BAB 5

1541 Kata
Author Pov. Hazanah menunggu Ocha di beranda rumahnya, lalu sebuah taksi memasuki pekarangan, membuat Hazanah menghampiri taksi tersebut, Ocha keluar dari taksi dengan senyum yang mengambang. "Makasih ya, Pak!" ujar Ocha kepada supir taksi. "Duhh... Aku kangen tahu." ujar Ocha memeluk sang sahabat. "Aku juga, Ca, kamu masuk gih." ajak Hazanah. "Rumahmu gedong loh, Nah!" bisik Ocha. Menyikut sahabatnya. "Apaan sih, Ca, biarin aja gedong, ga bawa berkah juga." tutur Hazanah. "Ga bawa berkah gimana, Anah?" "Gak apa-apa." "Eii ... aku tahu loh, bagaimana ekspresimu di saat kamu nyembunyiin sesuatu dariku, cerita deh, ada apa?" tanya Ocha. Mencegah langkah sahabatnya. "Maksud aku, gak di bawa mati juga, Ca, semua, kan, pasti kembali dan rumah juga seisinya ga bakal di bawa mati, kan?" "Ahh ... kamu pintar nyela aja kerjaannya." ngambek Ocha. "Ayo masuk." "Suamimu ada di dalam?" "Hem ... iya." jawab Hazanah. Hazanah mempersilahkan Ocha untuk duduk, Ocha sejak tadi menyusuri rumah Hazanah dengan memutar bola matanya. Begini kah rumah sang pengusaha muda? Tak kalah bedanya dengan konglomerat. "Kebetulan kami belum makan malam, sekalian nungguin kamu." kata Hazanah. "Kamu pasti bahagia banget, Nah, dengan rumah sebesar ini, dengan suami setampan dan sebaik Rafiz, tak di pungkiri lagi, surga di depan matamu." ujar Ocha, membuat Hazanah tersenyum mengiyakan. Menurut Hazanah, ia tak perlu memberitahukan kepada Ocha tentang rumah tangga yang sebenarnya ia jalani, karena menurut ukurannya, ia pun punya batas tersendiri dalam bercerita. "Bu, makanan sudah siap. Bapak sudah menunggu di ruang makan." kata Jenab, yang merupakan asisten rumah tangga di rumah Hazanah dan Rafiz. "Ayo, Ca, kita makan." ujar Hazanah. Semoga saja Rafiz bersikap sebaik mungkin di depan Ocha, tanpa menunjukkan pernikahan yang sebenarnya yang sedang mereka jalani selama berhari-hari. "Mas, ini Ocha, sahabatku." kata Hazanah, memperkenalkan Ocha pada suaminya. "Ya. Duduk saja." jawab Rafiz, membuat Ocha menoleh ke arah Hazanah. Hazanah memberi kode kepada Ocha untuk duduk, Rafiz memang pria yang dingin, yang akan mengatakan sesuatu tanpa di pikirkan sebelumnya, Hazanah berusaha tabah untuk menjalani segala yang terjadi, karena di sini ia harus berusaha kuat, sebagai sosok istri yang membutuhkan surga dari sang suami. Tak ada percakapan di antara ketiganya, seakan sedang di rumah kosong sendirian tanpa penghuni, sesekali Ocha memberi kode dan Hazanah memberi isyarat untuk diam dan melanjutkan makannya. Hazanah berusaha menyembunyikan kekurangan sang suami, tapi yang ada Rafiz menunjukkan sendiri bagaimana sikapnya selama ini. **** Rafiz masuk ke ruangannya, melihat Rande sedang duduk menunggunya, Rafiz tersenyum melihat adiknya itu datang ke kantornya tanpa pemberitahuan sebelumnya dan menurut Rafiz ini sebuah kejutan yang datang dari Selandia baru. "Ya ampun, Rande ... kamu kapan sampai ke Jakarta?" tanya Rafiz memeluk adiknya itu, Adik yang selama setahun tidak pernah di temuinya. "Bagaimana dengan petualanganmu?" "Assalamualaikum, Fiz, jika kamu mau menanyakan sesuatu itu, harusnya pelan-pelan dan satu-satu." kekeh Rande. "Aku baik-baik saja dan aku seorang Dokter, Fiz, aku lebih suka menjadi relawan di bandingkan menjadi pemilik rumah sakit Papa!" "Tapi, sampai kapan kamu akan terus berpergian? Pikirkan untuk menikah juga, Ran!" kata Rafiz. "Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Rande. "Jangan mengalihkan pembicaraan, aku serius, sampai kapan kamu akan berpergian?" "Baiklah. Oke, aku akan jawab." ujar Rande, penuh keraguan. "Sampai aku mendapatkan jodoh." "s****n kamu, aku serius loh." "Maafkan aku, Fiz, karena aku gak datang di acara pernikahanmu," "Iya, gak apa-apa." "Upss ... aku lupa. Kamu menyuruhku menikah karena kamu sudah merasakan menikah itu seperti apa kan? Aishh..." "Haha ... memangnya pernikahan seperti apa yang sedang ku jalani? Aku tidak pernah menyentuhnya." jawab Rafiz. "Apa?" Rande begitu terkejut "Kamu gak pernah menyentuhnya? Jangan becanda, Fiz, itu ga lucu loh." "Apa aku pernah bercanda?" "Ya, enggak sih, tapi masa sih, jadi bener?" "Ya ... bener." "Wahh ... gila kamu, aku denger dari Mama, istrimu cantik dan menawan, apa ada alasan, kenapa kamu gak menyentuhnya?" "Bagaimana bisa, aku menyentuhnya dengan hijab yang ia kenakan setiap waktu, dengan sujud yang ia lakukan setiap waktu." jawab Rafiz. "Hijab? Maksudmu shalat? Ei ... jika dia wanita berhijab, itu bagus donk, Bro!" "Bagus apanya, coba?" "Dengan ketaatan seorang istri, maka akan langgeng dan terus harmonis hubungan kedua pasangan. Hal ini akan sangat membantu untuk kehidupan dunia dan akhirat. Islam pun memuji istri yang taat pada suaminya, Fiz, bahkan istri yang taat pada suami, itulah yang dianggap wanita terbaik, wanita berhijab itu, wanita yang bisa menjaga harga diri suaminya, kalau wanita yang kamu nikahi adalah wanita yang berhijab dan taat, kamu bisa masuk surga, ketika kamu tinggal seatap dengan istri yang salihah, jarang loh, wanita seperti istrimu di dunia ini. Kamu harusnya bangga, Mama menjodohkanmu dengan wanita muslimah yang taat pada agama,” "Tunggu … kayaknya kamu banyak tahu tentang agama sekarang." "Aku tahu, Fiz, karena ada seorang wanita yang juga aku kenal, dia wanita berhijab, cantik, manis, lembut, berkepribadian sangat baik, karakternya hebat, wanita muslimah dan taat pada agama, dia juga yang mengajarkanku banyak hal, mengajarkanku untuk taat kepada agama kita." "Sepertinya … kamu menyukai wanita yang kamu puji itu, yang aku dengar dari perkataanmu, sepertinya memang iya." kekeh Rafiz. "Aku suka, tapi dia tidak pernah mau menjalin sebuah hubungan yang di namakan pacaran." "Halalin aja kali, Ran, kan gampang." "Gak segampang itulah, Fiz!" "Daripada nyimpan dalam hati, kan?" "Aku akan halalin di saat waktunya tiba." "Waktu itu, akan terus berputar, Ran, jika kamu menunggu waktu yang akan tiba, bagaimana kalau di serobot orang?" "Ahh … kalau di serobot mah berarti bukan jodoh." "Ya sudah ... kita hentikan pembahasan kita tentang semua itu, bagaimana pekerjaanmu dan apa rencanamu?" "Aku akan menetap sementara waktu dan mulai bekerja di rumah sakit Papa." "Baiklah, itu lebih bagus, Ran!" "Tapi, aku tidak menjamin, akan terus bekerja, jika aku mendapatkan panggilan, aku pasti akan pergi." "Baiklah. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, sebelum kamu bertemu jodohmu," "Tapi, Fiz−" "Ada apa?" "Aku serius tentang istrimu, jika dia berhijab dan selalu bersujud di depan sajadah, pertahankan ... karena wanita seperti dia sangat jarang di kota ini, bahkan di Negara ini, kamu pasti bisa menilainya." Rafiz tertegun, sudah sejak lama, ia tak pernah memberikan kesempatan kepada wanita untuk masuk ke hatinya, sekalipun itu istrinya sendiri. **** Hazanah menuruni tangga dan melihat sahabatnya sedang duduk dengan tatapan yang kosong, Hazanah mengangkat sebelah alisnya heran dan menghampiri Ocha yang kini tengah melamun di tepian kolam renang. "Istigfar, Ca!" ujar Hazanah, berhasil membuat lamunan Ocha buyar seketika. "Astgfirullah ..." "Ada apa? Sejak tadi, aku lihatin, kamu kayak lagi memikirkan sesuatu. Ada apa, Ca? Cerita donk." "Jujur, Nah, sebenarnya ada apa dengan pernikahanmu?" "Pernikahanku? Jadi, kamu memikirkan pernikahanku sejak tadi?" "Iya ... aku merasa ada yang ganjal dengan pernikahanmu, kamu gak terlihat dekat dengan suamimu." "Begitulah kami," "Maksudnya gimana? Jujur deh, Nah, sebenarnya ada apa?" "Baiklah, aku akan jujur, aku sama Mas Rafiz emang seperti orang asing selama kami menikah, kami gak pernah bertukar sapaan atau saling bertukar senyuman." "Kenapa kamu menyembunyikannya dariku?" "Aku hanya gak mau menceritakan tentang rahasia rumah tanggaku, pada orang lain." "Termaksud pada sahabatmu sendiri? Sejak kapan di antara kita ada rahasia, Nah?" Hazanah menghela nafas panjang, kehidupan rumah tangga pastinya tidak akan berjalan dengan mulus, sebaik apa pun rumah tangga itu, pasangan yang sudah menikah biasanya dihadapkan dengan permasalahan keluarga. Entah permasalahan kecil sampai permasalahan besar. Perselisihan akan kerap terjadi oleh keduanya, oleh sebab itu ketika dirundung masalah wanita pasti cenderung menceritakan permasalahan keluarganya ke orang lain misalnya curhat kepada teman terbaik yang dianggap percaya bisa menyimpan rahasianya. Namun, Hazanah berusaha tidak menceritakan permasalahan di dalam keluarganya, karena itu hanya akan mengundang prasangka buruk dari sahabatnya. "Ada apa, Nah? Kenapa kamu diam? Ceritakan ke aku donk, apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Rafiz?" tanya Ocha. "Aku hanya gak ingin mengumbar permasalahan keluargaku, Ca, menurutku mengumbar permasalahanku adalah hal yang tidak di perbolehkan dalam agama." Ocha mendengkus kesal, di saat Hazanah mengatakan hal itu, Ocha tidak bisa memaksanya lagi, karena Hazanah akan terus mengeluarkan ayat suci Alquran. Tentang, apa yang ia ketahui. "Aku hanya berusaha menjadi istri yang baik, Ca, aku akan terus berusaha tabah, terlepas bagaimana permasalahan rumah tanggaku, karena Allah sudah mengamanahkanku menjadi istri yang salihah untuk suamiku, Allah menunjukkan jalan ini karena Allah tahu, aku bisa melewatinya." "Tapi, Nah, aku hanya ingin kamu bahagia, seperti apa yang di harapkan ibumu," "Bagaimana kabar Ibu?" "Beliau baik-baik saja, tapi harapannya agar kamu bahagia terus saja ia katakan padaku." "Aku bahagia, Ca, sungguh aku bahagia, siapa yang gak bahagia setelah menikah? Hanya saja masalah akan kerap muncul di dalam rumah tangga dan itu bukan rahasia umum lagi, kan? Jadi, aku bahagia, sangat bahagia." "Aku akan mencari rumah di Jakarta, karena mulai senin nanti, aku akan membuka usaha baru." "Usaha baru? Kamu sudah tidak bekerja di perusahaan asing itu?" "Aku resign, sesuai apa yang kamu sarankan padaku, jadi aku ke Jakarta karena akan memulai usaha baru dan aku juga berniat mengajakmu join membuka butik pakaian muslimah. Kamu, kan, jago dalam mendesign setelan muslimah dan hijab syarii." ujar Ocha. "Kenapa kamu gak ngajak Rani? Dia kan pintar jahit, aku juga sedang mendesign setelan syarii untuk para jamaah majelis ta'alim" "Nah, lebihin design kamu itu, aku akan memajangnya di butik nanti, kita akan membuat usaha kita melejit sampai ke manca Negara." "Aminn Allahumma amiin." "Bantu aku cari toko, ya, jangan yang mahal, yang sederhana saja, asalkan tempatnya strategis." "Baiklah, aku akan membantumu mencarinya." "Aku akan mengajak Rani ke Jakarta, tapi setelah aku mendapatkan tempat, ya." "Siap. Atur saja."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN