ZAHRANA - BAB 4

1322 Kata
Siang ini aku dan Leo sudah berada di Vila mewah milik Leo. Vila yang berada di kawasan pantai. Sangat indah sekali, aku bisa menikmati pantai dari jendela kamar Vila yang aku gunakan sekarang. Leo dari tadi masih berada di kamar mandi.  Aku sudah berganti baju dengan baju santai untuk di kamar. Rambut panjangku aku biarkan tergerai. Semilir angin yang masuk lewat jendela membias wajahku dan membuat rambutku tersapu lirih. Aku sejenak memejamkan mataku. Mengingat pengakuan suamiku yang belum bisa mencintaku. Aku berpikir untuk apa aku berbulan madu dengannya kalau selamanya tak ada cinta? Tapi, semua aku tepiskan, aku yakin Leo suatu saat akan mencintaiku. Dia akan mencintaiku, dan tak hanya menganggap aku sebagai istrinya saja. Dia akan mencintaiku, aku yakin itu. Sakit, namun tak berdarah. Itu yang aku rasakan. Tak ada luka yang terlihat, tak ada goresan luka berdarah yang terlihat. Namun, sakit ini lebih sakit sekali dibandingkan dengan sakitnya tergores pisau tajam. Lamunanku terhenti, Leo memelukku dari belakang. Dia mencium tengkukku, lalu menyandarkan kepalanya dio bahuku. Leo memegang tangan ku dan menciumnya. Tak ada kata cinta yang terucap dari mulut Leo. Entah hanya karena nafsu saja dia melakukan ini denganku, atau karena aku adalah istrinya, jadi dia bebas mau melakukan apa saja terhadapku termasuk menyakiti hatiku dengan kejujuran hatinya yang tak mencintiaku. “Anginnya kencang, Rana. Nanti kamu masuk angin, tutup jendelanya,” ucap Leo lirih di telingaku. “Aku ingin melihat pantai, Kak. Lama sekali papah dan mamah tidak mengajakku ke pantai, apalagi setelah Kak Farrel menikah, aku sendirian di rumah, hanya mengurus Cafe saja, dan mamah sering ikut papah mengurus bisnisnya,” jelasku. “Nanti sore kalau sudah tidak panas kita jalan-jalan ke pantai, sekarang istirahat dulu,” ujar Leo. “Aku tahu kamu menginginkan lagi, Leo,” gumamku dalam hati. Munafik sekali lelaki, tidak mencintai tapi menginginkan berhubungan badan. Ternyata nafsu lebih berbahaya daripada cinta. Inikah hidupku? Memiliki suami hanya menikmati tubuhku saja? Tidak mencintaiku. Ingin aku aku menolaknya, tapi dia suamiku. Aku tahu itu dosa, tapi lebih berdosa orang yang menyakiti hati perempuan. Ingin aku menepis tangan Leo saat sudah bergerilya menyentuh setiap inci tubuhku. Namun, tubuhku tidak ingin menolak sentuhan itu. Sentuhan yang mematikan syaraf otakku, hingga aku tak bisa berpikir mana yang namanya sakit dan mana yang namanya menikmati. Keduanya beradu menjadi satu, hingga aku terhanyut dalam cumbuan dan lupa segalanya. Iya, lupa yang namanya sakit hati. Aku hanya pasrah dan menikmati permainan suamiku di siang ini. Hingga Leo berkali-kali mencapai puncak kenikmatan. Dia benar-benar menikmatinya, memintaku berkali-kali melayaninya. Aku tak bisa menolaknya. Hati ini semakin tak bisa menolak, karena tubuhku menikmati setiap sentuhan lembut dari Leo. Dengan kelembutannya saat bermain membuat aku semakin hanyut dalam surga dunia yang benar-benar indah. Leo mencium keningku saat selesai dan puas menikmati tubuhku. Berkali-kali ia mengucapkan terima kasih di sela-sela ciuman lembutnya saat dia selesai melakukannya. Seperti biasa Leo menggendong tubuhku ke kamar mandi untuk membersihkan badanku. Aku memakai bajuku lagi dan merebahkan tubuhku di tempat tidur. Sungguh ini lebih melelahkan dari semalam. “Rana, jangan tidur dulu,” bisik Leo di telingaku. “Kakak mau lagi?” tanyaku. “Tidak, kamu sudah lelah, ayo minum madunya dulu.” Leo mengambikan madu di cawan kecil untukku. “Terima kasih, kak.” Aku memberikan kembali cawan itu pada Leo. Leo merengkuh tubuhku. Dadanya yang bidang benar-benar membuat nyaman saat berbantal dadanya. Baru usia satu hari pernikahanku, aku sudah di buat senyaman ini dengan suamiki. Bagaimana untuk selanjutnya? Dan bagaimana jika kekasihnya kembali? Lalu,apa kabar dengan hidupku yang sudah nyaman dengan Leo? Ini pasti akan terjadi, ya suatu saat akan terjadi, dan itu pasti. “Siapkan hatimu Rana, kamu harus kuat, kamu harus bisa mengambil hati Leo. Kamu harus bisa membuat Leo mencintaimu,” aku berkata dalam hati sambil menikmati aroma tubuh suamiku yang sudah membuat candu bagilku. ^^^^^ (P.O.V LEO) Rana sudah tertidur di pelukanku. Wanita secantik dan seanggun ini adalah istriku. Aku tak mencintainya. Namun, saat dengannya, tubuhku ingin menyatu dengan tubuhnya. Tubuh Rana sudah menjadi candu untukku sejak semalam kita melakukannya. “Apa aku bisa mencintai Rana?” gumam ku dalam hati. Aku tidak tahu, aku bisa mencintai Rana atau tidak. Rasa cinta untuk Carla masih begitu kuat. Aku tak bisa membohongi hati ini. mungkin kejujuranku tadi pagi pada Rana membuat Rana sakit hati mendengarnya. Aku tak peduli itu. Mungkin aku adalah lelaki munafik. Tidak mencintai istriku, tapi aku menikmati tubuhnya, dan itu membuat candu untukku. Bagaimana tidak menjadi candu untukku? Tubuh indah dan seksinya benar-benar menggodaku. Dan, memang aku baru pernah melihat tubuh polos seorang wanita. Rana yang pertama aku lihat, meskipun aku lama bertahun-tahun pacaran dengan Carla. Aku pacaran layaknya sahabat dengan Carla. Saling mendukung, saling memberi semangat untuk meraih mimpi-mimpi kita kelak. Dan, pada akhirnya aku dan dia tak bisa di satukan. Aku tak berjodoh dengannya. Aku tak pernah tahu bagaimana cara meyakinkan hati ini soal jodoh. Karena, ketika waktu tiba, hatiku seharusnya tahu. Dan, aku yakin Tuhan pasti membantu hatiku untuk lebih condong padanya. Ya, Tuhan pasti tahu yang terbaik untuk hati dan hidupku ini. Mungkin Rana pilihan Tuhan, sehingga aku berjodoh dan menikah dengannya. Dan, aku yakin, Tuhan membantu hatiku agar lebih dekat pada hati Rana. Entah itu kapan. Aku mengecup kening isrtiku. Aku meraskan desir napasnya yang lirih. Dalam hatiku ingin sekali aku bisa mencintai Rana, tapi hati ini memberontak. Hati yang sudah di isi kenangan bersama Carla sungguh memberontak, tak mau di singgahi Zahrana. Dia istriku, aku harus bisa mencintainya. Aku harus belajar mencintai dirinya. Mulai hari ini, ya, mulai hari ini aku harus belajar mencintainya. Meskipun sulit, dan sekarang aku tidak tahu Carla di mana. ^^^^^ Sore hari, suasana laut yang di hiasi oleh lembayung senja di langit membuat suasana lebih hangat dan menenangkan jiwa. Angin berembus lirih menyapu jilbab panjang yang aku kenakan. Genggaman tangan suamiku masih tak terlepaskan. Kami berjalan di tepi pantai sore itu, meikmati senja yang mulai turun di ufuk barat. Kami berdua belum ada rasa cinta. Aku sadar itu. Tapi tubuh kami sudah satu. Dan, benih-benih cinta mungkin sekarang sudah mulai tumbuh di rahimku. Bukan benih cinta, benih suamiku tepatnya. Karena aku sadar, suamiku belum bisa mencintaiku. Dia masih mencintai Carla kekasihnya. Aku sadar itu. Tak mudah menikah karena di jodohkan. Pasti ada rasa yang tertinggal untuk seseorang yang ada pada masa lalunya. Apalagi saat di jodohkan masih menjalin hubungan dengan seseorang itu. Iya sakit, tapi itu kenyatannya. Ini bukan kenyataan pahit. Ini adalah sebuah cobaan pernikahan aku dan Leo. Entah suatu saat nanti kita akan kuat atau tidak untuk melewati cobaan ini. Aku hanya mampu menabung rindu untuk dicintai suamiku. Dan, kapan itu akan terjadi. Entah. Mungkin ini nasibku, aku terima dengan lapang d**a. Karena aku percaya Tuhan tidak memberikan cobaan pada hamba-Nya di luar dari batas kemampuan Hamba-Nya. Leo mengajakku duduk di bangku yang berada di tepi pantai. Kami duduk berdampingan. Semua mata melihat kami, mengira kami adalah pasangan yang harmonis yang saling mencintai. Kami terlihat harmonis, tapi hati kami sama-sama merasakan runyam. Leo menceritakan soal carla lagi padaku. Dia sepertinya sangat mencintainya. Aku hanya melihat Carla di ponsel Leo. Dan, itu pun hanya sekilas. “Maaf aku menceritakan semua ini, bukan berarti aku ingin pergi dari pernikahan ini, atau aku ingin melukai hatimu. Aku menceritakan semua, karena aku tak mau menutup-nutupi masa laluku. Dan, aku ingin belajar melupakan Carla. Hanya kamu yang bisa membantu aku untuk melupakan Carla,” tutur Leo. “Aku malah senang kamu bisa berterusterang padaku, Kak. Kamu tidak menutup-nutupi hatimu. Kamu tidak pura-pura mencintaiku. Aku sadar di jodohkan ibarat kata, kita juga harus pengenalan terlebih dahulu, bagaimana kakak dulu, dan bagaimana aku dulunya. Aku akan membantu kakak, Inshaa Allah,” ucapku. “Terima kasih, Rana. Kamu mau mendengarkan semua tentang bagaimana aku. Aku memang masih mencintai Carla. Aku tidak mau membohongi hatiku. Aku mungkin jahat, karena melakukan denganmu tanpa cinta. Maafkan aku, Ran,” ucapnya lagi. “Sudah kak, memang seperti itu adanya. Kami sama-sama belum ada rasa cinta. Kita melakukan itu karen kita memiliki naluri dan hawa nafsu. Apa salahnya melakukan kewajiban kita setelah kita sah suami istri,” ujarku. Leo tersenyum mendengar penuturanku. Dia mencium tanganku. Doaku terkabul, aku yakin, suatu saat Leo akan berusaha mencintai dan menerimaku. Dan, aku mendengar dari mulut Leo sendiri, kalau dia akan berusaha mencintaiku dan menerimaku. Ada sedikit bahagia di dalam hatiku ini, kala mendengar Leo bicara seperti itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN