16

1897 Kata
Navaro memeluk Eliza dan sesekali mengelus lengan wanita itu. Benar-benar hanya kelembutan yang diberikan sentuhan Navaro hingga akhirnya Eliza menyerah untuk memikirkan ucapan Navaro dan tertidur pulas. Sementara Navaro yang selama ini tidak pernah menghabiskan waktu setelah bercinta di atas ranjang, memilih untuk berbaring bersama Eliza, setidaknya sampai wanita itu terbangun.   Eliza nyaris terpekik saat bangun siang harinya. Ini pertama kalinya Eliza bisa tertidur sampai siang hanya untuk mendapati dirinya berbaring nyaman dalam pelukan malaikat tinggi. Setelah menenangkan perasaannya, Eliza ingat bagaimana dia menghabiskan malam hingga berakhir dalam pelukan sang malaikat. Rona merah langsung menjalari pipi putih wanita itu. “Apa aku harus mengingatkanmu lagi tentang apa yang terjadi tadi malam? Aku bisa melakukannya lagi.” Bisik sebuah suara sangat dekat hingga nafasnya terasa di pipiku. Ucapan Navaro hanya menambah rona merah pada wajah Eliza. “Ini pertama kalinya aku tidur sampai siang.” “Kau memang harus tidur lebih lama. Kau membutuhkannya.” “Apa aku tidak membuat lenganmu sakit?” Tanya Eliza menyadari kalau sepanjang malam dia tidur diatas lengan Navaro. “Aku lebih suka memeluk wanita daripada bantal.” Sahut Navaro singkat, dan sekali lagi tidak menyadari apa arti ucapannya. Eliza terdiam. Dia tahu kalau Navaro juga sering melakukannya bersama wanita lain, dan sebagai salah satu wanita yang bisa tidur di pelukan sang malaikat, Eliza harusnya bangga. Tapi fakta itu tidak membuat perasaan Eliza membaik dan sepertinya Navaro menyadarinya karena malaikat itu kemudian menambahkan, “Untuk membuatmu sedikit sombong, kau wanita pertama yang kuizinkan tidur sepanjang malam dalam pelukanku. Jadi tolong jangan berwajah sinis seperti itu setelah apa yang kita lakukan.” Bisik Navaro sambil menelusuri tulang selangka Eliza. “Aku ingin bertanya sesuatu padamu.” Navaro mendekatkan kepala dan menyurukkan wajahnya ke bahu Eliza sebelum menggigit ringan kulit sensitif yang ada di pangkal lehernya. “Jangan jadi penurut, gadisku. Aku lebih suka sifat pemberontakmu.” Dengan sangat ringan Eliza menepuk tangan Navaro yang membelai pahanya. “Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan bertanya, aku menuntut jawaban. Kenapa kau bersedia menolongku?” “Aku tidak tahu.” “Seriuslah sedikit. Kau kembali angkuh saat ini.” Navaro mengabaikan protes Eliza dan mulai menciumi gadis itu. “Aku tidak angkuh. Aku hanya percaya diri.” “Jujurlah. Kenapa kau menolongku?” “Satu-satunya kejujuran yang bisa kukatakan saat ini adalah aku ingin bercinta lagi denganmu. Jadi diamlah, dan biarkan aku melakukannya sendiri kalau kau begitu tidak memperdulikan rayuanku dari tadi.” Geram Navaro lalu melumat bibir Eliza penuh hasrat.   *Eliza POV* Aku dan Navaro baru keluar dari kamar tepat pada tengah hari. Lagi-lagi Navaro melakukan ‘sulap’ itu. Dia sepertinya hanya perlu memikirkan akan mengenakan apa, dan sesaat kemudian pakaian itu sudah melekat di tubuhnya. Benar-benar kekuatan yang sangat praktis. “Aku tidak yakin ada makanan di rumah ini karena yang tinggal disini adalah Aleandro.” Ujarku sambil berjalan ke arah dapur yang entah berada dimana. “Aku sudah meminta salah seorang anggota Cadre-ku menyiapkan makanan untuk kita.” Ucap Navaro ringan. “Apa ada malaikat lain disekitar sini?”tanyaku penuh harapan, karena kalau kemungkinan itu ada, maka V.I dan Delmar tidak akan mudah bisa masuk ke rumah ini. Navaro menggeleng cepat. “Tidak. Malaikat yang terdekat adalah salah seorang anggota Cadre-ku dan dia menjaga Newcastle.” Sahut Navaro. “Lalu bagaimana cara dia menemukan tempat ini?” “Dia tidak akan kesini. Kita yang akan keluar, Eliza. Ini rumah Wren yang ditempati Aleandro. Walau aku yang memberikan sihir perlindungan, Aleandro hanya mengizinkan orang-orang yang diundangnya untuk bisa masuk ketempat ini dan rasanya sangat tidak sopan kalau aku membawa orang lain masuk kesini bahkan kalaupun itu anggota Cadre-ku sendiri.” Ujar Navaro santai. Aku masih terlalu terpesona dengan apa yang terjadi diantara kami beberapa saat lalu hingga tidak memprotes apapun yang Navaro katakan selanjutnya. Yang kulakukan hanyalah mengikuti Navaro keluar dari Padure Castel dan terbang dalam pelukan malaikat itu menuju Timur Laut Carlisle menuju Newcastle. “Kenapa sayapmu berubah warna kalau siang hari?” Tanyaku saat masih berada dalam pelukan Navaro sementara dia membawaku terbang. “Apa maksudmu?” “Sayapmu berwarna biru. Sudah dua kali aku melihatnya selalu pada malam hari. Setiap siang sayapmu berwarna putih bersih.” “Bukan berdasarkan waktu. Sayap asliku berwarna biru, dan akan menjadi putih kapanpun aku inginkan.” “Kenapa? Birunya sangat indah.” “Indah? Sayap biru itu bahkan bisa memicu perang di tempatku, Milady. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang tahu warna aslinya, dan bersyukurlah kau termasuk dalam kelompok kecil itu. Bahkan anggota Cadre-ku sendiri tidak mengetahui warna asli sayapku.” Sahut Navaro dengan nada yang mengatakan kalau dia tidak ingin ditanya lagi tentang warna sayapnya. Aku paham. Sepertinya masalah warna sayap ini sama halnya dengan masa laluku, sesuatu yang sangat sulit untuk diceritakan bahkan pada orang terdekat sekalipun. Karena itu aku terdiam hingga kami tiba di Newcastle. Aku tidak pernah mengunjungi Newcastle, dan ternyata kota itu nyaris seperti London dengan segala kesibukannya. Navaro terbang lebih tinggi diantara awan untuk menghindari perhatian manusia_yang membuatku gemetar kedinginan. “Kau kedinginan?” Tanya Navaro pelan. “Oh, aku bisa memastikan kalau aku gemetar bukan karena takut ketinggian. Jadi, ya, aku memang kedinginan.” Sahutku tiba-tiba saja kembali menjadi sinis. Navaro tersenyum mendengar nada bicaraku. Dengan sangat perlahan kami mulai menukik dan keluar dari awan hingga benar-benar menjejakkan kaki di jalanan Newcastle. Navaro menggandeng tanganku agar mengikutinya menyusuri jalanan dan bersikap seolah kami memang bagian dari lalu lintas semi padat di Newcastle, bukannya baru mendarat setelah terbang berpelukan diantara awan. Aku masih menikmati kehangatan tangan Navaro saat sebuah bayangan melesat menghampiri kami. “Milord.” Sapa sebuah suara begitu dalam dan rendah. Navaro tidak menghentikan langkahnya, dia terus berjalan tanpa melepas tanganku. “Sudah menyiapkan apa yang kuminta?” Tanya Navaro datar. Sang pemilik suara akhirnya menunjukkan wujudnya, sesosok tubuh milik seorang pria manis muncul di sisi Navaro. Rambut depannya yang panjang dibiarkan menutupi matanya. “Tentu saja, El Rey.” Sahutnya cepat. Tidak ada pembicaraan lagi selama beberapa saat sampai kami tiba di sebuah gedung tinggi di pusat kota Newcastle. “Selamat datang di Royal Tower, El Rey.” Bisik pria itu penuh kebanggan diri. Navaro mengangguk setuju. “Tempat yang bagus, Javas. Pastikan tidak ada gangguan selama aku disini, siapapun itu, kecuali Wren.” Ucap Navaro sambil menyeretku masuk ke dalam bangunan tinggi yang berdiri megah itu. “Masuk seperti manusia, eh?” Tanyaku penasaran. “Sebenarnya aku ingin melakukannya seperti malaikat, terbang. Tapi kau bilang kalau itu membuatmu kedinginan.” Sahut Navaro ringan. “Dan tolong antarkan makanan ke tempatku, Javas. Segera.” “Aye, El Rey.”   *Navaro POV* Aku tidak tahu apa sebenarnya yang kulakukan. Aku hanya bertindak sesuai insting dan kudapati kalau aku sedang memperhatikan Eliza sarapan hanya satu meter di depanku. Tidak ada riasan kusam di wajah gadis cantik itu. Dan apa yang kami lakukan malam sebelumnya membuatnya terlihat lebih dewasa, matang, dan bahkan lebih membuatku b*******h dari sebelumnya. “Apa malaikat cantik itu pernah kesini?” Tanya Eliza tiba-tiba. Apa yang dia tanyakan? “Ha?” “Malaikat yang kau bawa ke toko waktu itu. Apa kau pernah membawanya kesini? Dengan terbang?” Tanya Eliza lagi sambil mengaduk-aduk makanan di piringnya. Apa sebenarnya yang ingin dia ketahui? “Namanya Katia. Dan tidak untuk kedua pertanyaanmu, Elizabeth. Katia bisa terbang sendiri, dan Royal Tower bukan tempat yang bisa didatangi oleh siapapun, sama seperti rumah Wren, rumahku atau rumah anggota Cadre-ku, memiliki sihir perlindungan.” Eliza mengangguk pelan dan meneruskan makannya. Aku sendiri sama sekali tidak menyentuh makananku. Bagi malaikat, makanan memang dibutuhkan, tapi kami tidak membutuhkannya sebanyak yang diperlukan manusia. Kami hanya membutuhkan makanan untuk mempertahankan wujud manusia setiap kali kami berubah. Setelah beberapa saat, pertanyaan Eliza tadi seperti menggambarkan sesuatu bagiku. Mungkinkah Eliza cemburu dengan Katia? “Kau cemburu.” Eliza terbatuk dan buru-buru meminum kopi hangat yang ada di meja sebelum menatapku aneh. “Apa?” “Kau cemburu dengan Katia, karena itu kau menanyakan masalah itu.” Eliza menggeleng dengan terlalu cepat, aku curiga kepala wanita cantik itu akan segera lepas kalau dia tidak berhenti menggeleng. “Tidak. Tentu saja tidak. Aku tahu rasa percaya dirimu sangat tinggi, tapi aku tidak menyangka sampai seperti ini.” Ujarnya cepat. “Lalu kenapa kau menanyakannya?” “Aku hanya ingin tahu, apakah kehidupan malaikat juga seperti manusia... Memiliki banyak partner seks.” “Kau benar. Aku juga heran kenapa kami diberi kemampuan untuk merasakan kenikmatan seperti itu. Dan aku ingin mengoreksi sesuatu. Aku tidak memiliki banyak partner seks walau aku yakin banyak yang ingin menjadi partnerku. Saat aku berhubungan dengan seseorang, aku akan menjalaninya dengan serius, hanya aku dan orang itu. Jadi, aku juga menuntut hal yang sama denganmu. Aku tidak ingin melihatmu bersama laki-laki manapun selama kau bersamaku.” Dahi Eliza berkerut mendengar pernyataanku. Jelas dia tidak senang diakui sebagai milik orang lain. “Kalau aku melakukannya?” “Aku tidak yakin kau pernah melihatnya, tapi aku bisa melakukan apa saja pada kehidupan manusia. Menyiksa adalah hal paling ringan yang ingin kulakukan. Aku tidak suka berbagi.” “Aku juga tidak.” Aku mengangguk setuju. “Kalau begitu kita sepakat.” Eliza juga mengangguk dan kemudian meletakkan sendoknya sebelum bangkit. “Aku sudah selesai. Rasanya aku ingin jalan-jalan sebentar.” “Tidak kalau kau ingin keluar dari tower.” “Kau pikir mereka akan mengejar sampai kesini saat jejakku hilang di Carlisle?” “Jejakmu tidak hilang. Kita malah memperjelas segalanya. Mereka mungkin tidak bisa menemukanmu dengan pasti di Carlisle, tapi aku yakin kalau mereka tahu kau ada disana. Dan mungkin saja mereka mengikuti kita selama kita kesini.” “Aku tidak mengerti. Mereka hanya bisa mengetahui keberadaanku kalau aku terluka, Navaro.” Aku mengangguk cepat, tidak sabar dengan kebodohan mendadak gadis ini. “Ya, dan aku membuatmu ‘berDarah’ tadi malam. Kuakui itu salahku, tapi aku tidak menyesalinya.” Eliza mengerutkan dahinya, hal yang selalu dilakukannya saat dia berpikir, dan tiba-tiba kedua tangannya terangka menutup mulut. “Kau tidak bermaksud mengatakan kalau mereka bahkan mengetahui keberadaanku dari darah perawanku, bukan?” “Tepat sekali. Itulah yang aku maksud. Mungkin selama ini mereka tidak menemukanmu setiap kali kau mengalami siklus bulanan karena kau tidak pernah keluar dari Whiteheaven. Sihir dan perlindungan Whiteheaven mungkin tidak terlalu kuat, tapi dia bisa menyamarkan beberapa segel. Tapi di luar tempat itu, kau benar-benar tidak terlindungi.” “Oh tidak.” Bisiknya lemas. “Kita tidak boleh melakukan hal itu lagi.” Kali ini aku yang terkejut. Sesaat sebelumnya dia sudah setuju untuk menjadi kekasihku. Tapi sekarang? “Apa yang ingin kau jelaskan?” “Kita tidak bisa berhubungan seks lagi, Navaro. Kalau kita bercinta lagi, mereka akan tahu keberadaanku, dan aku harus melarikan diri lagi. Masa begini saja kau tidak mengerti?” “Kau yang tidak mengerti, cherry. Kau tidak akan berdarah lagi setelah yang pertama. Itu hanya terjadi sekali.” “Kau yakin?” “Kenapa rasanya kebodohanmu terkadang melebihi kebodohan Lily?” Eliza cemberut. “Jangan menghinaku. Aku baru dalam masalah ini.” Aku tersenyum melihatnya seperti itu. Wanita ini benar-benar kompleks. Tidak ada yang bisa menebak jalan pikirannya. Aku berjalan mendekatinya dan mengulurkan tangan ke arahnya. “Jadi, apa kau mau menemaniku istirahat di ranjang itu?” Tanyaku sambil melirik ranjang besar tanpa tiang yang ada di dalam kamar. “Benar-benar istirahat?” “Kita lihat saja apa yang bisa kita lakukan untuk memanfaatkan ranjang itu selain untuk tidur.” Bisikku sambil menarik Eliza ke dalam pelukanku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN