AN INTRODUCING.
WAKTU berlalu cukup cepat, akhirnya malam pun tiba. Selama seharian penuh, Delta menghabiskan masa di kamar Ava dengan ditemani musik favoritnya dan berbagai macam camilan yang dikirim oleh pelayan gadis itu. Sesekali ia memeriksa pekerjaan yang harus ditanganinya melalui gadget dan saat Ava meminta ijin keluar kamar, ia menghubungi adik dan asistennya mengenai perkembangan hubungan mereka. Nick dan Volta berperan penting dalam hubungannya dengan Ava, mereka berhak tahu apa yang berhasil dicapainya. Meskipun ia harus mengorbankan property terbaik yang pernah dia miliki.
Tidak apa, Delta. Pria itu berkata dalam hati. Property itu tidak sebanding dengan gadis yang saat ini kau kencani. Lanjutnya. Benar.
Saat melihat ke pergelangan tangannya, Delta mendapati Ava telah pergi selama kurang lebih dua jam lamanya. Semua gadis itu hanya mengatakan akan makan malam bersama ayah dan ibunya, tapi belakangan Delta menyadari satu hal; makan malam membutuhkan waktu kurang dari satu jam. Ia mulai bertanya-tanya, kemana gadis itu pergi?
Delta mengambil napas dalam-dalam, ia sedikit cemas. Apakah keberadaannya di kamar Ava diketahui oleh salah satu orangtua gadis itu? Apa yang akan terjadi dengan Ava jika hal itu sampai terjadi. Ia mencoba menenangkan diri dengan bangkit dan sofa dan perlahan berjalan menuju jendela yang langsung menghadap gerbang utama. Ia melihat sebuah mobil melaju menuju gerbang dan menghilang ditelah kegelapan. Delta kembali bertanya-tanya dalam hati, siapa yang pergi selarut ini? Mungkinkah Freddy keluar untuk urusan bisnis? Atau Ava?
Tiga puluh menit berlalu dengan segenap perasaan cemas yang semakin tak terkendali. Entah sudah berapa kali Delta melihat jam tangannya. Sesekali ia menghitung hingga seratus untuk menenangkan diri. Ia mulai berpikir apakah Ava sengaja keluar untuk menghindarinya? Delta mengembuskan napas kesal. Ia meninju tembok hinga punggung tangannya memerah. Bertepatan dengan itu, pintu terbuka dan muncullah Ava yang tampak terburu-buru. Begitu tubuh gadis itu sepenuhnya masuk ke ruangan kamarnya, pintu di belakang Ava otomatis tertutup.
Ava bersandar di pintu dengan kedua tangan berada di dadanya. Melihat hal itu Delta spontan bertanya, “Ada apa?”
Suata Delta mengejutkan Ava. Gadis itu terlonjak kaget sembari berseru ketus. “Sial!”
Delta menghampiri Ava yang masih berdiri di depan pintu. “Ada apa?”
“Bukan apa-apa.” Ava melangkah melewati Delta dan berbaring di ranjang. Ia memejamkan mata rapat-rapat seolah sedang memikirkan sesuatu.
“Aku tahu pasti ada sesuatu yang membuatmu seperti ini.”
“Delta, sudah kubilang tidak ada apa-apa.” Gadis itu kembali membuka mata. “Tenanglah!”
“Jadi, kemana saja kau pergi?”
“Delta.” Ava memutar bola mata dan menatap langit-langit dengan jengah. “Kumohon.”
“Aku melihat sebuah mobil keluar dari rumahmu.”
Hening. Ava tidak menyahut ucapannya dan Delta tahu pasti ada sesuatu yang terjadi dengan gadis itu. Dalam hati ia bersumpah akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Untuk saat ini, Delta tidak ingin memaksa gadis itu menjawab pertanyaannya.
“Aku akan meminta Volta menjemputku malam ini.” Katanya datar.
Masih dengan berbaring, Ava menanggapi pernyataan Delta. “Bagaimana jika ada yang melihatmu?”
Delta mendesah pelan. “Jika aku bisa masuk kemari tanpa diketahui siapa pun, maka aku juga bisa keluar dengan cara yang sama. Tenanglah, aku tidak akan membuatmu terjebak masalah.”
“Aku percaya padamu.” Ava bangkit dari posisinya semula. Gadis itu duduk di sisi ranjang dengan ekspresi cemas yang tidak terlalu kentara. “Aku lelah.”
Kali ini giliran Delta yang memutar bola matanya. “Kau bahkan tidak melakukan apa-apa selama seharian ini. Kenapa tiba-tiba makan malam itu membuatmu lelah?”
“Aku lelah dituntut keluar dari rumah ini hanya untuk bersenang-senang.” Ava naik ke ranjang kemudian berbaring tepat di tengah-tengan tempat tidur. Ia menarik selimut untuk menutupi kaki hingga ke perutnya. “Aku bahagia dengan pekerjaanku. Mom sepertinya tidak. Bagaimana bisa dia menerima undangan Jordan begitu saja? Aku curiga Mom sengaja memanggil Jordan ke rumah malam ini.”
“Jordan?” ulang Delta tidak percaya. Sampai kapan pun, Delta tidak akan melupakan laki-laki itu. Delta ingat saat ulangtahunnya, anak itu justru membawa Ava menjauh darinya. Jadi, apa hubungannya makan malam dan Jordan? “Ada apa dengan Jordan?”
Ava mengambil napas dalam-dalam. “Dia datang dan ikut makan malam bersama kami. Jordan mengatakan di depan kedua orangtuaku kalau dia berniat mengajakku pergi besok malam. Aku menolaknya saat itu juga tapi Mom justru mengatakan kalau aku akan mempertimbangkan penawarannya. Sial!”
Seolah mengerti kalau Ava masih ingin bercerita lebih lanjut, Delta memutuskan untuk diam seribu bahasa.
“Setelah Jordan pulang, Mom mengajakku untuk bicara empat mata. Beliau meminta untuk menemami Jordan besok malam. Katanya Jordan adalah pria yang tepat untuk dijadikan teman kencan. Jordan? Yang benar saja.” Keluh Ava kesal.
“Ada apa dengan Jordan. Kurasa saran ibumu tidak ada salahnya. Dia laki-laki yang cukup menarik.”
“Kami tumbuh bersama, kau yakin aku dan dia bisa memulai sebuah hubungan? Tidak. Aku tidak mau. Aku ingin memiliki pasangan hidup yang tidak berasal dari lingkunganku. Dia harus tinggal di luar Benua Amerika.”
“Kenapa begitu?”
“Tidak ada alasan khusus.” Ujar gadis itu ketus.
Malam ini Delta ingin mengucapkan syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan karena Ava tidak tertarik dengan pria sehebat dan sekeren Jordan. Sejak awal Delta memang sudah curiga kalau Jordan memiliki perasaan khusus pada Ava. Pria itu selalu muncul setiap kali ia pergi mencari Ava kecuali enam tahun terakhir ketika Jordan memilih pindah ke Oxford untuk melanjutkan pendidikan di sana. Dari yang pernah Delta dengar, Jordan kembali ke New York sekitar dua atau tiga bulan yang lalu. Pria itu mengambil langkah cepat untuk melakukan pendekatan pada Ava.
“Yah, apa pun yang akan ibumu katakan nanti. Kau tidak bisa menerima undangan Jordan.” Delta melepas sandal kemudian naik ke ranjang. Ia berbaring di sisi gadis itu, menatap langit-langit dengan sedikit kesombongan yang menguar dari dadanya. Bagaimana pun, ia telah berhasil melangkah lebih cepat dari Si Jordan itu. Hal itu harus diapresiasi dengan baik.
“Kenapa begitu?” Ia memalingkan wajah untuk melihat ekspresi Delta.
“Karena kita sudah terikat. Kuharap kau tidak lupa akan hal itu.”
“Oh!” Ava mengeluh dalam. “Sial! Aku lupa!”
“Kurasa aku harus memperjelasnya sekarang.” Delta berbalik agar bisa menatap gadis itu. Ia bertumpu pada kedua sikunya. “Kurasa status kita sudah jelas sekarang.” Delta menunduk untuk mengecup bibir Ava. Kau kekasihku dan aku melarangmu menjalin hubungan dengan Jordan.”
Ava mengambil napas dalam-dalam. “Demi sebuah property dengan harga yang cukup tinggi, aku rela melakukannya. Sekarang, tugasmu adalah mencari cara agar aku punya minimal satu alasan untuk menolak pergi dengan Jordan.”
“Itu mudah.” Delta kembali mengecup bibir Ava. Sial, kurasa aku tidak bisa berhenti melakukannya! “Aku akan datang besok. Tunggu aku!”
Kening Ava mengerut dalam. “Apa yang akan kaulakukan?”
“Memperjelas hubungan kita di hadapan orangtuamu.”
Usai Delta mengucapkan kalimat itu, sebuah tawa nyaring keluar dari mulut Ava. “Kau yakin?”
“Ya.” desahan kecil meluncur begitu saja dari mulutnya. “Melihat sikap Jordan yang begitu berani mendatangimu langsung dan meminta ijin di depan kedua orangtuamu, aku merasa kalau aku ini benar-benar seperti pengecut. Aku datang diam-diam dan bahkan bersembunyi di sini selama sehari penuh.” Delta kembali ambruk di sisi tubuh Ava.
“Kau tidak pengecut, Delta. Jangan sedih.” Ava mencoba menghibur pria yang kini tampak muram. “Kau tetap saja pemberani.”
“Aku menghabiskan sepanjang hidupku untuk mencintaimu dan kau tidak pernah mengetahuinya. Bagaimana bisa kau menyebutku bukan pengecut.” Ia mengangkat satu tangan ke udara. “Payah!”
Di sisinya, Ava memeluk pria itu. “Jangan sedih.” Katanya lagi sambil menyerukkan kepala di ketiak Delta. “Terima kasih untuk rumah yang sudah kau berikan padaku. Aku akan tetap memilihmu dibandingkan Jordan karena kau membawa jaminan yang pantas.”
Jika boleh jujur, Delta ingin Ava menerimanya tanpa melihat apa yang sudah ia berikan kepada gadis itu. Namun, dalam situasi seperti ini ia tidak bisa berharap lebih. Apalagi dengan hadirnya Jordan, ia harus memanfaatkan peluang yang ada karena Jordan akan menjadi saingan yang cukup tangguh untuk Delta.
“Jika kau membutuhkan mobil, aku bisa memberikannya padamu.” Delta mencoba memberi gadis itu lebih agar Ava memberinya waktu lebih lama untuk masa pendekatan mereka.
“Tidak.” Ava memainkan jemarinya di atas d**a Delta. “Aku sudah memiliki beberapa mobil. Jadi, jam berapa kau akan datang besok?”
“Mungkin siang atau sore, aku berniat datang sebelum Jordan dan mengejutkan pria itu.”
“Jadi, apa yang akan kaukatakan padanya?”
“Kau akan melihatnya besok.” Pria itu merancang rencana busuk di dalam otaknya. “Aku akan menyuruh Nick menjemputku malam ini. Sebelum aku pergi, kurasa ada beberapa hal yang harus dilakukan sepasang kekasih sebelum tidur bersama.”
“Apa itu?” Tanya Ava dengan polosnya.
“Aku akan memberitahu apa saja yang harus dilakukan sepasang kekasih sebelum-“
“Tapi kita bukan kekasih sungguhan.” Ava menoyor kepala Delta saat pria itu mencoba menciumnya lagi. “Kau hanya pacar percobaan untukku.”
“Tidak masalah. Aku akan tetap menunjukkan padamu apa itu ritual sebelum tidur selain berdoa.”
**
Siang harinya Delta tidur nyenyak di kamarnya sendiri. Semalam, ia dan Ava mengobrol hingga larut. Persis seperti yang ia bayangkan selama ini, Ava adalah gadis yang menenangkan dan memiliki pemikiran yang sama dengan dirinya. Gadis itu penuh semangat dan tertarik di bidang teknologi. Kedua orangtua mereka menjalin hubungan pertemanan sejak mereka belum menikah. Itulah alasan kenapa dia dan Ava menjadi teman dekat sejak kecil.
Saat ia terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul empat sore hari. Delta bergegas turun dari ranjang dengam memegangi kepalanya. Dua malam tidak bisa tidur nyenyak membuat kepalanya sedikit pening. Ia membawa kedua kakinya menuju kamar mandi. Sesampainya di dalam Delta segera melaksanakan ritual mandinya, termasuk bercukur.
Satu jam kemudian, Delta telah siap dengan pakaian resminya. Setelah sebelumnya bertanya kepada Ava kemana Jordan akan membawanya pergi, pria itu memustukan untuk mengenakan pakaian formal. Setelan jas hitam dan dasi kupu-kupu menjadi pilihannya malam ini. Delta keluar dari kamar dengan langkah terlalu ringan. Seolah ada sepasang sayap berada di punggungnya yang membantu pria itu terbang. Nick yang melihatnya dari luar pintu hanya bisa mengangkat sebelah alis dan mendesah pelan.
“Akhirnya.” Komentar Nick sinis.
“Akhirnya?” ulang Delta acuh. “Nick, jangan coba-coba mengacaukan malamku.”
Nick berjalan di sisi Delta. Keduanya melangkah menuju pintu utama yang langsung terbuka otomatis saat Nick menekan sebuah remote control di tangannya. Di luar, sebah mobil mahal tengan menunggu mereka.
Delta masuk lebih dulu dengan disusul oleh Nick. Ia duduk dan memeriksa beberapa pesan yang masuk, salah satunya berasal dari Ava. Seketika hati Delta berbunga-bunga melihat gadis itu bertanya di mana dirinya. Tanpa ia sadari, sebuah senyum manis terlukis di wajahnya.
“Hmmbbb…” Nick berdeham ketika mobil mereka sudah berada di jalanan. “Sejak kapan kau tersenyum dengan ponselmu? Selama ini dia tidak terlihat tidak terlalu menarik perhatianmu.”
“Sejak dua hari terakhir, kau tahu alasannya.” Delta mengangkat wajah setelah mengatakan kepada Ava kalau saat ini ia sedang dalam perjalanan menuju rumah gadis itu. “Aku berniat mengatakan kepada kedua orangtua Ava tentang hubunganku dengannya. Bagaimana menurutmu?”
“Kau berniat melamarnya?” tanya Nick tidak percaya. “Secepat itu? Astaga, Delta! Jadi ini alasanmu memakai jas dan dasi konyol itu? Perlu kukatakan padamu kalau di luar sana, ada banyak sekali gadis yang jauh lebih cantik dan menarik dari Ava. Ava adalah cinta monyet…” ekspresi putus asa terlukis di wajah pria itu. “Tidak. Tidak. Kumohon jangan lakukan itu, Delta!”
Mulut Delta menganga lebar mendengar tuduhan Nick yang tak berdasar. Meski beberapa kalimat pria itu menyinggung perasaannya, ia mengabaikan hal itu untuk sementara waktu. “Kenapa kau bisa berasumsi seperti itu? Ada yang salah denganku?”
“Amat sangat salah.” Sahut Nick dengan nada putus asa. “Kau,” ia mengambil napas dalam-dalam, terlihat tengan menenangkan diri. “Jangan terburu-buru untuk melamarnya atau bahkan menikah dengan Ava. Perjalananmu masih panjang, Nak.”
Untuk menghargai kekhawatiran Nick akan dirinya, Delta hanya bisa mengangguk, mengiyakan apa yang telah dikatakan oleh pria itu. “Baiklah.”
“Bagus!” Nick menepuk dadanya beberapa kali. Tampak begitu lega mendengar jawaban Delta. “Syukurlah.”
Hal itu jujur membuat Delta kesulitan mengartikan apa pun yang tersirat dari percakapan mereka. “Kau takut aku menikah dengan Ava?”
“Ya.” jawab Nick tegas. Ia menerawang jauh ke depan, tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah aneh. Sekali lagi, Delta hanya bisa mendesah pelan.
“Apa alasannya?” ia bertanya serius. Mungkin saja Nick menyimpan sebuah rahasia besar yang ada kaitannya dengan Ava. Selama ini Delta memastikan kalau Ava bukanlah gadis liar seperti Eva, saudara kembarnya. “Kau terlihat ketakutan saat aku mengatakan akan menemui Elsa dan Freddy. Ada apa sebenarnya?”
Nick menoleh, memandang Delta sekilas. “Kau naïf sekali.” Katanya. “Begini, kau hanya jatuh cinta sekali seumur hidupmu. Selama ini kau tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita lain. Aku hanya takut apa yang rasakan pada Ava hanyalah perasaan…” Nick tampak kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. “Intinya, kau harus menjalin hubungan dengan banyak wanita, mengetahui mana yang cocok untukmu sebelum kau memutuskan untuk menikah. Itu saja! Kau tidak boleh menikah dengan sembarang wanita.”
“Ck!” Delta mencebik. “Ava bukan wanita sembarangan.” Sanggahnya. “Kau berpikir terlalu keras, Nick. Aku tidak berniat melamar Ava malam.” Delta menjeda ucapannya. Ia lalu melanjutkan saat mobil yang mereka tumpangi berhenti di lampu merah. “Elsa menuntut Ava bersenang-senang atau minimal berkencan dengan seorang pria. Kemarin, saat makan malam Jordan datang. Dia berniat menjalin hubungan dengan Ava dan meminta ijin kepada kedua orang tua Ava untuk membawa gadis itu pergi malam ini. Mendengar niat baik Jordan dan desakan Elsa, kurasa aku harus mempertgas hubunganku dengan Ava di hadapan orangtua Ava. Itu saja. Aku tidak mau Jordan mendekati Ava, aku ingin pria itu kalau saat ini Ava bersamaku.”
“Jordan?” ulang Nick lengkap dengan sebelah alis terangkat cukup tinggi. “Kau yakin dia menginginkan Ava?”
“Itu yang dia katakan kemarin malam. Ada apa?”
Nick menggeleng. “Lupakan.”
Sialnya, Delta terlanjur melihat kecemasan di wajah Nick dan dia tidak akan dengan mudah melupakannya. Delta mengenal Nick lebih baik dari siapa pun.
Sepertinya, semua tidak akan berjalan semulus yang dia harapkan sebelumnya.