunggu dan sangat ia dirindukan, akhirnya muncul juga. Namun niatnya yang ingin memberikan kejutan, justru Arletha yang dibuat terkejut.
“Arletha!”
“Leta?”
Dua sosok yang tengah berpelukan, terkejut melihat keberadaan Arletha. Siapa sangka, gadis itu ada di apartemennya. Baskara pulang tidak hanya seorang sendiri, melainkan dengan wanita yang sangat Arletha kenal.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Arletha dengan suara bergetar.