Bab 3
"Aileen, bantu ibu angkat lemon cake dari oven ya, ibu lagi buat adonan baru ini," teriak Dewi ibu Aileen.
"Oke, Bu. Ibu bisa andalkan Aileen," katanya dengan tambahan. Aileen memang gadis yang periang dan murah senyum. Wajahnya begitu lembut sehingga membuat siapa pun yang melihatnya tidak akan pernah bosan. matanya sangat tajam seperti elang. Menambah nilai tambah pada dirinya.
Dengan perlahan Aileen mengambil kue itu dari oven, mulutnya asik menyenandungkan lagu dalam gumaman. Dia menghias kue itu dengan butter berwana kuning layaknya lemon. Sungguh kue yang sangat menggugah selera. Kue berwarna kuning yang terlihat sangat segar. Rasanya asam manis yang legit akan menari-nari di pecintanya.
Selain butter Aileen juga menambahkan beberapa wafer roll diatasnya, sungguh perpaduan yang menggugah selera, coklat dan kuning yang cerah. Usai menghias Aileen kemudian mengambil ponselnya dan menarik ke atas ikon kamera itu. Dia siap memotret lemon cake yang sudah dia.
Dia mengupload semua gambar kue-kue itu ke beberapa medial milik sosial. Dan itu sukses mengundang pelanggan datang ke toko miliknya.
Setelah itu, Aileen membawa maha buku ke depan dan meletakkan di etalase bersama dengan kue-kue lainnya. Dan siap mengenyangkan perut semua orang pembeli.
Udara dingin yang menerpa menembus hingga ventilasi ruangan. Aileen mematikan AC dan menikmati AC alami dari pencipta sang pencipta.
Ia sangat rajin mengelap dan membersihkan seluruh ruangan hingga di luar ruangan sekalipun. Oleh karena itu toko Aileen sangat terlihat terawat dan bersih.
Aileen menengok ponselnya dan membalas setiap pesan yang masuk.
[ Ai, apa lemon cake masih tersedia? ]
[ Selamat siang, saya ingin memesan lemon cake untuk besok. ]
[Leen simpan kue lemon sampe sakit nanti. ]
Begitulah sekitarnya isi pesan dari para customer Aileen, membaca semua pesan-pesan itu, membuat senyum mengembang di wajahnya. Dia bahagia, karena bisa membantu ke dua orang tua yang telah membesarkan dirinya. Hanya dengan hal kecil Aileen bisa membantu tapi melihat senyum ibu dan ayahnya ketika toko sedang ramai itu membuat Aileen lebih bahagia.
"Ibu, kayanya ibu harus membuat lemon cake lumayan banyak hari ini, ada beberapa yang pesan," tutur Aileen yang berjalan ke arah ruangan pembuatan kue.
"Benarkah nak? Tapi ibu sudah kehabisan bahan dasarnya. Lemon kita habis," ucap ibu mencebik dan memasang wajah yang memelas.
"Oh, begitu. Baiklah nanti aku akan pergi ke pasar untuk mencari sumber mata uang kita," kikih Aileen.
Sang ibu hanya memukul pelan lengan Ailee. Dia gemas dengan Aileen yang selalu bisa membuat ibunya tersenyum.
Ting ....
Bunyi lonceng di atas pintu berbunyi, artinya ada pelanggan yang datang. Aileen segera meletakkan cake yang baru saja keluar dari oven itu dan meninggalkannya bersama sang ibu.
"Ada yang datang Bu, Ai tinggal dulu," pamitnya. Ia melangkah dengan langkah yang lebar.
"Hati-hati Ai, mereka sabar menunggu," teriak Dewi. Dia khawatir akan semangat anaknya yang bisa saja membuat dia terjatuh.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" tanya Aileen ramah, dan dengan menarik kedua sudut bibirnya.
Aileen terpana akan seseorang yang berdiri tepat di depan, pria yang gagah, keren dan cool. Rambut bagian tengah yang berdiri dan samping kanan kiri di pangkas hingga tersisa satu Senti saja.
Aileen menatap tanpa berkedip, bahkan pria itu mendekat, Aileen masih belum tersadar dari kekagumannya akan sosok laki-laki itu.
"Ada lemon cake?" tanya laki-laki itu ia mengedarkan pandangannya menuju etalase-etalase kaca yang berjejer di sana. Banyak sekali macam kue yang tersedia.
"Apa kau tuli? Aku tanya ada lemon cake?" gertak Agam. Yah benar dia adalah Agam.
Seketika itu Aileen langsung tersadar akan lamunannya. Dia mengendalikan diri agar tidak terlalu ketara mengagumi ketampanan Agam.
"Ya, Tuan, apa?" ulang Aileen.
"Astaga, aku bisa gila beli cake di sini." Agam melangkah pergi, hingga satu langkah ia dapat menjangkau pintu. Matanya tertuju pada apa yang dia cari, ia mengurungkan niatnya untuk pergi.
Agam berbalik dan tidak sengaja menabrak Aileen yang tadinya hendak mencegah Agam untuk pergi.
"Kya!!" teriak Aileen. Dia limbung kebelakang, beruntung Agam memegang pinggang serta lengannya.
Aileen kembali tertegun karena bisa menikmati wajah Agam begitu dekat. Serta aroma tubuh Agam yang mengeluarkan bau maskulin.
"Kau tidak punya mata? Ternyata kau si buta dan tuli." Agam melepaskan tangannya yang memegang Aileen.
Aileen mendengus kesal, bagaimana tidak dia terjerembab di atas lantai.
"Dasar, cowok kasar, tapi aku suka," gumam Aileen.
Dewi yang mendengar teriakan Aileen, ia segera menuju ke depan dengan membawa satu lagi lemon cake.
"Ada apa Ai? Kamu tidak apa-apa?" tanya sang ibu.
Mengetahui Dewi membawa lemon cake Agam langsung menghampiri dirinya. Dia bisa hafal dari aroma yang dia cium, kue yang baru saja didandani oleh Dewi.
"Aku mau lemon cake itu," kata Agam tanpa permisi dan berbasa-basi.
Dewi tergagap pasalnya Agam langsung menyerangnya dengan kata-kata tegasnya. Padahal Dewi sedang cemas dengan Aileen. Gadis itu masih berdecak di belakang Agam. Dia meremas tangannya sendiri seakan akan dia meremas-remas Agam.
"Ba--baik saya akan bungkus Tuan," ucap Dewi.
Usai puas dengan tingkahnya, Aileen maju kedepan menggantikan sang ibu. Dia tentu masih ingin menunjukkan bahwa dia bisa segalanya kepada Agam.
"Ibu kebelakang saja, biar Aileen yang bungkus, Ai bisa kok. Cepat lagi," ujar Aileen.
"Oh, begitu? Baiklah nak, ibu kebelakang. Ibu rasa juga kue satunya sudah jadi," tutur sang ibu.
Aileen mengangguk dan senyum lembut menghiasi wajahnya.
Berharap di perhatikan saat beraksi malah Agam sibuk dengan ponselnya. Aileen begitu kesal sehingga dia membanting box kue itu di atas etalase dan di depan Agam.
"Sudah selesai," ucap Aileen.
"Berapa?" tanya Agam, tanpa menoleh pada Aileen. Dia masih memantau pekerjaannya lewat ponsel itu.
Ish, dasar si ganteng songong. Enggak lihat apa ada cewek manis di depan mata, batin Aileen.
Jress!!!
Suara hujan turun dengan sangat deras. Agam sontak menoleh ke luar. Wajahnya terlihat kesal. Dia mengembalikan ponselnya ke saku celananya.
"Sial, berapa? Kenapa tidak lekas menjawab? Kamu benar-benar bisu?!" teriak Agam mengumpat Aileen.
"Lima puluh lima ribu rupiah," jawab Aileen dengan cepat, bukan karena takut tapi dia kaget dengan suara tiba-tiba Agam.
Agam mengeluarkan uang seratus ribu dan meninggalkan Aileen begitu saja.
Ting...
Agam keluar dari toko. Dia nekat jalanan dan menembus hujan. Dia menyesal kenapa tidak membawa mobil tadi. Namun Agam tetaplah Agam sekalipun pilihannya salah dia akan tetap mempertahankannya, sampai dia membuktikan sendiri bahwa pilihannya benar.
Seperti yang baru saja terjadi, sang ibu sudah bilang bahwa hujan akan turun tapi dia memilih membawakan motor dengan alasan agar sampai.
Selanjutnya bagaimana dengan kisah Agam dan Aileen?
Bersambung