Usai punggung Astrid tidak terlihat, Ganda segera mengajak Gadis pulang. Sudah malam, tidak baik bagi mereka untuk kelayapan di jalanan jam segini. Sepanjang perjalanan, Ganda tidak bersuara. Juga Gadis. Tapi mendadak perut Gadis berbunyi nyaring, membuat Ganda menoleh ke arahnya dan sadar dari tadi wajah pucat Gadis semakin pucat. Gadis memegang perutnya, malu dan perih datang bersamaan tanpa aba-aba. “Kita makan dulu ya, maaf mama memaksamu ikut. Sudah jam segini, kamu mau makan apapun ya? Ah ya kamu tidak bawa obatmu?” Gadis menggeleng. “Di depan sana ada restoran sate yang enak banget dengan menu makanan tradisionalnya. Ada apotek juga. Kita bisa beli dulu obat maagmu sambil menunggu makanan datang, kamu bisa minum dulu obatnya.” Yap, ternyata oh ternyata Gadis juga didiagnosa sak