CHAPTER-4. THE SWEET GIFT.

1612 Kata
JACKSON bisa melihat sorot terkejut yang terpancar jelas di wajah Beverly. Entah apa yang membuat wanita itu tampak begitu kaget dengan pertanyaannya. Dari cara Beverly menggodanya, Jackson amat sangat yakin kalau wanita itu sudah tidak perawan lagi. "Aku lupa tepatnya berapa. Dan kupikir itu bukan urusanmu." Tebakan Jackson sungguh akurat. "Kau lupa? Saking banyaknya pria yang tidur denganmu." Pria itu tersenyum miring pada Beverly. "Untung saja aku tidak terpancing. Aku bisa terlular penyakit mengerikan jika-" "Tunggu," potong Beverly cepat. "terpancing? Apa aku tidak salah dengar? Bukankah kau yang pertama kali menawarkan penismu padaku?" ucap Beverly tanpa sensor. Beverly benar-benar kesal dengan Jackson. Bisa-bisanya pria itu menganggapnya wanita dengan penyakit kelamin. "Kau benar-benar wanita sinting! Bagaimana bisa kau mengucapkan-" "Apa? Kaulah yang sinting. Kalau kau memang menganggap dirimu pria terhormat, kau tidak seharusnya menawarkan seorang wanita untuk bercinta denganmu. Bahkan wanita jalang sekali pun." Berdebat dengan Beverly memang menyenangkan. Itulah yang dialami Jackson sekarang. Meski terkadang dirinya kehabisan kata-kata, kehabisan argument yang kuat dan menarik. Namun semua itu seolah terbalaskan jika ia bisa mendengar suara Beverly lebih lama. "Aku tidak mengatakan kalau aku pria terhormat." Sanggah Jackson. "Tapi kau menganggap aku wanita jalang? Bukankah itu sama saja?" "Aku tidak-" "Sudahlah. Aku lapar. Apa kau akan membiarkan aku makan atau tidak?" Jackson membiarkan Beverly melewatinnya. "Bagaimana jika tidak?" "Aku akan pergi ke hutan dan mencari makanan di sana." "Kalau kau tidak menemukan apa-apa? Apa kau akan kembali kemari?" "Tidak. Aku tidak ingin mengemis darimu." "Baguslah. Kau boleh pergi ke hutan." "Oke. Aku akan mengganti bajuku dulu kalau begitu. Jangan ikuti aku selama aku pergi." Beverly melayangkan tatapan permusuhan pada Jackson. "Tidak akan. Jika kau berusaha kabur dari sini-" "Aku tidak akan kabur. Untuk apa aku kabur?" Beverly menghentikan langkhnya, membuat Jackson yang tengah berjalan di belakangnya menabrak punggung Beverly. "Aku akan menyerahkan diriku pada buaya atau singa hutan." "Tidak ada singa di sini," Jackson melewati pintu rumah. Beverly tidak menanggapinya lagi. Berburu? Di hutan? Dasar konyol! Ucap Jackson dalam hati. Setengah jam kemudian, Beverly keluar dengan mengenakan sweater merah panjang miliknya. Saat Jackson menculiknya, wanita itu memang mengenakan sweater merah dan juga celana jeans. Beverly berjalan melewati ruang tengah. Entah dia sengaja pura-pura tidak melihat Jackson atau wanita itu memang tidak memperhatikan kalau Jackson berdiri di dapur dan tengah mengawasinya. Jackson melihat punggung Beverly menghilang di balik pintu. Wanita itu terlihat berjalan ke belakang rumah dan mengambil sesuatu. Tak lama kemudian, Beverly kembali muncul dengan golok besar di tangannya. Jackson membulatkan mata, ia biasa memakai golok itu untuk memotong rumput liar atau batang pohon yang sudah terlalu tinggi. Dan sekarang, wanita bernama Beverly itu mengambil benda tajam itu dan membawanya entah kemana. Maria mungkin akan membuang benda seperti itu jika melihatnya. Penasaran dengan apa yang akan dilakukan Beverly, Jackson diam-diam mengikuti wanita itu dari belakang. Langkah kaki wanita itu tegas, tidak ada keraguan di sana. Sesampainya di sisi hutan, Beverly masuk dengan sedikt tergesa. Jackson terpaksa mempercepat langkahnya agar tidak kehilangan jejak. Sesampainya ia di tengah hutan, Jackson melihat Beverly tengah menebang salah satu pohon pisang. Bibir Jackson melengkung melihat betapa gigihnya wanita itu dalam mendapatkan makanan dan bertahan hidup. Beverly mendengus keras. "Hanya satu yang buah yang masak." Gumamnya pada diri sendiri. "Tapi, jika aku membawa pulang semuanya, mungkin aku tidak akan kelaparan selama satu minggu ke depan." Kemudian, wanita itu berbalik dan mendapati Jackson tengah mengamatinya. "Sepertinya, kau berhasil menemukan makanan." Ujar Jackson penuh penghargaan. "Dan jangan harap aku akan membaginya denganmu." "Tidak. Aku tidak butuh pisang mentah." Ejek Jackson. Jackson melihat wajah Beverly mengeras. Wanita itu berjalan mundur beberapa langkah seraya mengamatinya dengan tatapan waspada. "Hey, kau takut aku mengambil pisang mentah itu darimu?" ejek Jackson lagi. Tidak ada sahutan dari Beverly. Jackson mulai curiga ketika Beverly mengambil salah satu batang kayu yang ukurannya lumayan beasr. Jackson terkesiap melihatnya, ia tahu kalau Beverly sengaja menyeretnya ke hutan dan mengajaknya duel. "Aku lupa, kita memang sedang berkompetisi untuk membunuh satu sama lain, bukan?" ucap Jackson lagi. Beverly hanya diam. Semakin erat menggenggam kayu besar di tangannya. Wanita itu bahkan melempar golok yang tadi sempat digenggamnya. "Oh, baiklah. Jika memang itu yang-" belum sempat Jackson menyelesaikan kata-katanya, Beverly lebih dulu menendang perutnya hingga Jackson terpental ke tanah. Beverly maju beberapa langkah dan memukul-mukul kayu yang digenggamnya ke tanah. Jackson semakin terkesiap. Pria itu menggeser tubuh untuk melihat apa yang sebenarnya Beverly lakukan. Perutnya sedikit nyeri karena tendangan yang dilakukan Beverly. Seketika itu pula, perut Jackson terasa mual. Beverly tidak sedang mengajaknya berduel. Wanita itu justru tengah melindungi nyawanya. Beverly memukul-mukul ular king kobra yang entah sejak kapan mengancam nyawanya. Setelah ular itu tampak lemah, Beverly membalikkan badan dan mengambil golok itu lalu mengarahkannya pada ular itu. Jackson lagi-lagi dibuat terperangah oleh tindakan Beverly. Wanita itu bukan wanita biasa, dia sangat berani menghadapi bahaya yang mengancam nyawanya. Wajah Beverly terkena cipratan darah, pun dengan pakaiannya. Beverly tidak berhenti, ia terus mengarahkan goloknya pada tubuh ular itu dan mencincang ular itu menjadi beberapa potongan. Setelah itu, Beverly kembali berbalik dan menatap Jackson dengan raut wajah khawatir. "Kau tidak apa-apa?" Jackson hanya mengangguk sekali. Kemudian pria itu melihat ke arah ular yang tubuhnya kini sudah menjadi beberapa bagian. Beverly berjongkok di hadapan Jackson, wanita itu mengamati Jackson dengan ekspresi khawatir. "Ayo, kita pulang sekarang. Kurasa kau sedikit kurang sehat." Beverly hendak memapah Jackson, tetapi pria itu menolak. Jackson berdiri tegak dan mulai berjalan menuju rumahnya. Sementara itu, Beverly mengambil golok, serta menyeret satu tandan pisang yang berhasil ditebangnya. "Kalau begini caranya, pisang yang paling bawah pasti hancur sesampainya di rumah." Batin Beverly. Jarak rumah Jackson dan hutan itu memang tidak terlalu jauh. Namun, tetap saja, pisang-pisang Beverly hancur terkoyak karena ia menyeretnya. Sesampainya di rumah, Beverly mendengus keras. Ia mengambil pisang yang masih utuh dan memakan yang sudah masak. Jika harus bertahan satu jam lagi, Beverly yakin kalau dirinya pasti akan pingsan. Beverly duduk di luar rumah, memakan pisang seraya menikmati indahnya lautan. Setidaknya, jika dia harus mati, Beverly bahagia bisa mati di tempat indah seperti ini. "Apa yang kaulakukan di sana?" tanya Jackson dengan suara sedikit lembut. Jackson berdiri di ambang pintu. Pria itu terlihat jauh lebih baik. "Makan pisang. Memangnya apa lagi?" jawab Beverly ketus. "Masuklah. Kau harus mandi. Apa kau tidak risih dengan pakaianmu yang penuh darah." Tawar Jackson. "Tentu saja aku risih. Aku tidak punya baju lain selain bajuku ini," Beverly berdiri dari duduknya. "Jadi, kupikir aku akan memakai baju ini sampai-" "Aku sudah menyiapkan pakaian ganti untukmu." Potong Jackson cepat. "Pakaian bekas? Maaf, tidak. Terima kasih." Sudut bibir Jackson melengkung, "Tidak. Pakaian baru. Maria yang membelinya dan dia belum sempat memakai baju itu. Kurasa ukurannya hampir sama denganmu." Jelas Jackson panjang lebar. Sebenarnya, tinggi Maria dan Beverly memang mungkin hampir sama. Namun, Beverly jauh lebih berisi daripada Maria. Jackson melihat lekuk tubuh Beverly, mulai dari d**a hingga b****g sekalnya. Apa yang kau pikirkan! Ucap Jackson dalam hati. Beverly mendorong bahu Jackson ketika melewati pintu. Ia memiringkan tubuhnya agar tidak bersentuhan langsung dengan tubuh Jackson. Begitu sampai di dalam rumah, Beverly mengambil handuk dan langsung mandi. Lima belas menit kemudian, Beverly keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk. "Di mana baju itu?" tanyanya pada Jackson yang sedang sibuk di dapur. Jackson menunjuk dengan dagunya. Pakaian dalam serta setelamn berwarna abu-abu teronggok bisu di atas meja makan. Beverly mengambil pakaian itu lalu memakainya. "Kuharap bukan pakaian bekas." Gumam Beverly sambil lalu. Tangan Jackson kembali memotong beberapa kentang dan sayuran. Setelah Beverly menyelamatkan nyawanya, pria itu berpikir mungkin sebaiknya memang ia sedikit memberi kelonggaran pada Beverly. Bagaimana pun juga, menyiksa Beverly dengan membuat wanita itu kelaparan rasanya kurang bijak. Semua makanan tersaji di atas meja makan. Juga minuman yang tentu saja akan sangat disukai Beverly. Jackson mulai belajanr memasak saat ia terpaksa harus tinggal bersama sang ayah setelah kematian ibunya. Dan sampai sekarang pun, pria itu masih sering memasak untuk dirinya sendiri. Jackson melirik pintu kamar Beverly, tidak ada tanda-tanda wanita itu akan keluar dari kamar. Jackson melangkah menuju pintu kamar Beverly dan mengetuk pintu itu. "Beverly..." serunya. "Apa?" sahut Beverly dari dalam. "Keluarlah." "Tidak mau. Aku ingin tidur siang." "Keluarlah atau kau akan menghukumnu!" Dengan malas, Beverly menurunkan kakinya dan berjalan menghampiri pintu. "Apa?" tanyanya begitu pintu terbuka. "Aku sedang menghemat tenaga. Pisang-pisangku belum matang. Jadi jangan ganggu aku dulu." "Fyuh. Kau pikir sekarang kau di mana?" Jackson menarik tangan Beverly. Awalnya, ia ingin memperlakukan Beverly persis seperti seorang penculik memperlakukan sanderanya. Namun, tangannya terlalu keras menarik Beverly sehingga wanita itu justru jatuh di dalam pelukannya. Wajah Beverly mencium d**a Jackson. Wanita itu mengaduh keras. Sementara jantung Jackson melompat-lompat bagai katak di pinggir rawa. "Bisakah kau sedikit lebih lembut padaku?" sindir Beverly. Menetralkan napasnya, Jackson menunduk dan menatap manic mata Beverly. "Tidak. Sudah tugasku menyiksamu." "Begitu?" tantang Beverly. "Aku akan memberimu hadiah ciuman manis jika kau berhasil menyiksaku," "Cihh!" Jackson memalingkan wajah. "Kau pikir aku tertarik dengan hadiahmu?" tanyanya sarkastik. "Kita lihat saja!" Beverly mendongak lebih tinggi agar bisa meraih bibir Jackson. Wanita itu menyapukan bibir lembutnya ke bibir lembut Jackson. Bibir Jackson memang sangat lembut, sang manis. Itulah yang Beverly rasakan. Dan dia menyukainya. Tidak peduli jika Jackson menolaknya, Beverly hanya senang menggoda Jackson dan membuat pria itu frustasi dengan ulahnya. Jackson kembali terkesiap. Bola matanya membulat sempurna tatkala bibir Beverly bersatu dengan bibirnya. Gerakan wanita itu lembut dan menyenangkan. Namun, lama-kelamaan menjadi semakin liar dan seolah menuntut balasan. Jackson tidak tahan lagi. Pria itu menyekap tubuh Beverly ke dalam pelukannya. Lidahnya mendesak, mencari apa saja yang berada di dalam mulut manis Beverly. Jackson merasakan gairahnya mulai bangkit. Kulit lembut Beverly selalu memberi dampak sedemikian rupa pada tubuhnya. Dan Jackson sangat tidak suka itu. "Hadiah yang cukup manis, bukan?" ujar Beverly setelah melepas ciumannya dengan paksa hingga membuat Jackson merasa kehilangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN