BAB 11

1422 Kata
Drtttttt!!! Drtttttt!!! Gelap disekeliling kamarnya membuat Salsa mencoba mengerjapkan matanya beberapa kali, suara dari ponselnya membuat Salsa terbangun dari tidur suangnya. Kepalanya terasa agak pusing, sepertinya ia agak kelelahan meskipun sebenarnya kegiatan Salsa kebanyakan sama seperti hari - hari lainnya. Salsa meraba meja yang berada di samping ranjangnya mencari ponselnya yang bergetar sehingga berhasil membangunkannya. Ia melihat nama yang ada di layar teleponnya, ia tersenyum lebar lalu menggeser tombol hijau di teleponnya. "Halo Bu," ucap Salsa. "Halo, lagi apa Sal?" tanya suara dari balik telepon. "Baru bangun tidur Bu ... Ibu lagi apa?" tanya Salsa "Kamu gak masak buat saur Sal, kamu mau bayar hutang puasa 'kan?" tanya ibunya, Salsa langsung menatap jam dinding yang tertempel dihadapannya. "Iya Bu, Salsa udah masak kok Bu," jawab Salsa lalu bangkit dari ranjangnya. "Kamu kapan rencananya mau pulang?" tanya Ibu di balik telepon. Salsa terlihat berpikir sejenak, "Sabtu kayaknya Bu, soalnya masih ada yang Salsa kerjain." "Ya sudah kalau begitu, nanti kabarin Ibu lagi. Oh iya, kakak kamu mana? Berapa hari ini Ibu gak bisa hubungin dia," tanya suara di seberang sana terdengar agak khawatir. "Kakak? Tadi ada Bu," jawab Salsa bingung. "Ya sudah Ibu hanya khawatir, jaga diri ya sama kakak kamu. Ibu tutup ya, kamu jangan lupa makan." Salsa mengangguk-angguk menjawab pertanyaan ibunya padahal mamanya sendiri tidak bisa melihat anggukannya . "Iya Bu," jawab Salsa singkat, ia masih merasa mengantuk. " Ya sudah," jawab ibu lalu mengakhiri panggilan dan Salsa meletakkan teleponnya di atas kasur. Salsa menutup jendela dan menarik gorden, menghalangi sinar senja memasuki kamar. Ia langsung keluar dari kamarnya dan beralih menuju kamar kakaknya. Ia mengetuknya beberapa kali sembari menunggu kakaknya namun sudah lebih dari tiga kali ketukan tetap saja kakaknya tidak muncul dari balik pintu. Perlahan Salsa memutar knop pintu dan untungnya tidak terkunci. Salsa mendorong pintu ke arah dalam, menampakan kamar kakanya yang terlihat sangat berantakan. Bahkan Salsa tidak pernah melihat kamar kakaknya seberantakan ini sebelumnya. Gorden yang belum di tutup, selimut yang terjatuh di kantai, buku-buku yang berserakan. Salsa menggelengkan kepalanya, ia berjalan menuju jendela dan menutupnya. Salsa memilih untuk tidak menyentuh barang milik kakaknya, dengan banyak pertanyaan Salsa keluar dari kamar kakaknya. Ke mana kakaknya pergi? Mengapa kamarnya sangat berantakan? Salsa menggelengkan kepalanya yang dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif. Salsa berjalan menuju kamar mandi lalu membasuh mukanya, kini ia sudah lebih segar dari sebelumnya. Setelah itu Salsa berjalan menuju dapur lalu mulai bergelut dengan berbagai bahan yang barun ia keluarkan dari dalam kulkas karena ia harus memanaskan hidangan untuk makan malam. Salsa cukup terampil dalam mengolah masakan, ia sudah terbiasa masak karena memang memasak merupakan salah satu hobinya. Tak sampai 15 menit Salsa sudah selesai nemanaskan lauk dan memasak ayam goreng kesukaan kakaknya. Bukan karena Salsa malas ia memanaskan semua masakannya, hanya saja waktu yang cukup mepet dengan tugas-tugasnya membuat Salsa terbiasa memasak berbagai macam makanan sekalian. Tadi saat ia akan pulang di jalan ia melihat dua anak kecil dengan keranjang yang cukup besar di kedua tangan mereka. Anak kecil tersebut perlahan mendekati Salsa dan menawarkan kue yang ternyata berada di dalam keranjang yang dibawa mereka. Alhasil, Salsa mengambil beberapa jenis roti yang bisa dimakan untuk sarapan besok. Saat Salsa mengambil beberapa jenis kue dari ranjangnya, anak kecil yang menjual kue kepada Salsa tersenyum lebar. Salsa tahu untuk jualan seperti ini menang tidaklah banyak untung yang di dapat, namun setidaknya itulah rejeki mereka yang sudah di atur oleh Tuhan. Hari ini mungkin Allah menitipkan rejeki anak-anak tersebut pada Salsa sehingga Salsa membeli kue yang dijual kepada anak-anak tersebut. Lalu, meski begitu Salsa juga membagikan kue yang dibelinya kepada tetangganya saat ia pulang tadi. Berbagi makanan apalagi di saat puasa tanpa kita sadari memberi pahala yang berlipat ganda, Salsa percaya setiap rejeki itu sudah di atur dan setiap kebaikan kecil yang kita lakukan suatu saat nanti akan dibalas dengan sebaik mungkin oleh Allah. Salsa menata setiap makanan di atas meja, sembari menunggu azan magrib Salsa duduk di meja makan sambil menatap ponsel yang sedari tadi di putar-putarnya. Sudah hampir berbuka namun kakaknya masih belum kembali, sebelumnya ia sudah mengirim pesan namun belum di balas. 18:05 Buka saja duluan. Tepat saat Salsa membaca pesan yang masuk dari kakaknya, pada saat yang bersamaan pula azan magrib berkumandang dengan merdunya. Salsa langsung mengambil air minum dan membaca doa berbuka puasa. *** Suasana sunyi menyelimuti kelas, tak ada suara ribut-ribut bercerita apalagi berdiskusi yang ada hanya suara jarum jam yang terus saja memutar setiap detiknya. Jangankan hanya suara, pergerakan untuk melirik ataupun menoleh sedikitpun tak ada. Sesekali bunyi lembaran kertas yang di bolak-balik terdengar, dinginnya pendingin ruangan menambah dingin suasana kelas. "Silahkan mengecek lembar jawaban kalian, waktu ujian hanya tersisa 5 menit lagi." Baru saja suara tersebut berakhir, terdengar suara lembaran kertas di bolak-balik semakin menguat. Salsa terus berjalan mengelilingin setiap baris, memastikan setiap orang mengerjakan ujian dengan jujur dan tidak mencontek. Untungnya ini adalah kloter terakhir untuk ujian hari ini, sedari tadi pagi Salsa tidak beranjak keluar dari ruangan kelas sedikitpun. Dua kelas harus ia awasi untuk ujian praktikum yang masing-masing kelas dibagi menjadi dua kloter untuk mengurangi resiko mencontek. "Silahkan dikumpul dalam hitungan ke sepuluh. Satu ... dua .... " Perlahan para mahasiswa langsung bangkit dari tempat duduknya menuju Salsa yang kini tengah menyusun tiap lembaran yang diberikan kepadanya. "Sembilan." "Sepuluh." Tepat saat hitungan terakhir Salsa keluar dari kelas meninggalkan mahasiswa yang masih terlihat sibuk dengan kertas ujian mereka. Saat menyadari Salsa berjalan keluar kelas mereka langsung saja bangkit dan dengan sigap menyusul Salsa. "Kakkk!!!!" Salsa menghentikan langkahnya, lalu tersenyum tipis. "Dikurangin ya nilainya, 'kan telat ngumpulnya." Salsa menerima satu persatu lembaran yang diberikan olehnya. "Yahhh ... jangan Kak," ucap mereka dengan nada yang terdengar sedih. Salsa hanya tersenyum kecil lalu benar-benar meninggalkan kelas dengan lembar jawaban di tanganya. Ia berjalan menuju ruang kelasnya, sembari mengambil beberapa buku yang ia simpan di dalam lokernya. Taklama Zara dan Kiki datang dengan membawa tumpukan kertas jawaban. "Udah di periksa dan di nilai Kak, udah di tulis juga di sini. Nanti Kakak cek lagi aja, takutnya ada yang keliru." Salsa mengangguk mengambil kertas yang tadi di bawa oleh Zara dan Kiki lalu memasukannya ke dalam tasnya. "Ya udah, kalian pulang duluan aja." Zara dan Kiki menganggu lalu berpamitan sebelum akhirnya pergi keluar kelas Salsa. Salsa duduk di kursi dosen yang memang nyaman untuk di duduki, ia mengeluarkan ponselnya lalu mengetikan sesuatu. Selama beberapa menit ia memang sibuk dengan teleponnya hingga tak lama Nana dan Vivi masuk ke dalam kelas lalu duduk di kursi terdepan. "Dari mana?" tanya Salsa melihat Vivi dan Nana yang terlihat ngos-ngosan, sesekali bulir keringan menuruni dahi mereka. "Panas banget Sal turun tangga dari atas," saut Vivi yang kini tengah mengelap keringatnya. "Ya udah, istirahat dulu atur napas." Vivi dan Nana mengangguk mengikuti saran Salsa. Salsa yang melihat kedua sahabatnya hanya diam dan menggelengkan kepala. Salsa memutar kursi yang di dudukinya,ia suka sekali bermain-main dengan kursi seperti yang dilakukannya dengan kursi kerja papanya dulu. Putaran kursi Salsa berhenti saat ia melihat sosok yang baru saja lewat, Salsa melihat sosok Naufal bersama dengan sosok seseorang yang ia rasa kenal. Salsa bukan kaget karena sosok Naufal tetapi pada sosok yang tadi sepintas saja melewati pintu depan kelasnya, entah dimana ia merasa pernah melihat sosok itu. "Sal yuk," ajak Nana yang sudah berdiri dari duduknya. Salsa mengangguk lalu ia juga berdiri dari duduknya. Salsa, Nana dan Vivi berjalan menuruni tangga kelas yang kini cukup sepi. Bukan karena sudah sore tapi lebih kepada karena banyak mahasiswa dari jurusan lain yang sudah libur terlebih dahulu. "Salsa!" "Sal!" "Salsa!" Salsa menghentikan langkahnya saat seseorang memanggil namanya berulang kali. Ia menatap dari kejauhan sosok Hani mendekatinya, ia terlihat sangat kelelahan seperti habis maraton. Maklum saja karena ini bulan puasa jadi memang tubuh cepat sekali merespon rasa lelah. "Kenapa Han? Sini duduk dulu," ucap Salsa menuntun Hani duduk di kursi koridor yang tepat berada didekatnya. "Itu Sal huh ... huh ... itu," ucap Hani terpotong karena ia masih mengatur deru napasnya yang belum beraturan. Salsa menatap Hani bingung, ia menunggu hingga Hani terlihat lebih baik dari sebelumnya. Hani menarik napasnya dalam, "Kakak kamu pingsan di ruang TU depan," ujar Hani setelah ia berhasil mengatur napasnya. "Hah! Beneran? Sekarang Kak Resya di mana?" tanya Salsa yang refleks bangkit dari duduknya. Kini ia menatap Hani dengan tatapn cemasnya. "Udah di bawa ke ruang kesehatan prodi, tapi belum sadar. Aku di minta Pak Heri ngabarin kamu." "Makasih banget ya Han, aku mau lihat kakakku dulu." Salsa mengenggam tangan Hani erat sebelum ia berjalan meninggalkan Hani, bahkan Salsa sendiri lupa untuk berpamitan kepada Nana dan Vivi yang untungnya mengerti kondisi Salsa saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN