Bab 5. Tolong, Sentuh Aku!

1350 Kata
"Mbak. Mbak Sela. Buka matamu, Mbak," panggil Saka yang panik ketika melihat kakak iparnya baru saja mengiris pergelangan tangannya dengan pecahan vas bunga. Instingnya sebagai seorang dokter bekerja cepat dengan menyobek kain apa pun agar darah tidak keluar terus. Sementara Sela yang bersandar di lemari hanya memperhatikan Saka dengan nanar. Pram yang ia harapkan muncul pertama kali menemukannya mengenaskan. Namun, mengapa adik iparnya yang datang. Ke mana sang suami? "Apa yang Mbak Sela lakukan?" tanya Saka seraya menutup luka sayat di tangan Sela dengan kain. Pria itu begitu gusar melihat tindakan gila sang kakak ipar yang membahayakan dirinya sendiri. Kalut boleh, tapi sampai memilih jalan pintas seperti ini tidak dibenarkan sama sekali. "Kamu enggak perlu tolongin aku, Saka," bisik Sela kemudian. "Terus biarin Mbak Sela mati kehabisan darah? Ini gila, Mbak," sahut Saka. Sela tersenyum kecil. Sepeduli itukah sang adik ipar? Sedangkan tadi ketika ia mengiba untuk meminta pertolongannya, Saka malah membuatnya bimbang. Ini adalah jalan yang Sela pilih. Sialnya, Saka mengetahuinya. "Bik, Bik Darmi. Cepat ke sini," teriak Saka usai menyelesaikan mengikat pergelangan tangan Sela. Tak lama, ART mereka datang. Darmi terkesiap melihat istri bosnya bersandar di lemari tanpa daya dengan luka dan vas bunga yang pecah berantakan. "Ya Allah, ada apa ini, Tuan?" tanya Darmi. "Bik, bantu Mbak Sela ganti bajunya," titah Saka. "Baik, Tuan." Darmi mengambil baju ganti untuk Sela. Sementara Saka menyelipkan lengannya di bawah tubuh Sela demi bisa memindahkannya ke ranjang. Saat itu, Sela tak lepas menatap sang adik ipar yang ternyata sama tampannya dengan sang suami. Saat kemudian, mereka bersirobok dan Saka menatap mata Sela dengan mantap. Pria itu menggeleng lemah. Ada penyesalan yang datang hingga membuatnya jadi gusar. Pelan Saka menurunkan tubuh Sela ke ranjang. Begitu juga kepalanya. Pria itu belum putus menatap Sela, ketika kemudian tangan wanita itu terulur demi mengusap pipi adik iparnya. "Andai saja Pram seperti kamu, Saka," bisiknya. Tepat saat itu, Ani dan Harmoko muncul. Mereka juga kaget melihat kamar Pram dan Sela yang berantakan. Mereka memang sering bertengkar, tapi tidak pernah separah ini. "Ada apa ini, Saka?" tanya Harmoko yang mulai cemas. "Tangan Mbak Sela kena pecahan beling, Pa. Aku mau ambil peralatan dulu," ucap Saka seraya berlalu. Sementara Ani langsung menemui sang menantu dan bersedekap kesal. Anaknya memang sial karena mencintai wanita seperti ini. Namun, ini belum terlambat. Jadi, ia akan memperbaiki semuanya. "Cari perhatian banget kamu. Enggak usah sok melow," kata Ani. "Ma, jangan begitu. Kalau mereka begini, itu artinya kita yang gagal membimbing. Sela, fokus saja untuk penyembuhan. Nanti Papa bantu bicara dengan Pram," ucap Harmoko. Sela hanya mengangguk lemah. Keduanya lantas berlalu. Darmi lantas mengganti pakaian Sela sesuai dengan apa yang diminta tuan mudanya. Saat Saka kembali dengan peralatan medisnya, Sela belum selesai berganti pakaian. Ia merasa aneh dengan situasi ini. Namun, Sela tetaplah pasien. Bukankah begitu. Nyatanya, Saka juga sempat menelan ludahnya dengan kasar ketika mengingat kelancangannya mengintip Sela mandi tempo hari. "Sudah, Tuan," kata Darmi. "Terima kasih. Tolong bersihkan kamar ini juga, ya," ucap Saka. Darmi mengangguk. Ia lantas berlalu dari kamar Sela demi mengambil peralatan untuk membersihkan serpihan vas. Sementara Saka mengambil duduk di tepi ranjang dan bersiap memeriksa. Pria itu dengan telaten membersihkan luka sayatan milik Sela dan mengobatinya. Sementara Sela tak lepas menatap sang adik ipar yang cekatan. Apakah Saka benar-benar tidak bisa membantunya? "Lain kali, pikirkan sebelum bertindak," ucap Saka ketika mereka hanya tinggal berdua saja dengan Sela. "Kepalaku sudah penuh," sahut Sela. "Setidaknya, tidak membuat masalah yang bisa membuat Mbak Sela kena murka Mas Pram," kata Saka. Sela tersenyum kecil. Efek miras masih sedikit terasa. Jadi, ia menyahut apa adanya. "Kamu yang bikin aku begini. Apa ... aku terlalu menjijikan sampai kamu enggak mau Saka?" tanya Sela tanpa basa-basi. Saka menghentikan kegiatannya, lantas menatap Sela lekat. Kakak iparnya adalah yang paling sempurna. Saka bahkan sempat iri ketika dulu Pram menikahinya. Namun, situasinya tak semudah itu. "Apa ... dadaku kurang besar? Atau tubuhku tidak seksi?" tanya Sela lagi seraya mengusap bagian tubuhnya sendiri dengan tangan kirinya. Saka membuang pandangannya ke arah lain. Sebenarnya, ini situasi macam apa? Ia niat membantu, tapi sepertinya ia yang butuh bantuan. "Mbak, hentikan! Enggak ada yang kurang dari Mbak Sela. Mas Pram saja yang enggak bisa menghargai," sahut Saka kemudian. "Benarkah?" Sela bertanya untuk memastikan. Wanita itu tersenyum kecil ketika Saka mengangguk lemah. Wajah pria itu mendadak panas saat sang kakak ipar bersikap demikian. Terlebih ketika jemari lentik Sela mendarat di paha pria itu. Astaga, apakah Saka mulai menyukainya? "Wajahmu merah, Saka," ucap Sela kemudian. Saka buru-buru membuang pandangan ke arah lain. Jujur sekali Sela. Sang kakak ipar memang sangat meresahkan. Mengapa Sela melakukan ini padanya? Saka tak bisa mengelak ketika Sela tiba-tiba bangkit dan memeluk tubuhnya. Ini hangat. Begitu hangat hingga Saka tanpa sadar membalasnya. Pria itu makin terlena saat napas Sela menyambangi lehernya yang sensitif. Tubuh bagian bawahnya berkedut pelan. Seakan-akan merespons dengan cepat apa yang Sela lakukan pada lehernya. Tak lama kemudian, Sela menyudahinya. Wanita itu mendongak dengan tatapan sayu pada sang adik ipar yang terlihat pasrah. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir keduanya. Namun, tanpa sadar wajah mereka makin mendekat. Sela memejamkan mata ketika dengan lembut bibir Saka menyentuh bibirnya. Hanya menempel saja tanpa bergerak karena Saka masih punya sedikit kewarasan. Apakah ini akan menjadi awal kegilaan mereka? Batin pria itu. Tak lama, Saka melepas bibirnya. Mereka masih saling tatap ketika kemudian Sela mengusap tubuh bagian bawah sang adik pelan. Sementara Saka, langsung bereaksi. "Jangan, Mbak!" bisiknya. "Kamu enggak mau? Tapi tubuhmu tidak bisa berbohong, Saka," sahut Sela. Tangan kanannya kini mengambil tangan sang adik ipar. Ia mengarahkan jemari pria itu ke inti tubuhnya yang sensitif. Mata Saka melotot ketika tahu bahwa sang kakak ipar telah siap. Jadi, apakah mereka harus segera memulainya? Sayangnya, suara deru mobil Pram terdengar memasuki halaman kediaman Atmaja. Saka langsung tersadar. Ia mundur sejengkal dan langsung bangkit dari tepi ranjang. Sementara Sela menunduk dalam. Raut kekecewaan terpancar dari wajahnya yang sedikit pucat. "Aku keluar, Mbak. Mas Pram pasti sebentar lagi naik," kata Saka kemudian. Sela hanya mengangguk lemah. Sementara Saka bergegas menuju ke pintu. Tepat saat ia membuka perabot kayu itu, Pram sudah ada di sana. "Bagaimana keadaan Sela? Apa lukanya parah?" tanya Pram cemas. Ia memang emosi tadi. Namun, rasa cintanya terhadap sang istri tidak berubah walaupun tidak sebesar dulu. Tadi, sang papa menelepon dan mengatakan apa yang terjadi pada Sela. Pram yang tadi pergi ke kelab untuk mengambil mobil Sela bergegas pulang. Apa pun titah Harmoko, Pram akan langsung melaksanakannya. Belum sempat Saka menjawab, pria itu lantas berlari memeluk Sela yang terduduk di ranjang. "Sayang, kamu kenapa ngelakuin ini?" tanyanya seraya memeluk Sela dengan erat. Sementara tatapan wanita itu masih pada Saka yang kemudian keluar dari ruangan itu. Saka membuang napas kasar dan kembali ke kamarnya. Hampir saja. Hampir saja ia terbawa suasana. Untung saja, Saka masih bisa menjaga kewarasan. Jika tidak, entah apa yang terjadi. Mungkin saja, Pram akan menemukannya dan Sela tengah bersetubuh. Setelah kembali ke kamar, Saka membuang tubuhnya ke ranjang dengan gusar. Ia menatap plafon kamarnya dengan nanar seraya mengingat-ingat apa yang tadi sempat ia pegang. Aah ... ini gila. Mengapa ia masih terngiang-ngiang walaupun hanya sebentar saja menyentuh barang pribadi milik kakak iparnya. Apakah ia sudah terangsang? Saka menunduk demi melihat miliknya yang masih tegang. Saat itu, ia melepas gesper dan menyadari bahwa underwear milik Sela masih ia kantongi. Jadilah, ia makin menggila. Benda kecil dan lembut itu Saka pegang dengan gemetar. Tepat saat ia mengusapkannya ke tubuh bagian bawahnya, pria itu mendengar pekikan dari kamar sebelah. Buru-buru ia bangkit dan berjalan ke arah balkon. Sepertinya, itu dari kamar Pram dan Sela. Saat Saka dengan gila kemudian melompat ke balkon kamar mereka, pria itu terkesiap melihat pemandangan yang seharusnya tidak ia liat. "Aah ... maaf, Sayang. Aku tidak tahan," ucapan Pram yang tertangkap indra pendengaran Saka. Pria itu lantas meninggalkan Sela di ranjang dalam kekecewaan. Sela hanya mengangguk lemah dan membuang napasnya dengan pasrah. "Kasian sekali kamu, Mbak," bisik Saka yang masih mengintip dari balkon. Saat itu, Sela yang tanpa sengaja menoleh ke arah balkon melihat adik iparnya yang berdiri di sana. Sela menatap Saka lekat dengan isyarat mata kepada sang adik ipar. "Sentuh aku, Saka."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN