CHAPTER-2. I DON'T CARE

1608 Kata
JACKSON mengumpat dalam hati saat melihat ekspresi Beverly. Bukannya takut, wanita itu justru menyunggingkan senyum manisnya. Jantung sialannya melompat-lompat tidak karuan. "Dan kau pikir aku takut dengan ancamanmu, begitu?" tantang Beverly. Wanita itu mendorongnya hingga terpaksa Jackson mundur beberapa langkah. Beverly berlajan melewatinya. Namun Jackson mencekal tangan wanita itu. "Kau mau kemana?" tanyanya dengan nada tinggi. "Buang air besar." jawab Beverly santai. "Apa kau mau ikut?" Jackson memandang wanita itu dengan mulut menganga. Wanita macam apa Beverly ini? Yang jelas, di mata Jackson Beverly bukanlah wanita anggun yang seharusnya memiliki sopan santun tinggi layaknya seorang wanita. Beverly justru tampak seperti wanita bar-bar yang lahir dari keluarga tidak berpendidikan. "Minggir!" Beverly menepis tangan Jackson dan melangkah mencari toilet. Begitu menemukan toilet, Beverly masuk dan keluar lima detik kemudian. "Kau punya handuk bersih?" tanyanya pada Jackson. Dengan hati dongkol, Jackson menunjuk lemari di dekat jendela, tempat ia menyimpan handuk bersih. "Terima kasih. Aku harus mandi. Badanku lengket." Ucap Beverly seraya berlalu meninggalkan Jackson. Jackson melipat tangan di depan d**a. Seharusnya, dia membuat Beverly menderita. Bukan malah dirinya yang menderita karena ulah Beverly. Belum genap 2x24 jam Jackson menculik Beverly, wanita itu sudah membuatnya sangat menderita. Jakcson berlajan menuju kulkas lalu mengambil air dingin dan meneguknya. Pria itu sudah bertekad akan membuat Beverly menderita. Jadi, dia tidak ingin rencananya gagal hanya karena Beverly adalah wanita bar-bar yang ternyata memang tidak cengeng. Dasar bar-bar. Batin Jackson. Kesal dengan ulah Beverly, Jackson kembali ke kamarnya. Bukan hanya badan Beverly yang lengket. Badannya pun tak kalah lengket. Jackson membuka celananya dan berdiri di bawah shower. Air yang mengalir dari shower itu benar-benar mampu menghilangkan beban pikirannya selama ini. Jackson mengambil bubble bath dan menggosokkannya ke seluruh badan. Rambutnya yang pirang juga tak lupa dicucinya. Ritual mandinya pun selesai. Namun, saat Jackson akan mengguyur tubuhnya lagi dengan air, terdengar suara berisik dari luar kamarnya. Jackson mengumpat kasar. Lagi-lagi, wanita bar-bar itu mengganggu hidupnya. Dengan cepat, Jackson menyelesaikan ritual mandinya dan mengenakan haduk seadanya. Handuk putih itu hanya membalut bagian pinggangnya hingga ke lutut. Jackson membuka pintu dengan kasar. Hal pertama yang ingin ia katakan adalah, sialan! Apa yang kau lakukan! Apa kau tidak tahu aku sedang mandi! Kenapa kau selalu berteriak? Memangnya kau pikir kita tinggal di hutan?! Namun, semua kata-kata Jackson teredam di tenggorokannya saat ia melihat Beverly berdiri di depan pintu kamarnya hanya dengan mengenakan handuk yang menggantung di dadanya. Rambut wanita itu tergerai indah, sedikir berantakan tetapi justru terkesan sexy! Jackson meneguk salivanya kasar. "Apa kau punya pakaian yang layak untukku?" Beverly memandang Jackson dengan tatapan merendah. Jackson benar-benar naik darah dibuatnya. "Aku tidak mungkin memakai handuk sepanjang hari 'kan?" "Sayangnya, tidak!" ucap Jackson ketus. "Bukan urusanku kau mau pakai baju atau tidak." Beverly menyerngitkan keningnya. "Oh. Baiklah kalau begitu." Wanita itu kemudian berlalu meninggalkan Jackson yang masih menganga sekaligus kesal. Jackson melihat bagaimana b****g sekal Beverly berayun indah di balik handuk tipis miliknya. Sial! Umpatnya dalam hati. Jackson kembali ke kamarnya, mengambil pakaian lalu memakainya. Lima menit kemudian, dia sudah berada di dapur. Jackson menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Saat tangannya memotong beberapa kentang untuk digoreng, tatapannya tertuju pada sosok yang masih mengenakan handuk yang kini berdiri di taman belakang rumahnya. Jackson meletakkan pisau dan berdiri di dekat jendela kaca, mengamati Beverly. Beverly terlihat sedang mencuci pakaian yang ia kenakan saat Jackson menculiknya. Wanita itu bersandar di dekat mesin cuci. Tatapannya tertuju pada segerombolan burung yang terbang melintasi awan. Beverly mendendangkan lagu yang tidak dipahami oleh Jackson. Suaranya bisa terbilang merdu. Dan darah sialan Jackson berhenti di nadinya. Selesai mencuci pakaiannya, Beverly menjemur pakaian itu. Cuaca terik siang ini, wanita itu pasti berpikir pakaiannya akan segera kering kalau dia mencuci dan menjemurnya sekarang. Jackson tersenyum, Beverly pasti berpikir memakai pakaian lamanya setelah baju-baju itu kering. Jackson meneguk salivanya ketika Beverly membuka handuk yang dipakainya. Tubuh polos wanita itu terpampang jelas di depan matanya. Instingnya sebagai laki-laki memperingatkan Jackson untuk menerkam wanita itu dan menindihnya hingga Beverly kehabisan napas. Namun, instingnya sebagai musuh Beverly memperingatkan Jackson untuk menyeret wanita itu dan membuangnya ke laut! Astaga. Beverly mengambil handuk bersih yang masih menggantung di jemuran, handuk miliknya. Tatapan Jackson tidak beralih dari setiap gerakan yang Beverly ciptakan. Setelah memasukkan handuk bekas yang baru saja dipakainya ke dalam mesin cuci, Beverly lalu menyampirkan handuk baru itu di depan tubuhnya sehingga menutupi p******a dan sesuatu di bawah pusarnya. Jackson mengerang, wanita itu duduk manis di atas pagar rumahnya. Rambutnya tergerai indah, menambah pesona seorang Beverly Montano. Jackson tersentak ketika Beverly tiba-tiba memandang ke arahnya. Wanita itu tersenyum miring. "Kau pikir aku tidak tahu kau di sana?" tanya Beverly dengan suara khasnya. Berhubung sudah tertangkap basah, Jackson akhirnya keluar dari persembunyiannya. Pria itu membuka jendela dan keluar melalui jendela. "Apa yang kau lakukan di sini? Kau pikir ini rumahmu? Kau bisa seenaknya telanjang di rumahku!" ucap Jackson dengan nada meremehkan. "Oh, jadi ini semua salahku? Begitu?" Beverly melilitkan handuknya di atas d**a. "Kau sendiri yang menculikku dan sekarang kau juga yang menyalahkan aku? Demi Tuhan, manusia macam apa kau ini?" "Jaga bicaramu!" bentak Jackson. "Baiklah, baiklah. Aku ini tawananmu. Aku yang salah. Dan kau yang benar. Kau puas sekarang?" Bukannya puas dengan pernyataan Beverly, Jackson justru semakin kesal dibuatnya. Beverly memutar bola matanya, "Kau menyiksaku dengan tidak memberiku pakaian yang layak bukan? Aku menerimanya. Kau pikir aku akan tersiksa hanya karena kau tidak memberiku baju?" Beverly mendekat pada Jackson hingga wajah mereka nyaris bertabrakan. "Kita lihat saja siapa yang akan tersiksa di sini." Kemudian, Beverly mencium pipi Jackson dan berlalu meninggalkan pria itu. ** Sebenarnya, Beverly juga merasa risih jika harus memakai handuk sepanjang hari. Namun ia tidak punya pilihan lain. Jackson tidak memberinya pakaian yang layak. Dan Beverly juga tidak mungkin memakai celana dalam Jackson. Setelah mencium Jackson, wanita itu kembali ke dalam rumah. Ia memutuskan untuk pergi ke dapur dan mencari sesuatu untuk dimakan. Beverly lupa kapan terakhir kali dia makan. Perutnya benar-benar kosong. Beverly mengambil apel di kulkas dan memakannya tanpa mengupas terlebih dahulu. "Aku tidak mengijinkanmu memakan makananku!" Beverly tersentak ketika Jackson tiba-tiba berdiri di belakangnya. Embusan napas lembut keluar dari tenggorokan Beverly. Ia berbalik dan tersenyum lembut kepada Jackson. "Oh, maafkan aku." Ucap Beverly. Wanita itu meninju perut Jackson pelan sehingga Jackson membuka mulut dan Beverly memasukkan apel sisa miliknya ke dalam mulut Jackson. Jackson membulatkan matanya. "A-p-pph!" "Kau melarangku makan apel ini? Sekarang kau bisa memakannya semua!" seru Beverly lalu pergi meningglkan Jackson. Ungtung saja, Beverly terbiasa makan dengan porsi kecil. Separuh buah apel cukup untuk mengganjal perutnya. Beverly kembali ke kamar dan mengurung diri di sana. Lebih baik mengurung diri di dalam kamar, bersembunyi di balik selimut, meski tanpa pakaian daripada harus menghadapi Jackson. Selang sepuluh menit kemudian, Beverly mendengar suara ketukan di pintu kamar. Wanita itu engganbegerak dari posisinya. Biarlah kalau Jackson ingin menembak kepalanya. Beverlytidak peduli. Beverly semakin mengubur diri di dalam selimut, menenggelamkanseluruh tubuhnya dan memejamkan mata kuat-kuat. Terdengar suara langkah kaki, Beverly menduga suara itu adalah langkah kaki Jackson. "Apa-" suara Jackson teredam saat ia berhasil membuka selimut dan menemukan Beverly tanpa sehelai kain pun. Beverly menutup buah dadanya kedua tangan. Tatapannya terarah pada ekspresi kaget yang muncul di wajah polos Jackson. "Apa yang kaulakukan di sini?" sentak Beverly. Wajah Jackson merah padam. Ia tidak menyangka menemukan Beverly dalam keadaan seperti sekarang. Ia juga tidak menyangka kalau Beverly ternyata memiliki bentuk tubuh yang menggoda bak­--- "Aku mengetuk pintu. Kenapa kau tidak menyahut?" seru Jackson. "Kepalaku pusing!" sentak Beverly tak kalah keras. "Jangan berbohong!" "Oh!" Beverly mendengus. "Apa maumu? Aku bosan berdebat denganmu." Jackson terkekeh geli. "Bosan? Seharusnya aku yang mengatakannya." "Kalau kau bosa denganku," Beverly menarik selimut dan kembali menutup dadanya. "Buang saja aku ke laut. Biarkan paus-paus di luar sana memakanku." "Omong kosong." Jackson melempar sepasang pakaian dalam ke wajah Beverly. " Di sini tidak ada paus." "Oh, ya?" Beverly menyingkirkan pakaian dalam itu dari wajahnya. "Bagaimana kau tahu?" "Aku sudah tinggal di sini selama bertahun-tahun. Jadi aku tahu makhluk apa saja yang tinggal di sini." Jackson melirik pakaian dalam Beverly. "Pakai itu. Aku akan menunjukkan Sesutu padamu." "Apa ini pakaian bekas?" "Tidak. Pakai saja. Masih untung aku memberimu pakaian. Jangan banyak protes!" "Siapa yang protes?" Beverly melempar bantal ke wajah Jackson. "Aku hanya bertanya. Apa kau tidak bisa membedakan antara bertanya dan memprotes? Dasar menyebalkan." Tanpa mengindahkan pertkataan Beverly, Jackson keluar dari kamar itu dan membiarkan Beverly mengganti pakaian. Jackson mengambil sepotong kue di dalam kulkas lalu memasukkannya ke mulut. Hari ini, Jackson berencana menyuruh Beverly membersihkan kolam renangnya. Dulu sekali, Maria yang menginginkan rumah mereka memiliki kolam renang. Semenjak Maria tinggal di Paris dan dirinya di Dubai, kolam itu menjadi terbengkalai. Beverly berdiri di dekat pintu kamar dengan mengenakan pakaian dalam berwarna merah menyala. Celana dalam berenda serta bra merah membalut dadanya dengan sangat pas. Wanita itu mendesah pelan. Jackson pasti sudah gila telah menyuruhnya keluar rumah dengan hanya mengenakan celana dalam. "Kita mau kemana?" tanya Beverly seraya bersandar di depan pintu. Jackson menoleh, melihat Beverly dalam balutan pakaian dalam itu membuanya tersedak roti. "Apa yang kaulakukan?" tanyanya untuk menutupi kegugupan. "Apa? Salah lagi?" "Kenapa kau hanya memakai pakaian dalam?!" "Lantas? Apa lagi yang harus kupakai? Kau memberiku pakaian ini, bukan?!" Jackson mendengus, ia lupa memberi baju pda Beverly. "Kau benar-benar merepotkan!" "Kau beanr. Seharusnya kau tidak menculikku kalau kau tahu aku merepotkan." "Dan melupakan yang telah kau lakukan padaku? Aku tidak akan melepaskanmu sebelum aku berhasil memnuatmu menderita dan membunuhmu." "Do what you wanna do. I don't care." Beverly mendekati Jackson dan mendorong pria itu hingga Jackson menabrak tembok. Lalu dengan tangan cekatannya, Beverly menarik kaos Jackson melewati kepala pria itu dan memakainya. "Begini lebih baik." Gumamnya pada diri sendiri. Maaf ya, ini yang di sandera Beverly tapi yang sengsara Jackson!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN