13

2761 Kata
Kieran? Sekali lagi tidak ada tanggapan dari pemimpin Cadre-ku itu. Sial! Aku bisa saja melawan mereka sendirian, tapi aku tidak bisa melakukannya di pemukiman padat penduduk seperti ini. Aku harus membawa mereka menjauh dari pusat kota, ledakan tadi saja sekarang sudah menarik perhatian banyak manusia. Aku mengepakkan kedua sayapku dan mulai melesat menjauhi Windsor. Mereka sepertinya memang berniat memburuku sampai mati. Dengan kekuatan penuh hampir selusin malaikat itu terbang mengikutiku sambil melepaskan anak panah. Tapi aku juga bukan malaikat yang baru bisa terbang. Sambil memastikan aku semakin jauh dari pusat kota, aku menghindari anak panah yang mereka lepaskan. Aku melakukan sedikit manuver di udara, berhenti sesaat dan mengarahkan tanganku ke para penyerangku, membuat anak-anak panah itu berhenti di udara dan melesat kembali ke pemiliknya. Apa yang aku lakukan barusan tidak berhasil. Mereka sepertinya sudah mengetahui sejauh mana kekuatanku hingga sudah memperkirakan serangan balasan apa yang akan kuberikan. Tapi walaupun begitu, aku berhasil membuat jarakku dengan mereka semakin jauh. Aku kembali terbang secepat yang kubisa sampai aku melihat tanda masuk di Maidenhead. Mungkin aku bisa lolos dari kejaran mereka kalau aku berteleport ke salah satu tempat di dunia ini. Tapi mereka akan kehilangan jejakku dan aku tidak ingin melarikan diri karena kalau aku melakukan hal itu, suatu saat mereka pasti akan menyerangku kembali. Lebih baik aku menyelesaikan semuanya sekarang. Tiba-tiba aku merasakan perih yang amat sangat di sayap kananku. Tanpa melihatnya pun aku tahu, salah satu dari pengejarku sudah hidup cukup lama untuk bisa menciptakan api malaikat. Sial. Dengan menggunakan kekuatan telekinetisku, aku mencabut sebatang pohon dan melemparkannya ke arah para pengejarku. Beberapa dari mereka berhasil menghindari kejutan itu, tapi setidaknya dua malaikat berhasil kujatuhkan. Aku berhenti di atas sebuah hamparan padang rumput yang cukup luas. Bertarung disini setidaknya tidak terlalu menarik perhatian manusia. Betapa baiknya aku masih memikirkan manusia saat aku sendiri dalam bahaya. Dan sepertinya aku sudah tertular penyakit Eliza dan Wren. Sejak kapan aku jadi begitu sering mengumpat? Kau akan merasa lebih baik dengan mengumpat. Pikir seseorang yang sangat kukenali dan kehadirannya terlalu dekat hingga pikirannya bisa k****a. Semua penyerangan ini dan rasa perih di sayapku membuatku tidak menyadari kehadirannya. Wren terbang menghampiriku bersama Alby. Mereka berdua membawa pedang mereka masing-masing, Wren membawa Spathi Ourano, dan Alby membawa ‘Blade’. “Sebenarnya apa yang kau lakukan selama ini? Kau baru muncul dan langsung membawa bahaya ke wilayahku!” Sembur Wren saat beberapa anak panah yang melesat ke arah kami dengan mudah ditahannya menggunakan kekuatan telekinetisnya sebelum membakar anak panah itu hingga menjadi abu tanpa menyentuhnya. “Kalian harus belajar bersikap sopan! Jangan menyerang orang yang sedang berbicara!” Geramnya sambil menunjuk satu persatu malaikat yang mengejar kami. Rasa perih yang kurasakan digantikan oleh rasa geli melihat tingkah Wren. Dan akupun tidak kuat lagi menahan tawa hingga tawa itu menyembur begitu saja. “Kita sedang berperang, teman. Tidak ada sopan santun dalam hal itu.” Bisikku geli. “Kalau kalian bersedia diam sebentar, sepertinya jumlah penyerang kita bertambah.” Ujar Alby kesal. Alby benar. Begitu aku memperhatikan lagi, jumlah pengejarku bukan lagi ‘selusin’ malaikat, tapi nyaris mendekati kata ‘dua lusin’ malaikat. Jumlah yang sangat banyak untuk bisa menaklukan satu negara. Aku menarik keluar Theos Spathi dari sarungnya, melihat gerakanku, Wren juga melakukan hal yang sama. Sedangkan Alby yang jenis pedangnya sangat unik_nyaris melingkar_sudah berada di genggamannya sejak tadi. “Siap?” Tanyaku serius. Wren menatap Alby sekejap sebelum Alby mulai menyerang para malaikat itu saat Wren menyentuh sayapku dan meneteskan Darahnya ke atas luka lebar di sayapku. “Aku tahu kalau lebih lama memulihkan luka akibat senjata malaikat dan api malaikat.” Gumamnya sambil terus meneteskan darah sampai benang-benang halus mulai menjalin diri sendiri di atas luka itu dan akhirnya lukaku itu benar-benar tertutup sempurna. Aku menatap Wren tidak percaya. Oh aku tahu dia memang baik, sangat baik padaku mungkin. Tapi apa yang baru saja dilakukannya ini semakin menegaskan kalau semakin lama kau mengenalnya semakin banyak hal baru yang akan kau temui. Dan kini, aku dan Wren jelas sudah saling membagi darah kami masing-masing. Darah malaikat adalah hal paling berharga yang dimiliki malaikat dan seorang malaikat tidak akan membagi darahnya dengan mudah bahkan pada anggota legion yang paling dipercayainya. Hampir sama dengan vampir, darah seorang vampir grandmaster sangat berharga karena melalui darah itulah dia membagi kekuatan dan keabadiannya. Aku mengalihkan perhatianku pada Alby yang sedang terlibat pertempuran. “Walau enggan tapi aku harus mengakui kalau dia sangat hebat dalam menghadapi malaikat.” Gumamku lalu dengan sekali ayunan pedang, aku berhasil membuat dua malaikat lagi jatuh berputar karena kehilangan sayapnya. Wren terbang ke sisi lain dan melakukan hal yang sama, sepertinya kami memilih bertarung jarak jauh daripada menceburkan diri ke dalam medan perang seperti Alby. Alby lebih suka bermain langsung dengan buruannya. Pikir Wren sambil terus melancarkan serangan dengan Spathi Ourano yang kini sepertinya sudah menyatu dengan Wren, karena vampir itu dengan mudah mengayunkan pedang langit itu dan menghabisi lebih dari satu malaikat setiap kali serang. Aku kira dia jinak. Bukan jinak kata yang tepat untuk menggambarkan Alby. Oke, sarung pedang kalau begitu. Melihat kau dan beberapa vampirmu yang sangat temperamen, rasanya sarung pedang cocok untuk menggambarkannya. Dia yang paling tenang diantara kalian semua. Kau salah. Alby-lah pedang paling tajam yang sebenarnya. Hanya saja dia pedang yang unik, yang menunjukkan ketajamannya disaat-saat tertentu. Di... Ketidakmampuanku membaca pikiran Wren membuatku langsung mencari kehadiran vampir itu hanya untuk mendapatinya dihempaskan hingga menabrak sebatang pohon. Tubuhnya dipenuhi luka-luka lecet yang pulih dengan cepat. Aku masih terlalu terkejut saat Wren kembali terbang dan kembali melesat cepat menyerang malaikat yang menghempaskan tubuhnya. Saat itulah aku baru sadar kalau Winola-lah yang tadi menghadapi Wren. Kau tidak akan menang! Teriakku walau aku tahu itu sia-sia. Saat Wren berkonsentrasi dengan pertempurannya, dia akan menutup pikirannya. Aku berusaha mendekati Wren untuk membantunya, tapi itu jelas tidak mudah. Beberapa malaikat menghalangi jalanku, dan aku tidak peduli lagi dengan pilihan membunuh mereka atau hanya membuat mereka menderita karena kehilangan sayap. Aku mengayunkan pedang sesuka hati ke arah para malaikat itu, tanpa sekalipun melihat apa hasilnya. Aku hampir mencapai Wren saat sebuah panah malaikat melesat tepat ke arahku dan mengenai ujung sayapku. Dan itu bukan panah biasa. Hanya satu malaikat yang memilih memakai busur daripada pedang. Dan kecepatannya memanah tidak bisa disaingi oleh malaikat manapun. Yoana terbang tidak jauh dari Winola dengan tangan menggenggam busur kesayangannya. Sial. Winola saja sudah cukup merepotkan, sekarang Yoana juga turun tangan. Apa seluruh Ordines Magna mau turun tangan? Apa tidak ada dari mereka yang bisa berpikir jernih? Akhirnya kau tahu kalau kaum-mu itu sangat menyebalkan. Pikir Wren. Pikiran Wren yang kembali terbuka membuatku malah memperhatikannya, kehilangan konsentrasiku sendiri. Disaat yang tepat, Wren bergerak sangat cepat dan mendekati Winola, memanfaatkan kecepatan dan kekuatannya sebagai vampir untuk melukai sayap Winola. Dan saat Winola mulai menyerang, Wren akan menjaga jarak dan menyerang dengan Spathi Ourano. Yoana memanfaatkan kelengahanku dan kembali menyerangku. “Kita tidak punya masalah, Milady.” Ujarku cukup kuat untuk dapat di dengar Yoana. “Serangan ini bisa kuanggap sebagai aksi kudeta kalau kalian tidak menghentikannya.” Yoana tersenyum membuatnya semakin cantik. “Aku tidak peduli. Aku hanya ingin membantu Winola membalaskan dendamnya. Dan aku juga tidak suka padamu. Uriel adalah malaikat favoritku.” Sahutnya ringan. Sekali lagi kesetiaan yang salah tempat. Aku sudah melemparkan bola api saat Yoana menahannya dengan menggunakan perisai_yang tadinya adalah busur panahnya. Aku mencoba kembali melemparkan bola api, tapi lagi-lagi Yoana berhasil menahannya dengan menggunakan perisainya. “Oh ayolah El Rey. Kau berhasil ‘merayu’ Seraphim dengan membunuh malaikat lain bukan? Kenapa sekarang kau malah terlihat lemah? Dan lihatlah, vampir itu bahkan lebih mampu memberikan pertunjukkan menyenangkan daripada kau.” Ejek Yoana sambil melepaskan anak panah ke arah Wren dan berhasil dibakar oleh Wren di udara. “Dia cukup berharga untuk dibunuh begitu saja. Sepertinya aku harus meminta Winola untuk tidak membunuhnya.” Bisik Yoana dengan senyum penuh percaya diri terukir di wajahnya. Sepertinya Yoana ingin sekali melihatku marah. Provokasinya nyaris berhasil saat kami mendengar teriakan dari Winola. Mungkin bukan api malaikat, tapi Wren jelas berhasil membakar salah satu ujung sayap Winola yang berwarna putih keunguan itu dan melukai sayap yang lainnya di saat yang hampir bersamaan. Yoana menatap Wren penuh amarah saat kembali melepaskan banyak anak panah sekaligus. Perhatian Wren yang terpusat pada Winola membuatnya tidak menyadari serangan Yoana kali ini. Kalau Yoana memang menginginkan perlawanan dariku, maka dia akan mendapatkannya. Aku sengaja mengayunkan pedangku ke arah anak-anak panah itu dan membuatnya berjatuhan di tanah sebelum berteleport ke sisi Yoana, menyentuh pinggiran sayapnya dengan satu jari. “Sayap yang indah, Yoana.” Bisikku dan sebelum Yoana sempat menyadari apa yang aku lakukan, aku sudah menggenggam pinggiran bagian atas sayap Yoana dan meremukkannya dengan tangan kosong. “Tapi rapuh.” Kali ini teriakan Yoana berhasil mengalihkan perhatian Winola. Dengan kesal Yoana memukulkan busurnya ke belakang, tempatku sebelumnya berada sebelum aku berteleport menjauhinya dan mengayunkan Theos Spathi ke arah sayapnya yang lain. “Kau tidak berpikir bisa mengalahkanku saat akulah yang pada akhirnya bisa membunuh Uriel, bukan?” Tanyaku lembut saat melihat darah menetes dari sayap Yoana. Yoana menatapku. Aku bisa dengan jelas melihat kemarahan di matanya. “Kehadirannya mereka sama sekali tidak diharapkan. Tidak ada yang berani melawan malaikat.” Geram Yoana sambil berusaha mempertahankan keseimbangannya di udara dengan sayap terluka. “Aku tidak tahu ini kabar baik atau kabar buruk untuk para malaikat yang ingin menantangku. Inggris menjadi daerah netral selama ini bukan tanpa alasan. Vampir itu berhasil membuat Inggris berada dalam masa jaya bahkan tanpa malaikat memimpin mereka. Dan jangan pernah mengharapkan sifat ‘anak baik’ dari klan Libra ataupun klan Ursa.” Bisikku setelah berteleport kembali ke sisi Yoana dan menyentuh wajahnya, “Mereka mungkin bukan malaikat, sayang. Tapi mereka lebih dari mampu untuk membuat Archangel sekalipun kewalahan.” Lanjutku sebelum meremukkan sisi sayap Yoana yang tadi kulukai hingga dia benar-benar kehilangan keseimbangannya dan jatuh ke tanah. “Oh sayang sekali...” Bisikku pelan sambil memperhatikan Yoana melayang pelan hingga benar-benar menyentuh tanah. “Kau tidak akan bisa membunuhku dengan mudah.” Geram Yoana. “Benarkah? Ayo kita buktikan.” Yoana berusaha melepaskan anak panah sambil menahan rasa perih di sayapnya saat aku kembali menjauh darinya. Aku meletakkan Theos Spathi diantara kedua tanganku dan kembali menciptakan ratusan Theos Spathi lain yang kemudian mengurung Yoana. Saat itulah wajah Yoana akhirnya menunjukkan ekspresi ketakutan. Tidak ada jalan keluar saat kau sudah dikepung Milia Lux. “Aku akan melepaskanmu kalau kau mau bersumpah tidak akan pernah menyentuh Inggris dan seluruh makhluk yang berada di Inggris.”   *Author POV* Navaro nyaris mempercayai tatapan menyerah pada mata Yoana saat rasa perih menghantam sayapnya. Sebuah bola api berhasil membakar salah satu sayapnya. Dan geraman kemarahan Wren membuat Navaro sadar bola api itu berasal dari Winola. Wren membakar salah satu sayap Winola saat aku melepaskan separuh Theos Spathi ke arah Yoana dan mencabik-cabik sayap putih keunguannya yang indah. Teriakan kedua malaikat cantik itu memenuhi udara dan membuat malaikat-malaikat lain yang sedang menghadapi Alby kehilangan konsentrasi mereka. “Oh, jangan membuat keributan!” Tegur Alby seakan dia sedang membutuhkan suasana yang tenang saat ini. Navaro melirik tempat Alby bertempur hanya untuk mendapati para malaikat yang sangat banyak itu kini tidak satupun yang memiliki sayap lengkap. Dia kelihatannya lebih dari sanggup untuk melawan malaikat. Pikir Navaro yang ditujukan pada Wren. Jangan mengharapkan kurang dari itu dari Alby. Dia Dream Hunter klan-ku. Dia bahkan jauh lebih kuat setelah pulang dari kunjungannya ke tempat Dream Hunter lain. Balas Wren sambil kembali berusaha membakar sayap Winola yang lainnya. Berikan aku kesenangan melihatmu menggunakan api malaikatmu, teman. Pikir Wren lagi setelah menghempaskan Winola ke tanah dengan punggung mendarat lebih dulu hingga menimbulkan bunyi berderak dari sayapnya. “Bisakah kita segera mengakhiri ini?” Tanya Alby kuat setelah membuat malaikat terakhir kehilangan sebelah sayapnya. Navaro mengulurkan tangan dan membuat Theos Spathi yang asli kembali ke tangannya sebelum mengembalikannya ke dalam sarungnya di celah kedua sayapnya. Yoana berusaha melarikan diri dengan sisa kekuatannya. Dia tidak menyangka kalau Navaro bisa dengan mudah mengalahkannya seperti ini. Yoana tahu kalau Uriel memang dikalahkan oleh Navaro, tapi semua malaikat berpikir itu bisa terjadi karena Uriel tidak memberikan perlawanan. Tapi apa yang Yoana alami membuatnya yakin kalau Uriel juga sudah memberikan perlawanan dan tetap tidak berdaya dihadapan malaikat kesayangan Seraphim ini. “Kau bukan malaikat biasa.” Bisik Yoana semakin Navaro mendekatinya. Navaro mengangguk setuju. “Kekuatanmu bukan berasal dari kehidupanmu.” “Kau benar. Seraphim tidak akan begitu melindungiku kalau aku hanya malaikat biasa. Tapi kau sudah tidak punya waktu lagi untuk bisa mencari tahu kebenarannya.” Dengan tangan terjulur, Navaro meraih Yoana, menariknya mendekat dan kemudian dengan tangan yang lain menciptakan bola api lalu menekankan bola api itu ke d**a Yoana hingga menembus jantungnya. Navaro melepaskan Yoana, membiarkan bola api itu membakar habis tubuh sang malaikat cantik tanpa sisa. Tidak jauh dari tempat Navaro, Wren menatap Winola tajam. Spathi Ourano masih di genggamnya. “Dulu aku seorang hunter. Aku bisa melakukan hal yang lebih kejam daripada sekedar mencabik tubuh dan membunuhnya. Semuanya tergantung pada alasan kenapa kau melakukan ini semua.” “Jangan sombong, penghisap darah! Dia akan menyesal sudah membunuh Uriel dan Yoana. Aku akan membalas dendam mereka. Ordines Magna akan menuntut balas.” Bentak Winola sambil berusaha bangkit hanya untuk mendapati sayapnya patah dan terluka dimana-mana. “Dan kau akan memberikan nyawamu untuk semua yang kau lakukan padaku!” “Itu kalau kau bisa selamat darinya. Dan aku benar-benar menyesal harus merusak sayapmu. Aku tahu itu sakit sekali. Aku pernah melihat Navaro saat sayapnya terluka.” Bisik Wren saat Navaro menghampirinya. “Sudah selesai dengan urusanmu?” “Aku akan menangani yang ini. Kau bantu Alby.” Wren menggeleng cepat. “Aku akan menyaksikan yang ini. Dia bilang akan membalaskan dendam malaikat yang kau bunuh dan Uriel. Dia juga ingin membuatku membayar atas apa yang kulakukan padanya. Oh, selamatkan aku, aku ketakutan...”ejek Wren. “Dan masalah Alby, dia klan Libra, Navaro. Tidak mudah membunuhnya.”sambung Wren yang benar-benar memilih untuk menyaksikan Navaro daripada membantu Alby. “Uriel melakukan hal yang tidak bisa dimaafkan, Winola. Uriel meneror Jade, menyandera Katia, dan menyiksa para pengawal Jade. Bahkan kalau Seraphim yang melakukannya, tetap tidak ada kata maaf untuk tindakan itu.”jelas Navaro datar. “Tidak mungkin!”tukas Winola, “Uriel tidak mungkin melakukannya! Uriel tidak akan mungkin meneror ataupun melukai satu malaikatpun dalam Ordines Magna.” “Jangan buta terhadap apa yang Uriel lakukan, Winola. Masalah ini memang tidak banyak yang tahu. Hanya Seraphim, Michael, aku dan Cadre 7, serta para pengawal Jade yang mengetahuinya. Michael tidak ingin fakta tentang masalah ini membuat malaikat lain berpikir untuk melakukan hal yang sama.” Dan untuk pertama kalinya dalam hari itu Winola menunjukkan kelemahannya. Malaikat cantik itu menangis. “Untuk apa Uriel bertindak seperti itu? Dia tahu kalau Ordines Magna saling menyayangi satu sama lain. Kenapa dia melakukan itu padaku?” Isak Winola seolah rasa sakit hatinya jauh lebih besar daripada luka-luka berDarah di sekujur tubuhnya. “Dia ingin melepaskan Reynard dari bayang-bayangku walaupun sesungguhnya aku dan Reynard sudah tidak ada hubungan apapun.” Sahut Navaro datar. “Kau sadar kan kalau semua yang kau lakukan ini tidak ada gunanya untuk membela orang yang tidak pantas mendapatkan perhatianmu.” Winola mengangguk lemah. “Yoana... Yoana...” “Aku yang akan bertanggung jawab tentang masalah itu. Akan kupastikan kalau Ordines Magna mengetahui hal yang terjadi sampai detail terkecil. Yoana menolak mendengar kenyataannya. Pergilah, Winola. Bawa malaikatmu sebelum Alby benar-benar membunuh mereka.” Bisik Navaro sambil membantu Winola berdiri. Kebaikan Navaro itulah yang akhirnya membawa bencana. Dengan tangan menciptakan bola api, Winola menekankan bola api itu ke tubuh Navaro, membuat malaikat itu terpental jauh dengan darah mengucur deras. Wren yang memperhatikan itu langsung menerjang Winola dan menikam jantungnya dengan Spathi Ourano, mengalirkan apinya sendiri di sepanjang pedang hingga membakar tubuh Winola, sebelum mencabik-cabik tubuh Winola, memastikan malaikat itu tidak akan beregenerasi kembali. Wren meninggalkan Winola dalam kobaran api untuk menghampiri Navaro. Api malaikat dalam tubuh Navaro sudah padam, tapi tetap meninggalkan luka dalam yang sangat serius. “Lukamu parah, malaikat.” “Jangan bodoh! Tanpa kau bilangpun aku sudah tahu.” “Aku akan membawamu terbang bersamaku ke Acasa Manor.” Putus Wren sambil memapah Navaro untuk berdiri. “Berteleport lebih cepat.” Bisiknya dan mereka langsung menghilang dari tempat itu. Sementara itu Alby sama sekali tidak memperdulikan kenyataan kalau kedua temannya sudah pergi. Dia terlalu asyik dengan kesempatan menyiksa malaikat, karena tidak setiap hari dia bisa menyiksa malaikat seperti ini. “Hidup dengan status malaikat tidak membuat kalian bersikap lebih baik dari kami yang kalian anggap kotoran.” Gumam Alby sambil menyelesaikan misinya sendiri. Menghabisi para malaikat yang tersisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN