DELAPAN

1092 Kata
MICHAEL JONAZ POV Aku menghardik pergelangan tangan Queen dengan sangat kasar, saat akan keluar dari mansion milik Gregory Sebastian. Bahkan tak ada niatku untuk mencari keberadaan Greg di mana, karena ia pasti sengaja menyembunyikan diri demi misi yang kami sepakati tadi. "Keluarkan aku dari sini, Mike! Aku tidak mau ikut bersamamu!" teriak Queen, membuatku menatapnya sekilas. Kuabaikan ucapannya, karena bagiku itu adalah hal gila jika aku melakukannya. Bagaimana bisa aku melepaskan Queen, sementara aku masih sangat membutuhkannya. "Oh, ya Tuhan. Tolong perbanyak amunisi kesabaran dalam diriku, agar aku tidak berbuat nekad dengan mengikat kaki dan tangannya atau membungkam mulut cantiknya itu dengan sebuah kain," batinku terus melajukan mobil sport milikku. Dua puluh menit berpacu di jalanan kota Texas, akhirnya aku kembali mendengar teriakkan keras dari pita suara Queen, "Apa kau ingin membunuhku, hah?! Pelankan kecepatan mobil sialanmu ini!" yang pada mulanya ia sudah tak mau lagi berbicara denganku. Satu tarikan di sudut bibir kiriku tertarik ke atas, namun aku mengabaikan segala hal tentangnya untuk sementara waktu. Alhasil Queen kembali berteriak tak jelas untuk kedua, ketiga dan kesekian kalinya, karena memang aku tak mau menuruti permintaannya. "Sabar, Baby! Ini sengaja aku lakukan agar kita cepat sampai menuju ke mansionmu tadi. Jadi berhentilah berteriak dan persiapkan tenagamu untuk sesuatu yang pantas diteriakkan," batinku terkekeh dalam hati. Tak sampai tiga puluh menit kemudian, mobil sport milikku sudah kembali masuk ke dalam pekarangan mansion super mewah yang baru saja kubeli untuk wanita disebelahku. Sekilas kepalaku menoleh ke arah Queen berada dan matanya membulat besar menatapku, hingga membuatku sedikit terkejut. "Apa, hah? Kenapa baru melihatku sekarang?" ujarnya bersamaan dengan mobil yang sudah berhenti bergerak. "Memangnya kau ingin kita celaka, karena mataku terus menatap ke arahmu?" sinisku menjawab ucapannya dan membuka pintu mobil untukku. Kudengar dia berteriak lagi di sana, namun aku lebih memilih untuk memutari mobil dan membukakan pintu untuknya. "Aku tidak mau turun dari sini!" tegasnya melipat kedua tangan di d**a. Kurasa ia menunggu jawaban dariku, tapi aku yang sudah diselubungi kekesalan, lebih memilih untuk menurunkan jok mobil yang ia duduki dan menindih tubuhnya. "Hemphhh... Mike-- Hemphhh...!" lalu membungkam bibirnya dengan bibirku. KREKKK... Aku bahkan merobek gaun berbahan sutera yang ia kenakan, hingga memperlihatkan dua gundukan di dadanya. "Sial! Siapa yang ingin kau goda sampai kau tidak menggunakan cup untuk menutupi daging nikmatmu ini, Queen! Kau sengaja melepasnya ketika berada di dalam taksi saat pergi ke mansion Greg tadi, bukan?! Katakan cepattt...!" teriakku meremas sekaligus menggigit puncak p******a Queen yang membusung di depanku. "Oughhh...! Shittt...! Sakit, Mikeee...!" dan dia pun meracau hebat sembari menarik keras rambutku. "Apa yang sudah kalian lakukan berdua tadi, Queennn...! Apa Greg menyentuh milikku ini, hah?! Apa kau memberikannya seperti biasa dan mengabaikan semua larangankuuu...!" "Achhh... Ti..dak, Mikeee... Aku tidak-- Oughhh...!" desah Queen menampik tuduhanku. Karena aku sudah tak sabar memberi hukuman, akhirnya aku membuka sabuk pengaman yang Queen kenakan dan dengan cepat tubuhnya kubawa masuk ke dalam mansion. "Turunkan aku, Mikeee... Aku tidak mau dengan pria yang suka dengan anal s*x sepertimu!" teriak Queen. Deg Dan jantungku seakan terhenti dengan penuturannya itu. "Dia pernah diperkosa oleh pria yang katanya adalah suami dari madam Marimar, si mucikari di club tempatnya bekerja saat masih menjadi seorang pelayan, Mike. Queen sangat anti dengan hubungan s*x melalui lubang bagian belakang. Sudah sangat banyak pria yang masuk daftar hitam versi dirinya, termasuk Filemon yang katanya pernah mendapat pukulan di pangkal paha saat ingin melakukan anal s*x dengannya." Segera saja penjelasan panjang lebar dari Greg di telpon tadi, mengisi pikiranku kembali. Seketika hawa panas di dalam dadaku seolah padam, karena terkena badai salju yang turun atas ucapan yang Queen lontarkan. Sehingga kakiku hanya mampu melangkah sampai ke sofa ruang tamu yang kebetulan berada di depan mataku, lalu menatap dua mata indah itu dalam diam saat tubuhnya sudah mendarat sempurna di sana. Tiga detik kemudian bibirku mengeluarkan serentetan kata-kata, "Aku tidak serius dengan ucapanku itu, Honey. Tolong jangan kekanankan hanya karena masalah sepele seperti ini. Jujurlah denganku jika aku melakukan kesalahan dan berikan hukuman apa pun sesukamu, Queen. Tapi tidak dengan meninggalkan aku karena..." namun aku tak sanggup menyelesaikannya. "Karena apa, Mike? Karena tubuhmu sudah kecanduan dengan tubuhku? Karena kau ingin terus memperlakukan aku seperti boneka? Atau karena kau belum puas denganku?" sahut Queen, "Katakan, Mikeee...! Katakan kenapa aku tidak boleh meninggalkanmuuu...!" lantas berteriak keras menuntut jawaban yang pasti dariku. Sayang sekali aku tidak bisa menjelaskan apa pun saat itu, karena mulutku seolah kaku dan tak dapat digerakkan. Sehingga yang bisa kulakukan hanyalah menarik tubuhnya dan memeluk dengan sangat erat. Deg deg deg deg deg deg Saat itu pun degupan jantungku tak bisa dikendalikan menjadi normal seperti biasanya, maka mungkin kini Queen sudah mendengar bunyi tersebut, karena memang telinganya kuletakkan di dadaku. "Mike, kau--" "Jika kukatakan bahwa aku mencintaimu padahal kita baru saja bertemu, apakah kau percaya padaku?" tanyaku dan Queen dengan segera melepaskan diri. Kukira ia akan menjawab pertanyaanku dengan sejuta penolakan akibat sikap kasarku sedari tadi, tapi ternyata ia segera melumat bibirku dan tangannya juga bermain dipangkal pahaku. "Aku juga mencintaimu, Mike. Aku janji tidak akan meninggalkan atau pun membantah semua ucapanmu. Cup," jawabnya kembali melanjutkan lumatan nikmat di bibirku. Alhasil jangan tanyakan apa yang terjadi di antara aku dan juga Queen selanjutnya, karena tanpa bisa menunda-nunda waktu, pergulatan panas pun kami lakukan di atas sofa tersebut. "Masuki aku, Mikeee... Achhh... Aku menginginkanmu lebih dari apa pun saat ini. Ssttt..." desah Queen membuat tubuhku seakan terbang ke angkasa. KREKKK... Gaun sutera yang sudah aku robek saat kami masih berada di atas mobil, kembali terkoyak hingga menjadi tak berbentuk dan Queen pun melakukan hal yang serupa denganku. "Pelan-pelan, Sayang. Kau membuat kancingnya terlepas semua," ujarku sembari terkekeh, akibat melihat bagaimana kemeja yang ku kenakan hanya menyisakan satu kancing teratas. Akan tetapi Queen seakan tuli dengan ucapanku, "Ough shittt...!" bahkan p****g payudaraku kini menjadi objek gigitan serta lumatannya. Tak ayal aku meracau nikmat sembari meremas erat payudaranya secara bergantian, kemudian setelah itu aku tak bisa lagi mengendalikan diri ketika Queen membalikkan keadaan dan memposisikan diriku sebagai seorang raja. "Queennn... Achhh..." racauku saat lidahnya sampai di lubang kecil yang berada di ujung kejantananku. Selanjutnya percintaan nikmat dengan keadaan Queen berada di atas tubuhku, kembali terjadi. Namun aku sangat kesal karena ia melakukan itu ketika aku hampir mendapatkan pelepasan atas kegiatan blow job yang ia berikan. Dalam hati, aku merapalkan janji yang akan segera kuwujudkan, "Aku berjanji akan segera melepaskan Elis demi kelanjutan hubungan nikmat kita ini, Babyyy... Aku janjiii... Ughhh..." apalagi jika bukan mengakhiri kegilaanku dengan Elisabeth Mayer. Aku tak peduli Elis akan mengamuk atau tidak, asalkan kebahagiaanku tetap utuh bersama Queen Madison.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN