Bab 40
Beberapa saat lalu, Ketika hujan masih mengguyur kota sore itu Darren tidak meninggalkan AIileen barang satu detik pun. Dia menyuapi gadis itu, juga membantu mengganti kain yang ada didahi wanita tersebut.
Aileen, tidak enak hati, sudah sejak pagi lelaki itu di sana, menjaga dirinya. Tentu saja dia meninggalkan mata kuliahnya demi Aileen. Gadis itu tidak tahu harus membujuk Darren seperti apa lagi. Hingga dia memilih untuk memainkan ponselnya. Membalas DM dari para pelanggan yang menanyakan apakah tokonya buka? Atau sekedar tanya kabar gadis yang selalu menghiasi layar ponsel kali ini.
Juga wajah yang terpampang di baliho-baliho besar di pinggir jalan. Follower Aileen meningkat drastis, sehingga apa yang dia jual kini memiliki ribuan pembeli, meskipun Aileen hanya di bayar Ketika masih memasarkannya saja. Setelah itu dia tidak mendapatkan kembali komisinya.
Satu berita yang mengejutkan, bukankah nitizen dan juga berita yang mengesankan selalu tampil di awal. Aileen membaca tiap-tiap berita yang tertulis di sana. Ada banyak nama yang terlibat, dan Aileen sangat mengenal keduanya.
Seketika gadis itu menatap Dareen, ia tengah menatap wajah Aileen dengan memuja. Senyumnya terus terukir tanpa memudar. Ailen segera mematikan ponselnya. Dia, menatap pria itu dengan iba. Berita itu adalah apa yang dilakukan oleh Agam pada Indra.
Satu persatu masalah keduanya seakan dimengerti oleh Aileen, alasan kenapa saat itu Agam mau menabrak Darren, kenapa dia begitu dingin, Aileen kini tahu alasannya. Entah kenapa, dia justru mengkhawatirkn pria itu.
“Darren, sebaiknya kamu pulang, aku yakin, mama dan juga papamu pasti cemas.”
Meskipun Aileen tahu di luar hujan sangat lebat, tetapi, jika Dareen tetap di sini tidak baik untuknya, dan Aileen tidak tenang melakukan aktivitasnya. Dia juga tidak mau merepotkan pria itu.
“Tidak, Leen. Aku akan tetap di sini. Menemanimu sampai kamu benar-benar sembuh,” balas Darren.
Aileen bergeleng. Dia tidak tahu harus membujuk dengan cara Apa lagi. Sejak berjam-jam lalu dia terus mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Ada ibunya yang menjaganya, tetapi Darren seakan menulikan telinganya.
“Kecuali kamu menerima tawaranku, aku akan pergi walau badai diluar sana,” imbuhnya.
Aieen menatap pria itu. “Apa? Tawaran apa? Darren jangan jadi gila,” sungut Aileen kesal.
“Jadi kekasihku.” Dengan dalam Darren menatap wajah gadis itu. Penuh pengharapan dan sangat ingin menjadi kekasih dari dia. Bukankah benar, bahwa persahabatan antara lelaki dan juga perempuan itu tidak ada yang tulus. Cinta selalu saja hadir kapanpun dia mau.
Aileen merangkus wajahnya. Dia frustasi, dengan jelas dulu dia mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang jauh lebih baik dari pada persahabatan. Darren dan juga dirinya bisa dekat kapapun, tanpa status. Namun, lelaki itu menganggap bahwa status kekasih jauh lebih nyaman ketimbang pertemanan mereka.
Aileen hanya ingin membuat lelaki itu pergi dan akhirnya, jawaban iya’ pun terlontar dari mulutnya. Terpaksa? Bisa dikatakan begitu. Darren harus mengetahui kondisi ayahnya, dia harus tahu berita itu dari keluarganya sendiri. Jangan sampai pemberitaan itu yang memberikan informasi padanya.
Hatinya akan sangat hancur, terlebih Darren harus mengejar gelarnya yang hanya tinggal satu tahun lagi. Dia tidak boleh berhenti sebelum semua impiannya tercapai. Aileen juga tidak mau melihat temannya itu jatuh, layaknya dia. Aileen jauh lebih kuat ketimbang Darren, jika untuk menghadapi masalah ekonomi.
Saat itulah, Aileen menjadi kekasih Dareen, tetapi bukan dengan perasaan yang tulus, lebih kepada kasihan dan ingin melindungi pria tersebut. Setelah mendegar jawaban Aileen, dia pun pergi. Benar-benar menembus hujan dengan sangat gembira.
Pertama kalinya dia memeluk Aileen dengan status yang berbeda, sagat erat dan juga penuh luapan cinta. Aileen membalasnya dan tersenyum canggung. Dia takut jika setelah ini masalah akan muncul diantara mereka. Aileen hanya tidak mau berseteru dengan Darren. Dia lelaki yang baik selama ini. Bahkan sejak dulu, Aileen tidak akan pernah mau bertengkar dengan pria itu.
Pagi harinya, Darren memang terasa pusing akibat terguyur oleh hujan. Namun, dia sangat bersemangat untuk bangun pagi, dia turun setelah siap dengan dirinya. Namun, tidak ada siapapun di ruang makan. Biasanya semua selalu menunggu Darren jika sarapan tiba. Akan tetapi kali ini benar-bear sepi. Hanya ada makanan di sana, tidak ada manusia yang menempati kursi-kursinya.
Darren, beringsut mencari kedua orang tuanya ke kamar. Benar saja, keduaya berada di sana. Almira memeluk suaminya yang tengah menatap keluar jendela.
“Pa, Ma? Kalian sudah sarapan?” Suara Darren sangat ceria, dia berjalan mendekati keduanya. Kemudian duduk di bibir ranjang.
Almira menatap anaknya, dan kemudian duduk di samping anaknya. Dia memeluk pria itu, dan terisak di sana. Almira mengatakan bahwa Indra sejak kemarin tidak mau makan apapun. Darren tersentak, lantas Almira menjelas akar permasalahannya.
Namun, sampai detik ini, keduanya bahkan tidak menjelaskan siapa dan mengapa Agam melakukannya. Di mata Darren, Agam sangat terlihat buruk dan jahat. Tega memghancurkan keluarganya. Sejak saat ini lah Darren mengibarkan bendera peperangan dengan pria itu.
Bujuk rayunya juga tidak membuat Indra mau keluar dari kamar, walaupun sang ibu telah membawakan makanan ke kamar, dia juga tidak mau menyentuhnya. Kini Almira pun seakan di buat kelabakan dengan sikap Indra. Tidak tahu apa yang dipikirkan oleh lelaki itu.
Selama ini, jika ada apa-apa, dia selalu bercerita, sejak dulu Almira selau tahu rahasia apa yang disembunyikan Indra. Namun, kali ini Indra seakan bungkam, dengan semua yang terjadi. Banyak sekali masalah yang disembunyikan oleh pria itu. Termasuk isi hatinya.
Hingga kini, Darren ada di rumah Aileen, dengan niatan ingin berbagi kesedihan itu. Dia ingin meminta bantuan Aileen untuk membujuk sang ayah, agar dia mau makan walaupun sedikit. Keduanya sangat dekat dulu, Indra pun sudah menganggap Aileen sebagai anaknya sendiri. Akan tetapi, kenyataan bahwa Agam ada di rumah Aileen, membuat Darren geram, terlebih Aileen terlihat sangat perhatian dengan dirinya.
“Aileen, jawab. Kamu tahu masalah ini?” Darren mencengkeram lengan kecil Aileen.
Sangat kuat sampai gadis itu merasakan kesakitan. “Ah— hah— Aku tidak tahu Darren, apa? Masalah apa yang kamu maksud?"
Aileen harus berpura-pura tidak tahu, benar bukan dugaannya bahwa masalah akan selau datang ketika satu hubungan baru dimulai.
“Kamu bohong kan? Aileen kamu tahu dari berita di ponselmu kan? Jawab!” bentak Darren.
Aileen melepaskan cengkeraman tangan Darren, tangannya membekas merah. Kulit Aileen yang putih membuat sedikit saja sentuhan kasar selalu terlihat dengan jelas jika dia tersakiti.
“Kamu kenapa sih?! Aku bilang aku tidak tahu apa-apa. Sakit! Tega kamu, ya,” cerca Aileen.
“Kamu dusta!”
Darren tidak terima dengan jawaban Aileen, seakan gadis itu menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Aileen bergeleng melihat ekpresi menakutkan Darren, baru kali ini dia melihat kemarahan sahabatnya itu.
“Darren, kamu mau aku mengatakan apa?! Kamu mau aku berbohong dengan mengatakan iya’ begitu?! Padahal aku tidak tahu yang terjadi dengan kamu!” balas Aileen.
“Cukup! Kamu suka dengan pria itu bukan?! Katakan!”
Kini lelaki itu justru mengalihkan pembicaraan yang dari awal tidak mereka perdebatkan. Aileen tersenyum getir, harus serumit inikah berpacaran? Batinnya.
“Darren! Kamu kenapa sih?! Apa salah aku menolong dia?! Oh— jadi sekarang begitu, Ketika aku menjadi kekasihmu kamu bebas menuduhku? Pergi! Pergi dari rumahku! Dinginkan kepalamu! Kamu gila!” Aileen meninggalkan Darren sendirian.
Bukan itu yang diinginkan Aileen, dia diam dan berpura-pura tidak tahu hanya karena ingin tahu dari lelaki itu. Agar dia bercerita, dan Aileen siap mendengar semua keluh kesahnya. Layaknya dulu, ketika Aileen selalu meminta pendapat dari Darren.
Namun, kini, dia justru di tuduh, dengan tuduhan yang tidak masuk akal. Oke dia salah dalam berbohong karena mengatakan tidak tahu. Namun, kembali lagi pada alasan Aileen menutupinya.
Darren kacau, dia menjambak rambutnya, Darren memutuskan untuk pergi dari rumah itu. Meninggalkan Aileen dengan kemarahannya begitupun dengan dirinya yang pergi dalam kondisi yang sangat murka.
Aileen melihat kepergian Darren, dia sedih dengan semua ini. Salahkah Aileen yang menolog Agam? Dia hanya membalas budi, salah jika dia menutupi kebenaran tentang info itu? Haruskah dia mengatakan kalau dia tahu? Dan semakin membuat hati Darren hancur?
Belum lagi jika Dareen berpikir bahwa Aileen menerima dirinya karena kasihan? Meskipun begitu, Aileen juga serius menjalin hubungan dengan dirinya. Sedikitpun Aileen tidak ada niatan mempermainkan lelaki itu.
“Maaf, kenapa sih, ada pacaran jika harus berakhir seperti ini?” lirih Aileen, dia melihat Darren yang menaiki motornya. Sebelum Darren berhasil menyalakan motonya. Aileen berusaha untuk mengejarnya.
Dia akan meminta maaf. Darren butuh teman saat ini, Aileen tidak mau membuat lelaki itu sedih sendirian. Ini tidak adil untuk Darren. Namun, Ketika Aileen membuka pintunya. Lelaki itu sudah melesat dengan cepat bak angin.
Panggilan Aileen pun tidak akan terdengar olehnya. Aileen berusaha menghubugi pria itu, tetapi tidak juga kunjung diangkat. Aileen menyesal mengulur waktu untuk menahan Darren, gadis itu tidak mau, pria itu berbuat yang tidak-tidak.
Aileen kembali ke rumah, dia masuk ke kamar dan…