Tepat jam dua belas tengah malam. Aku masih belum bisa melelapkan mataku karena masih menunggu dokter Rafa datang dan memberitahukan aku semua kebenaran. Seperti yang sudah dijanjikannya.
“Ah! Akunya saja yang bodoh karena terlalu percaya pada dokter Rafa.” gumamku hampir saja berputus asa.
Seketika
Aku mendengarkan bunyi suara gagak, agak aneh sih karena rumah sakit ini berdiri tepat di jantung kota. Dari mana coba datangnya suara gagak itu. Namun kemudiannya..
“Aroma ini? Bukankah ini aroma khasnya dokter Rafa.”
Aku mencium aroma sitrus yang begitu pekat menusuk indra penciumanku. Aku yakin sekali kalau dokter Rafa sudah pun berada di dalam kamar rawatku pada saat ini. Hanya saja aku yang tidak bisa melihatnya.
“Dok, apakah dokter Rafa sudah ada disini?” tanyaku sambil mengedarkan tatapan ke setiap penjuru ruangan.
“Aku disini.”
Pria tampan penuh misterius itu muncul tiba-tiba di samping aku. Membuat aku seketika berjengit kaget. Sepertinya aku harus mulai terbiasa dengan kondisi ini deh.
“Kamu sudah siap?”
“Sudah dari tadi dok. Tapi diluar ada dua ajudannya papa sedang berjaga. Bagaimana aku bisa keluar?” tanyaku pada pria itu.
“Tutup matamu.”
“A-apa?”
“Tutup matamu nona Jessica.” titahnya padaku.
Aku lantas menutup kedua belah mataku tanpa harus bertanya lebih lanjut lagi. Jika saja dia mau membunuhku. Aku hanya tinggal terima nasib. Toh sebentar lagi aku juga akan mati dengan cara yang cukup miris sekali.
“Buka!”
Sesuai perintahnya. Aku perlahan membuka kelopak mataku “loh inikan rumah aku!” pekik ku tertahan.
Aku mendadak sudah kembali kerumah saja. Dan tiba-tiba aku mendengar suara jeritan seorang wanita dari lantai atas. Suara itu..
‘Sepertinya dia sedang kesakitan, siapa dia sebenarnya?’ batinku penasaran.
“Arrggg!!!!”
“Dok, itu suaranya siapa?” tanyaku pada pria misterius di sampingku ini. Dan belum sempat pria itu menjawab pertanyaanku barusan. Aku lantas menarik Rafa ke samping untuk bersembunyi di balik sofa.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Itu ada pembantu yang mau lewat. Nanti mereka-”
“Mereka tidak bisa melihat kita Jessica. Ayo!”
Rafa memotong dengan cepat kalimatku barusan. Kemudian menarik pergelangan tanganku, berjalan menaiki undakan anak tangga. Tangannya begitu dingin sekali, seperti tidak ada darah yang mengalir di dalam tubuhnya.
“Kita mau kemana?” tanyaku penasaran, karena sedari tadi Rafa sepertinya belum menjelaskan maksudnya membawa aku ke tempat ini.
“Apa kamu ingat suara jeritan wanita itu tadi?”
Aku mengangguk “Iya aku ingat, suaranya dari atas sana.” ujarku lantas menunjukkan pada sebuah kamar yang berada di lantai dua.
Rafa kemudian mengajakku melanjutkan langkah menuju kamar yang memiliki aura mencekam itu.
“Buka pintunya.” perintah Rafa padaku.
“Aku takut.” cicitku yang tidak bisa menyembunyikan perasaanku saat ini.
Rafa meremas daguku, memaksa aku untuk menatap padanya. “Kamu pernah mati satu kali, lalu apa yang kamu takutkan hmm?” tanya Rafa padaku dengan tatapan tajam.
Rafa benar juga, aku pernah mati bukan? Aku menekan tuas dan menolak daun pintu. Ternyata di dalam sana ada seorang wanita paruh baya yang sedang di pasung. Begitu menyedihkan sekali. Aku seperti pernah melihat wajah itu. Namun siapakah dia.
“Namanya Syena Argawijya.” bisik Rafa ke kupingku.
“Mama! Jadi dia mama aku? Kenapa dia dipasung?” tanyaku dengan kedua bola mata yang melotot sempurna.
“Jika kau masih mau hidup, katakan padaku dimana kau sembunyikan wasiat itu Syena!”
Suara itu.. Itu adalah suaranya papa. Sekali lagi aku menuai shock! Kenapa papa malah tega berbuat jahat pada mama.
“Bunuh saja aku Wisnu, aku tetap tidak akan pernah mengatakan semuanya padamu. Kau itu adalah serigala yang berbulu domba! binatang!”
“Kamu jangan pernah lupa Syena, binatang inilah yang sudah menutup aibmu. Mengakui kalau Jessica itu adalah putriku, lalu menelantarkan putri kandungku sendiri.”
Duar!!
Perkataan papa itu tadi hampir saja membuat aku putus napas, ternyata aku bukan putri kandungnya papa. Lalu siapakah sosok ayah kandungku?
“Ayo!”
Rafa mengajak aku pergi dari sana namun aku kekeh tidak mau meninggalkan ruangan itu. Aku masih penasaran kelanjutan yang terjadi pada mama.
“Sebentar lagi.” pintaku.
“Waktu kita tidak banyak Jessica.”
Mendengarkan itu, aku hanya bisa turut. Melangkah dengan perasaan tidak rela meninggalkan kamar yang menjadi saksi kekejaman Wisnu pada mamaku.
“Sekarang kita ke kamarmu.”
Setelah tiba di kamarku, aku melihat diriku sendiri sedang menggayakan gaun malam berwarna merah dan sedang mematut penampilanku di depan cermin. Di sampingku ada Anita. Temanku itu tersenyum padaku namun aku bisa melihat jika tidak ada keikhlasan di balik senyumannya itu.
“Jess, aku ke kamar sebelah sebentar ya, mau touch up dulu sebelum acara kamu di mulai.” Anita pamit dan aku hanya mengangguk melepas kepergiannya.
“Ikuti dia.”
Sesuai perintah Rafa. aku mengikuti Anita sehingga masuk ke kamar samping dan ternyata di dalam kamar itu sudah menunggu Marcell suamiku!
“Sayang, aku cemburu!” rengek Anita
“Kenapa kamu harus cemburu pada seorang perempuan yang sebentar lagi akan menjadi pasien sakit jiwa hmm?”
“Apa rencana kamu sama papa?”
Papa? Siapa yang dimaksud Anita sebagai papanya? Apakah masih ada orang lain lagi di dalam rumah ini. Hatiku berdebar.
“Papa kamu sedang memberikan pelajaran pada wanita tua itu. Setelah puas bermain dengannya. Om Wisnu akan membuang wanita itu ketengah hutan dan mengambil semua hartanya.
langkahku mundur beberapa langkah ke belakang, ternyata Anita adalah putri kandungnya si b******k Wisnu yang aku anggap sebagai papa kandungku sendiri.
“Kenapa kalian tidak menghabisi aja nyawanya Jessica itu. Aku sudah bosan harus berpura-pura baik padanya. Melihat kamu yang melayani dia dengan baik juga membuat aku pengen sekali mencakar wajahnya yang sok cantik itu!
“Apakah kamu mau hidup miskin hmm? Aku harus menjadikan Jessica sebagai pasien sakit jiwa. Agar aku bisa dengan mudah menguasai semua miliknya. Jika Jessica divonis sakit jiwa. Maka aku sebagai suaminya berhak ke atas semua perusahaan, aset ,uang , pokoknya semua yang menjadi milik perempuan itu. Setelah semuanya berpindah tangan. Maka kita akan mengakhiri hidupnya. Biarkan dia menyusul ibunya ke neraka.
Tanpa sadar, bulir bening mulai meleleh menuruni kedua belah pipiku. Mereka itu binatang. Demi harta yang aku miliki. Mereka begitu tega menyakiti aku sehingga sanggup membunuh.
Kedua tanganku terkepal di kedua sisi tubuhku. Melihat dua orang di depanku itu yang saling memagut membuat perutku mendadak mual.
Aku menyesal karena pernah mempercayai Marcell, aku juga menyesal karena terlalu mencintai pria yang hanya mencintai hartaku.
“Dokter Rafa.” aku memutar tubuh dan menatap tepat pada wajah tampan nan pucat itu.
“Katakan,”
“Aku mau merubah takdirku. Apakah kau mau membantuku untuk membalaskan dendam pada mereka semua?” tanyaku. Menggantung sepenuhnya harapan pada pria asing di hadapanku ini.
Ku lihat dalam samar, Rafa mengangguk setuju. “Aku akan membantumu. Pekerjaan apa yang bisa kamu lakukan?”
“Aku adalah siswi lulusan universitas terbaik Mississippi. Izinkan aku masuk ke dalam tim mu untuk menjadi dokter anestesi.” ucapku dengan percaya diri.
“Akan aku usahakan. Sekarang kita harus pergi dari sini. Tutup matamu”
Aku menutup mata dan menit kemudiannya, di saat aku kembali membuka mataku. Aku telah kembali ke kamar pasien dan dokter Rafa juga sudah menghilang.
“Marcell, Anita, Wisnu. Kalian tunggu pembalasanku.”